Mohon tunggu...
Miftachul Khawaji
Miftachul Khawaji Mohon Tunggu... Seniman - Guru

Tukang gambar dan kadang suka nulis.. 👨‍🎓Islamic History and Civilization 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Filsafat Jawa ala R.M.P. Sosrokartono (Kakak kandung R.A. Kartini & Guru spiritual Ir. Soekarno)

4 Mei 2023   16:10 Diperbarui: 4 Mei 2023   16:14 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6. Ilmu Kantong Bolong

Ajaran ilmu kantong bolong ini sejatinya merupakan salah satu implementasi dari visi hidup Sosrokartono sendiri, yaitu ngawulo marang kawulane Gusti. Ilmu kantong bolong merupakan simbol dari kehidupan yang mengutamakan pertolongan kepada sesama. Diibaratkan bahwa kantong adalah tempat menyimpan uang, ketika kantong itu bolong alias berlubang, maka tidak akan mengakibatkan uang atau kekayaan lainnya hanya dinikmati oleh pribadi saja, melainkan senantiasa ingat akan sesamanya. Ilmu ini dapat diterapkan jika sifat ego pribdi dalam diri manusia kalah dengan hasrat untuk menolong sesama. Hal ini tercermin dalam perilaku keseharian Sosrokartono, dimana ia senantiasa memiliki kesadaran sosial tinggi sebagaimana yang tercantum dalam visi hidupnya.[13]

7. Prinsip Perjuangan Lahir (Sugih Tanpo Bondo, Digdaya Tanpo Aji, Nglurug Tanpo Bala, Menang Tanpo Ngasoraken)

Prinsip ini mengajarkan bahwa kekayaan tidak diukur berdasarkan hal-hal yang bersifat material. Prinsip suguh tanpo bondo bagi Sosrokartono berarti kaya batin atau kaya ilmu, sehingga manusia bisa mencapai kebahagiaan hakiki. Sosrokartono bisa saja memilih hidup di Eropa dengan pekerjaannya saat itu yang bergaji tinggi. Namun ia lebih memilih mengabdi ke masyarakat di tanah airnya tanpa bayaran. Sekalipun ada yang memberi imbalan akan langsung dibagikan kepada yang membutuhkan. Pun demikian ketika Sosrokartono dimintai untuk mengajar di Taman Siswa Bandung maupun Perguruan Rakyat Jakarta. Sosrokrtono bersedia untuk mengajar dengan mengajukan syarat “jangan sampai dibayar”, tetapi cukup diberi tiket pulang pergi Bandung-Jakarta.

Sosrokartono merasa tidak memiliki kesaktian tertentu, Digdaya tanpo aji. Karena baginya yang dimaksud kesaktian adalah selarasnya antara pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan. Dengan demikian, Sosrokartono hanya mengandalkan kekutan Tuhan sebagaimana yang ia katakan: ”tanpo aji-aji, tanpo ilmu, saya tidak takut, sebab payung saya Gusti saya, perisai saya Gusti saya.”

Sakti tanpa aji juga dapat diartikan bahwasannya dalam menghadapi orang yang tidak menyukai kita cukup dengan kasih sayang sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Saw. Sehingga lama kelamaan musuh pun akan luluh sendiri. Dengan demikian, maka tak perlu lagi menyerang dengan membawa pasukan, nglurug tanpo bolo. Hal inilah yang diterapkan juga oleh Sosrokartono dalam laku hidupnya. Maka ketika musuh kalah tidak akan merasa dihinakan, karena dari prinsip-prinsip di atas akan melahirkan prinsip “menang tanpo ngasoraken”.[14]

8. Prinsip Perjuangan Batin (Trimah Mawi Pasrah, Suwung Pamrih Tebih Ajrih, Langgeng Tan Ono Susah Tan Ono Bungah, Anteng Manteng Sugeng Jeneng)

Prinsip ini pada dasarnya juga berkaitan serta meliputi ajaran-ajaran Sosrokartono lainnya. Bagi Sosrokartono, Trimah mawi pasrah berarti rela dengan apa yang telah terjadi, menerima dengan apa adany segala yang sedang terjadi, serta pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Karena yang dicari oleh Sosrokartono bukanlah kekayaan material, bukan ketenaran dan status sosial, melainkan kesejahteraan masyarakat. Itulah Suwung pamrih, sehingga orang yang tidak memiliki pamrih apa-apa dalam melakukan perbuatannya tidak akan merasa takut atau khawatir terhadap kehidupannya, itulah tebih ajrih. Karena kehidupannya sudah dipasrahkan kepada Gustinya.

Dengan ini, bahagia dalam kehidupan sosrokartono adalah ketika ia mampu menolong orang lain, dan merasa susah ketika orang lain kesusahan, itulah langgeng tan ono susah tan ono bungah. Setalah melakukan prinsip-prinsip ini, maka yang akan diraih adalah anteng, yaitu ketenangan. Dengan senantiasa fokus dan bersungguh-sungguh (manteng) untuk menolong sesama, maka akan dicapailah sugeng jeneng alias kesentosaan, dimana Tuhan akan memberikan rahmat dan kasih sayangnya.[15]

9.    Identitas Islam-Jawa

Meskipun dikenal sebagai orang yang pernah kurang lebih 28 tahun menjelajahi eropa serta menguasai sekitar 36 bahasa, tidak membuat Sosrokartono kehilangan identitas aslinya sebagai seorang Jawa dan seorang muslim. Sebagai seorang yang terlahir dalam keluarga yang memegang teguh nilai budaya sekaligus kuat dalam beragama, telah mencetak pribadi Sosrokartono yang teguh dalam memegang nilai-nilai agama dan budayanya itu. Sebagaimana yang pernah diucapkannya: ”ingkang tansh kula mantepi yaiku  agami kula lan kejawen kula. Inggih bab kalih menika ingkang kula luhuraken.”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun