Mohon tunggu...
Miftakhul Huda
Miftakhul Huda Mohon Tunggu... -

Praktisi hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR Memilih, Bukan Menolak Bambang-Busyro

30 Agustus 2010   06:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini bergulir wacana yang dihembuskan anggota DPR bahwa lembaga ini berhak menolak dua calon yang diajukan Presiden. Selain soal penolakan tersebut, juga muncul gagasan soal "kontrak politik" Parpol dengan calon mengenai pengusutan perkara tertentu, khususnya kasus Century yang seperti tenggelam di telan bumi.

Baru-baru ini Pansel KPK yang dibentuk Pemerintah seperti telah memilih dua calon yakni Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas dari tujuh calon yang ada. Itu artinya secara moral, pilihan Pansel KPK harus diusung Presiden untuk diajukan kepada DPR untuk dipilih. Karena Pansel sendiri adalah amanat UU KPK untuk dibentuk untuk merekrut calon mulai dari pendaftaran sampai mengajukan nama 2 kali calon yang dibutuhkan.

Mengenai penolakan DPR, meskipun sebatas statement di media harus dikembalikan kepada UU KPK bagaimana mengatur soal kewenangan masing-masing terkait pemilihinan Pimpinan KPK. Sesuai UU KPK Pasal 30 Ayat (1) menyatakan , " Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (1) huruf a dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia". Dengan demikian Presiden sebatas punya hak mengusulkan dan tidak berhak memilih, sedangkan DPR hanya berwenang memilih calon yang telah diusulkan Presiden. Dua fungsi yang diemban kedua lembaga ini adalah agar saling mengontrol, apalagi pilihan Presiden tidak semata-mata "asal tunjuk", tetapi melalui proses yang cukup transparan dan oleh orang-orang yang kompeten, kapabel dan cukup berintegritas seperti Todung Mulya Lubis dan Syafi'i Maarif.

Tinggal DPR dari kedua calon tersebut menimbang-nimbang mana yang terbaik berdasarkan kebutuhan KPK saat ini. Kedua calon tersebut adalah pilihan terbaik calon yang ada. Mengenai hal-hal yang sifatnya politis, apakah calon ini menguntungkan Partai A atau B, saya rasa harus dikesampingkan jauh-jauh oleh DPR. Kita memilih Pimpinan KPK untuk kepentingan rakyat, banyak memilih untuk kepentingan segelintir elit partai.  Pilihan DPR nanti menentukan nasib bangsa dan negara dalam jangka panjang, terutama apakah Indonesia dapat keluar dari pemiskinan besar-besaran karena uang negara dicuri atau hanya berjalan di tempat yakni rakyat miskin hanya bisa menonton para koruptor berpesta pora.

Berita di Kompas.com (28/8) cukup mewakili bagaimana sosok Bambang dan Busyro. Berikut ini kami copy disini semoga berguna bagi semuanya. Amien..

SELEKSI KETUA KPK
Menimbang Sosok Bambang dan Busyro
Sabtu, 28 Agustus 2010 | 05:24 WIB
Pengantar: Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memilih Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas dari 287 calon yang mendaftar. Keduanya dikenal sebagai sosok sederhana dan teruji. Namun, berbeda dengan Bambang Widjojanto yang dikenal sebagai petarung, Busyro Muqoddas cenderung kalem. Kini keputusan ada di tangan DPR untuk memilih satu sosok yang paling cocok untuk memimpin perang melawan korupsi.

Bambang Widjojanto

Sori, ya. Suaranya kurang jelas. Putus-putus, soalnya lagi di kereta, Bos,” kata Bambang Widjojanto (41) dari seberang pesawat telepon, suatu malam.

Demikianlah Bambang. Walaupun memiliki dua mobil di rumahnya di Depok, Jawa Barat, setiap hari dia menumpang kereta rel listrik untuk pulang-pergi ke tempat kerja, selain juga menggunakan ojek, bus kota, dan terkadang taksi.

Kesederhanaan Bambang sangat dikenal kawan-kawannya. Bahkan, saking sederhananya, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki secara berseloroh mengatakan, Bambang cenderung kikir terhadap diri sendiri. ”Dia naik angkutan umum dan kereta. Bukan berarti miskin. Di antara teman-teman, dia termasuk kaya,” katanya.

Kesaksian itu juga disampaikan Iskandar Sonhaji, rekan Bambang di kantor pengacara Widjojanto, Sonhaji & Partners. ”Dia sederhana dan melihat sesuatu dari kemanfaatannya. Karena itu, sehari-hari dia pilih kereta atau ojek karena lebih cepat,” katanya.

Bersama Iskandar, Bambang banyak menangani sengketa pemilu kepala daerah di Mahkamah Konstitusi dan perdata. ”Kasus pidana tak ada. Kami dari awal komitmen tak mau menjadi pengacara untuk kasus korupsi,” ujar Iskandar, yang mengenal Bambang ketika bersama-sama aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tahun 1984.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun