Maka kita melihat antara lain angka-angka seperti ini; kepuasan warga Jakarta terhadap pemerintahan Ahok sebesar 68,72 persen, sedangkan responden yang tidak puas sebesar 27,7 persen. Sementara itu ada juga responden sisa yang menjawab tidak tahu. Nah, untuk kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Djarot terlihat sebesar 52,05 persen mengatakan puas, dan yang tidak puas ada 27,44 persen, sisanya tidak menjawab puas atau tidak puas.Â
Dari hasil survei tersebut, responden menyebut salah satu keberhasilan utama pemerintahan Ahok-Djarot yaitu pelayanan kesehatan yang terjangkau sebesar 75,4 persen dan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan fasilitas umum sebesar 69,7 persen.Â
Ahok di sisi lain tentu tidak bisa menyelesaikan berbagai macam persoalan berat di ibu kota ini secepat dan semudah yang ada dalam harapan dan angan-angan begitu banyak warga. Apa saja itu? Contohnya ya macet dan banjir. Dua hal ini bukan persoalan mudah yang dapat diselesaikan dengan kecepatan Superman menyelesaikan sebuah problem. Tidak seperti itu. Itulah sebabnya juga maka masih ada 24,9 persen responden yang menganggap Ahok belum bisa mengurangi kemacetan.
Lalu untuk masalah harga kebutuhan bahan pokok yang masih belum terjangkau, terlihat jelas ketidakpuasan responden mencapai angka 23 persen. Begitu juga dengan penilaian terhadap impelementasi program Kartu Jakarta Sejahtera yang masih di bawah 50 persen, menunjukkan bahwa warga masih kurang puas.
Itulah kehidupan yang berputar. Ahok tentu telah berusaha sekuat dan semampu dia untuk menyelesaikan semua persoalan ibukota. Dan dia sungguh-sungguh melakukan itu. Kita boleh sedikit luangkan waktu untuk mengelilingi Jakarta dan lihat dengan mata hati yang jujur, tentang apa-apa saja yang sudah dan sementara dilakukan Ahok secara sungguh-sungguh. Youtube juga menyediakan begitu banyak informasi tentang sepak terjang Ahok dan upaya-upaya menciptakan keadilan sosial yang terus diperjuangkannya, meskipun dia tahu dirinya bukanlah Superman.
Berbicara soal Ahok yang bukan Superman, saya teringat kesaksian Ahok ketika ada seorang anak kecil yang bertanya kepadanya tentang apa yang akan dilakukan Ahok bila ia menjadi Superman?
Lalu apa jawab Ahok? Ia menjawab jujur bahwa dirinya bukan Superman dan tidak akan pernah menjadi Superman. Tetapi bila ia diberikan kekuatan dan kekuasaan sebagai pemimpin, maka yang pertama-tama akan dia lakukan adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap jiwa, dan kekuatan yang dia miliki. Dan lalu, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kemudian ia menjabarkan bahwa dari dua ungkapan itulah tergambar seluruh sila dalam Pancasila sebagai dasar negara kita. Dengan demikian maka keadilan sosial akan lebih mudah untuk dia upayakan menjadi bagian tak terpisah yang melekat dalam diri setiap warga DKI. Seperti itu.
Ahok memang bukanlah seorang Superman. Bukan manusia super yang punya kesaktian amat sakti mandraguna. Ia manusia biasa yang selalu berusaha untuk tidak bekerja biasa-biasa saja, tetapi demi melakukan sesuatu yang luar biasa bagi warga lain. Di mata saya, apa yang dilakukan Ahok selama ini lumayan super lah. Perkataan-perkataannya boleh jadi tidak sesuper kata-kata Mario Teguh. Namun tindakan dan kinerjanya jauh lebih super dari para pengritik dirinya yang hanya tau bicara tapi tak bekerja apapun. Di antara kumpulan orang-orang tersebut, ada Yusril, ada Lulung, ada Sarumpaet, ada Dhani, dan ada entah siapa lagi. Banyak mereka itu. Barisan NATO kelas berat. No Action Talk Only!
Kinerja Ahok
Tidak perlulah rasanya untuk menguraikan satu per satu di sini. Tidak usah dibahas soal sungai-sungai yang bersih dan got-got yang mengalir lancar. Tidak usah pula disinggung soal percepatan pembangunan tambahan trotoar dan taman-taman terbuka hijau di seantero Jakarta. Tidak usah juga misalnya untuk dipaparkan sedetail mungkin masalah penghematan anggaran, pencegahan tindak korupsi, dan hal-hal serupa itu yang terus diperjuangkan Ahok selama ia memimpin, hal mana hampir tak pernah disentuh gubernur-gubernur sebelumnya.
Banyak warga yang mengaku puas dengan perbaikan birokrasi. Lelang jabatan lurah dan camat menjadi gebrakan yang patut diacungi jempol. Melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) ala Jokowi-Basuki, maka kini Jakarta memperolah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang punya kompetensi dan profesionalisme untuk memimpin kelurahan atau kecamatan. Keberadaan lelang jabatan kepala sekolah juga menjadi hal baru yang positif. Melalui program ini, jelas-jelas profesionalitas tenaga pendidik diuji dan terus diutamakan. Semua tenaga pendidik PNS di Jakarta yang berusia maksimal 54 tahun berhak mendaftar untuk ikut lelang. Dengan lelang ini, kepala sekolah baru diharapkan lebih mementingkan manajemen kegiatan belajar-mengajar dibandingkan melulu mengurusi soal proyek ini dan itu.