Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada DKI: Ahok Bukan Superman Tetapi Ia Memang Lumayan Super

27 September 2016   14:16 Diperbarui: 27 September 2016   15:38 2881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok-Djarot (Kompas.com)

Keunggulan calon petahana memang berbanding lurus dengan hasil bermacam survei yang menunjukkan tingginya elektabilitas petahana ini. Dari setahun lalu, Ahok selalu saja unggul dalam berbagai macam survei. Ini fakta. Jadi kalau ada yang koar-koar banyak masyarakat DKI yang tidak suka Ahok, itu masyarakat yang mana?

Terus yang suka dan yang tidak suka itu lebih banyak yang mana? Tidak akan pernah mungkin ada pemimpin yang disukai 100 persen warga yang dipimpinnya. Anda tidak akan mungkin memuaskan semua orang. Ini masih di bumi dan belum di sorga. Anda hanya perlu berupaya menghadirkan ‘sorga’ di muka bumi ini supaya akan semakin banyak yang menyukai Anda.

Kini pun setelah pasangan calon sudah mengerucut menjadi 3 pasang, menurut analisa banyak pengamat politik Ahok itu masih tetap unggul jauh dibanding dua pasangan lainnya. Memang belum banyak survei dilakukan setelah 3 pasang ini dipastikan akan berlaga pada pilkada DKI 2017.

 Ada beberapa survei yang rupanya telah coba dimulai. Misalnya saja, dalam sebuah polling paling update yang dilakukan oleh CNNIndonesia.com lewat Twitter yang digelar sejak Jumat malam hingga Sabtu pagi yang lalu, maka duet Ahok-Djarot terlihat masih unggul jauh di atas lawan-lawannya. Dari 2.857 responden yang mengikuti polling, Ahok-Djarot meraih 66 persen suara, diikuti Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebanyak 18 persen, serta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni 16 persen suara.

 Lalu Kompasiana melalui akun twitternya juga tak mau ketinggalan coba melakukan jajak pendapat dengan hasil sebagai berikut; 70 persen untuk Basuki Tjahaja Purnama, 15 persen untuk Agus Yudhoyono, dan 15 persen untuk Anies Baswedan. Jajak pendapat tersebut diikuti oleh tak kurang dari 5573 orang.

Kemudian hasil survei yang dilakukan Media Research Center menyebutkan bahwa pasangan bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Ahok dan Djarot tetaplah menempati posisi teratas jika pilkada DKI Jakarta dilakukan saat ini. Hasil elektabilitas pasangan Ahok-Djarot berada paling tinggi, yaitu di kisaran angka 37,8 persen, disusul oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan 28,3 persen, lalu kemudian pasangan Agus Harimukti-Sylviana Murni mengekor dengan 17,3 persen.

Hasil survei tentu dapat berubah-ubah jika dilakukan secara terus menerus disertai dengan sebaran responden yang berbeda-beda, tetapi apa yang digambarkan oleh hasil sementara survei tersebut setidaknya dapat dijadikan acuan untuk terus berbenah diri bila ingin meraih banyak suara pada pilkada paling seru di Jakarta ini.

Ahok Bukan Superman

Ahok dipilih Megawati ‘mewakili’ PDIP tentu bukan karena ia Superman. Begitu juga dengan dukungan banyak pihak, termasuk partai-partai lain di belakangnya, dan tentu juga para relawan Teman –Ahok – Djarot. Mereka mendukung Ahok bukan oleh karena melihat Ahok itu sebagai manusia super.

Sangat bisa jadi banyak juga kekurangan Ahok yang kita sendiri tentu tidak boleh menafikannya begitu saja. Tetapi saya yakin dan percaya ada jauh lebih banyak keunggulan serta keberhasilan Ahok yang membuat masyarakat Jakarta begitu mencintai dia. Bahkan dukungan dan support tingkat tinggi untuk Ahok tidak hanya datang dari seputaran Jakarta saja, melainkan datang juga dari seluruh pelosok tanah air. Ini luar biasa.

Ahok memang bukan Superman. Ini tentu juga tercermin dari paparan Lembaga survei Poltracking Indonesia yang juga telah merilis hasil survei terkait kepuasan warga Jakarta terhadap pemerintahan Ahok dan Djarot selama ini. Hasil survei itu memperlihatkan tingkat kepuasan warga Jakarta jelang Pilkada DKI 2017. 

Maka kita melihat antara lain angka-angka seperti ini; kepuasan warga Jakarta terhadap pemerintahan Ahok sebesar 68,72 persen, sedangkan responden yang tidak puas sebesar 27,7 persen. Sementara itu ada juga responden sisa yang menjawab tidak tahu. Nah, untuk kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Djarot terlihat sebesar 52,05 persen mengatakan puas, dan yang tidak puas ada 27,44 persen, sisanya tidak menjawab puas atau tidak puas. 

Dari hasil survei tersebut, responden menyebut salah satu keberhasilan utama pemerintahan Ahok-Djarot yaitu pelayanan kesehatan yang terjangkau sebesar 75,4 persen dan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan fasilitas umum sebesar 69,7 persen. 

Ahok di sisi lain tentu tidak bisa menyelesaikan berbagai macam persoalan berat di ibu kota ini secepat dan semudah yang ada dalam harapan dan angan-angan begitu banyak warga. Apa saja itu? Contohnya ya macet dan banjir. Dua hal ini bukan persoalan mudah yang dapat diselesaikan dengan kecepatan Superman menyelesaikan sebuah problem. Tidak seperti itu. Itulah sebabnya juga maka masih ada 24,9 persen responden yang menganggap Ahok belum bisa mengurangi kemacetan.

Lalu untuk masalah harga kebutuhan bahan pokok yang masih belum terjangkau, terlihat jelas ketidakpuasan responden mencapai angka 23 persen. Begitu juga dengan penilaian terhadap impelementasi program Kartu Jakarta Sejahtera yang masih di bawah 50 persen, menunjukkan bahwa warga masih kurang puas.

Itulah kehidupan yang berputar. Ahok tentu telah berusaha sekuat dan semampu dia untuk menyelesaikan semua persoalan ibukota. Dan dia sungguh-sungguh melakukan itu. Kita boleh sedikit luangkan waktu untuk mengelilingi Jakarta dan lihat dengan mata hati yang jujur, tentang apa-apa saja yang sudah dan sementara dilakukan Ahok secara sungguh-sungguh. Youtube juga menyediakan begitu banyak informasi tentang sepak terjang Ahok dan upaya-upaya menciptakan keadilan sosial yang terus diperjuangkannya, meskipun dia tahu dirinya bukanlah Superman.

Berbicara soal Ahok yang bukan Superman, saya teringat kesaksian Ahok ketika ada seorang anak kecil yang bertanya kepadanya tentang apa yang akan dilakukan Ahok bila ia menjadi Superman?

Lalu apa jawab Ahok? Ia menjawab jujur bahwa dirinya bukan Superman dan tidak akan pernah menjadi Superman. Tetapi bila ia diberikan kekuatan dan kekuasaan sebagai pemimpin, maka yang pertama-tama akan dia lakukan adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap jiwa, dan kekuatan yang dia miliki. Dan lalu, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kemudian ia menjabarkan bahwa dari dua ungkapan itulah tergambar seluruh sila dalam Pancasila sebagai dasar negara kita. Dengan demikian maka keadilan sosial akan lebih mudah untuk dia upayakan menjadi bagian tak terpisah yang melekat dalam diri setiap warga DKI. Seperti itu.

Ahok memang bukanlah seorang Superman. Bukan manusia super yang punya kesaktian amat sakti mandraguna. Ia manusia biasa yang selalu berusaha untuk tidak bekerja biasa-biasa saja, tetapi demi melakukan sesuatu yang luar biasa bagi warga lain. Di mata saya, apa yang dilakukan Ahok selama ini lumayan super lah. Perkataan-perkataannya boleh jadi tidak sesuper kata-kata Mario Teguh. Namun tindakan dan kinerjanya jauh lebih super dari para pengritik dirinya yang hanya tau bicara tapi tak bekerja apapun. Di antara kumpulan orang-orang tersebut, ada Yusril, ada Lulung, ada Sarumpaet, ada Dhani, dan ada entah siapa lagi. Banyak mereka itu. Barisan NATO kelas berat. No Action Talk Only!

Kinerja Ahok

Tidak perlulah rasanya untuk menguraikan satu per satu di sini. Tidak usah dibahas soal sungai-sungai yang bersih dan got-got yang mengalir lancar. Tidak usah pula disinggung soal percepatan pembangunan tambahan trotoar dan taman-taman terbuka hijau di seantero Jakarta. Tidak usah juga misalnya untuk dipaparkan sedetail mungkin masalah penghematan anggaran, pencegahan tindak korupsi, dan hal-hal serupa itu yang terus diperjuangkan Ahok selama ia memimpin, hal mana hampir tak pernah disentuh gubernur-gubernur sebelumnya.

Banyak warga yang mengaku puas dengan perbaikan birokrasi. Lelang jabatan lurah dan camat menjadi gebrakan yang patut diacungi jempol. Melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) ala Jokowi-Basuki, maka kini Jakarta memperolah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang punya kompetensi dan profesionalisme untuk memimpin kelurahan atau kecamatan. Keberadaan lelang jabatan kepala sekolah juga menjadi hal baru yang positif. Melalui program ini, jelas-jelas profesionalitas tenaga pendidik diuji dan terus diutamakan. Semua tenaga pendidik PNS di Jakarta yang berusia maksimal 54 tahun berhak mendaftar untuk ikut lelang. Dengan lelang ini, kepala sekolah baru diharapkan lebih mementingkan manajemen kegiatan belajar-mengajar dibandingkan melulu mengurusi soal proyek ini dan itu.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sudah dijalankan selama ini telah memberikan kemudahan dan kepastian bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan perizinan dan non-perizinan. Meskipun masih ada yang harus dibenahi sana sini, tetapi langkah ini adalah sebuah gebrakan besar dalam sisi pelayanan masyarakat. Saya ketika mengurus KTP di kelurahan Kayu Putih umpamanya, sangat bagus pelayanannya dan tak banyak cingcong.

Jual Diri, Jual Gagasan, Jual Program, dan Jangan Jual Omong Kosong

Tiga pasangan calon di pilkada DKI tahun 2017 nanti sudah semestinya menjual gagasan dan program supaya tidak langsung menelan pil pahit dalam pilkada paling seru ini. Kalau jualannya sebatas SARA dan menyerang sisi personal kandidat lain, yakinlah itu tidak akan laku dijual dan ada harga mahal yang justru harus dibayar. Keutuhan bangsa masilah jauh lebih berharga daripada sekedar berusaha memenangi  pilkada namun dengan cara-cara tidak beradab.

Kampanye hitam itu sangat ditolak di negara manapun. Jangan sampai ia justru dibudidayakan di negeri kita ini. Sekedar kampanye negatif ya sah-sah saja sih. Misalnya saja dengan menguraikan dan mengkampanyekan tentang sifat kasar seseorang, atau tentang sifat santun artifisial seseorang yang hanya manis di bibir namunsungguh lain di dalam hati. Silakan saja berkampanye negatif dengan mengutarakan sisi lemah kandidat lain seperti itu, tapi jangan pernah berkampanye hitam. Jadi tolong bedakan itu.

Contoh kampanye hitam adalah seperti apa yang terjadi pada pilpres lalu, dimana Jokowi disebutkan sebagai anak PKI lah, bapaknya orang China lah, Jokowi Kristen lah, dan sebagainya. Itu fitnah tak berdasar dan masuk kategori kampanye hitam alias kampanyenya orang-orang yang sudah kehilangan akal dan selalu memakai metode menghalalkan segala cara. This is so stupid. Kayak orang-orang yang sudah mati rasa dan tidak punya gagasan serta ide brilian sama sekali.

‘Jual Diri’ dan Sugesti

Pasangan kandidat silakan saja untuk ‘jual diri’, karena hal itu diijinkan kok. Tidak haram dan sah-sah saja. Ayo jual kelebihan-kelibahan diri Anda sebisa dan seintens mungkin. Masyarakat pembeli (baca: pemilih) tentu harus tau dulu barang dagangan apa yang sedang didagangkan, mencari tau specnya seperti apa, kualitasnya bagaimana, daya tahannya, dan lain sebagainya, sebelum nantinya mereka kepincut untuk membelinya. So, jual diri dalam berkampanye sah-sah saja dan bahkan menjadi sebuah keniscayaan.

Masing-masing pasangan calon harus punya personal branding untuk dijual. Umpamanya Ahok yang tegas dan suka marah-marah pada yang salah. Itu personal branding dia. Mau ada yang nggak suka kek, yang anti terhadap pribadi yang suka marah-marah kek, itu urusan nanti. Buktinya jauh lebih banyak yang suka Ahok tetap tegas dan marah-marah kan? Itu branding dia – BTP bisa jadi Bersih, Terpercaya, Profesional. Bisa juga BTP itu adalah Berintegritas, Tegas, Profesional. Bahkan kalau perlu kita harus sampai pada level ‘melacurkan diri’ demi menjual personal branding diri kita sendiri. Mengenai melacurkan diri demi personal branding dapat dibaca secara perlahan-lahan di sini:  Melacurkan Personal Branding

Sugesti juga penting dalam memenangi suara pemilih. Ahok punya magnet yang dapat menyedot siapa saja untuk terus membicarakan dirinya. Lihat saja sekumpulan media yang tidak pernah absen memberitakan dirinya, entah itu positif pun yang negatif. Kita harus akui Ahok punya daya tarik itu. Disamping punya nilai jual dia juga punya daya tarik. Apa saja tentang dirinya bisa jadi berita. Hanya sekedar menghadiri perkawinan saja rupanya bagi sebagian media adalah berita yang layak muat, bahkan tampil di halaman pertama. Ini kan luar biasa.

Menurut saya sugesti itu penting. Oleh sebab itu, saya percaya Ahok tanpa sengaja telah mampu mensugesti begitu banyak orang untuk terus membicarakan dirinya, atau dengan kata lain terus memopulerkan dirinya, secara natural tentunya. Sugesti di lihat dari segi apapun kerap sangatlah penting, apalagi di Jakarta yang sangat beragam dan luas ini. Mensugesti seseorang supaya memilih kita itu tidak mungkin terjadi dalam hitungan hari saja, ia butuh waktu yang lama. Para pemilih dan pendukung setia Ahok tidak mungkin tersugesti dalam hitungan hari. Mereka sudah mengikuti dan mencermati sepak terjang Ahok tentu sejak lama, dan akhirnya jatuh cinta padanya. Ini keuntungan Ahok karena ia sudah dikenal dan sudah banyak yang tersugesti. Bicara masalah mensugesti pemilih Jakarta sebetulnya sudah pernah saya tuliskan sebelum Jokowi-Ahok menang pada pilkada Jakarta yang lalu. Dapat ditelusuri dan dinikmati di sini: Pentingnya Sugesti Bagi Pemilih Jakarta

Anies Baswedan tentu sudah mahfum benar apa yang dimaksud dengan menjual diri, bagaimana memunculkan personal brandingnya sendiri, dan lalu bagaimana pula cara mensugesti orang lain. Dia bahkan, sadar atau tidak, justru sudah mempraktikan hal itu sejak lama. Maka jangan heran kalau ia punya basis relawan yang banyak, ia begitu dicintai juga oleh para pendukung setianya, dan kata-katanya bisa sangat memengaruhi orang yang mendengarkan dia bicara.

Saya tidak tahu bagaimana Agus Yudhoyono hendak menjual dirinya dalam pilkada kali ini. Dia belum begitu mahir dalam berpolitik, dan sebagai anggota TNI yang terkenal ‘kaku’ maka rasanya tak gampang dirinya menciptakan personal branding yang punya nilai jual. Saya nggak bilang tak mungkin loh ya, namun saya bilang tak gampang. Begitu juga dengan cara-cara apa yang akan dia pakai untuk mensugesti pemilih supaya mau memilih dirinya. Apakah kharisma bapaknya yang pernah menjabat Presiden yang akan dia ajukan sebagai sebuah nilai jual yang kemungkinan (harapannya) bisa memengaruhi orang? Entahlah.

Kalau saya melihatnya, dari triple ‘A’ ini, yaitu Ahok, Anies dan Agus, maka yang akan masuk putaran ke-dua adalah Ahok dan Anies. Dan di putaran ke dua ini mereka berdua lalu kemudian akan bertanding secara elegan supaya dipilih orang.

Dengan cara menjual diri yang bisa sama jago. Dengan cara menciptakan personal branding yang hampir sama kuat. Dan entah dengan kekuatan mensugesti pemilih siapa yang lebih kuat, mereka akan berjibaku secara jantan dan gentlemen. Semoga saja partai-partai pendukung tidak merusak suasana ini dengan cara-cara tak terpuji di belakang mereka.

Ahok sebetulnya sudah menang banyak dalam hal ini, oleh karena dia sudah berbuat untuk DKI Jakarta sementara Anies baru akan. Ahok sudah unggul selangkah atau beberapa langkah di depan, karena sudah banyak yang ia hasilkan sementara Anies baru mau akan melakukan. Namun politik itu unpredictable, jadi kita tunggu saja nanti di tahun 2017. Selamat berjuang. Selamat menjual!

Untuk menjadi tuan maka seorang politisi yang baik harus justru menjadi  seorang pelayan. Gubernur adalah pelayan masyakarat. Kita tergelitik membaca tulisan Charles de Gaulle ini, “In order to become the master, the politician poses as the servant. Siapa yang siap menjadi pelayan, maka saya rasa dialah yang patut dan pantas dipilih---Michael Sendow---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun