Itu...
Mungkin ada yang bilang, oh iya itu kan kalau perempuan tidak cerewet, bagaimana kalau ia cerewet dan sudah ‘terlanjur’ menjadi istri kita? Tetap dong, nggak boleh berubah kitanya. Tetap perlu disayangi dan dikasihi karena kan dia sudah menjadi bagian keluarga, dua sudah menjadi satu. Masak sih mau ditalak tiga atau diceraikan hanya karena dia cerewet? Serius.
Tips Menghadapi Istri yang Cerewet
Sebagai suami, kita sebetulnya yang harus menjadi ‘tuan’ atas kecerewetan istri kita, bukan sebaliknya. Kalau dia marah ya jangan terpancing ikut marah. Kalau dia cerewet ya jangan ikut ikutan jadi cerewet. Jadi kalau ada suami yang ikut-ikutan teriak keras marah-marah menghadapi istri yang cerewet ya saya sarankan dia untuk pakai rok saja, jadi perempuan.
Makanya kan yang ada itu ‘hawa nafsu’ bukan ‘adam nafsu’ toh? Istri itu kan dominan nafsunya, perasaannya, emosinya, lebih menggunakan hati. Suami itukan lebih menggunakan pikiran, akal, dan logika. Jadi jangan balas istri yang lagi marah-marah dengan balik marah-marah pula. “Mikir...”
Saran saya begini:
Hadapi istri cerewet yang sementara marah-marah dengan diam
Loh, kok diam saja sih? Ini yang saya pratekkan. Serius. Istri saya kalo lagi marah tidak pernah saya balas cerewetin balik. Paling saya akan diam dan sekedar bilang “..oh ya”. Atau, “Oh gitu...”. Lalu saya tambahin “Ohhh kamu marah karena hal itu..” Saya kunci dengan, “Hemmmm...” Lantas kemudian saya diam. Iya, habis itu saya diam saja sampai dia kelar marah-marahnya.
Dan Anda tau, kalau saya hadapi kemarahan dan cerewetnya dia dengan diam, maka dalam sejarah pernikahan kita, tidak sekalipun dia menang berdebat. Tidak sekalipun. Soalnya kalau marah-marah dan teriak-teriak itu kan bikin capek, jadi dia sudah capek sendirian habis marah-marah.
Sering dia lalu bilang begini, “Paaa...kamu kok hanya begitu saja jawabannya padahal saya sudah marah-marah...!”. Atau, “Kamu kok diam-diam aja saya sudah seperti ini...” Lalu tau nggak apa saya bilang? Saya bilang begini, “Iyalah terus saya mau apa lagi...? Ya saya nikmati saja marah-marah dan cerewetmu itu...”
Saya bilang ke dia, “Kalau ketawa dan senyumanmu aku nikmati. Ketika kamu tidurpun aku nikmati. Maka marah-marahmu pun akan aku nikmati...” Dan dia pun akhirnya nyerah. Dia tidak akan melanjutkan marah-marahnya. Maka lengkaplah kata-kata bijak yang berkata, “Janganlah pendam amarahmu sampai matahari terbenam...”
Ciptakan komunikasi yang baik dan lancar