Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Laksamana Cheng Ho Sang Penemu Benua

31 Agustus 2015   13:15 Diperbarui: 31 Agustus 2015   13:15 8913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah waktu yang sudah ditentukan tiba, Cheng Ho dan armadanya kembali melalui jalur pelayaran mereka yang biasa, sampai mencapai Mogadishu di Afrika.Setelah mencapai Samudera Hindia, Cheng Ho dan ketiga armada bawahannya berpisah jalan untuk menempuh jalur yang sudah ditentukan sejak awal. Dalam perjalanan kali ini banyak sekali hal baru yang mereka jumpai. Umpamanya, dalam perjalanan tersebut mereka menemukan penunjuk Bintang Selatan, yaitu Bintang Canopus dan lalu menemukan juga Bintang Crucis Alpha yang menjadi penunjuk Garis Bujur. Para kartografer dan ahli-ahli yang ikut dalam pelayaran itu juga mencatat serta melukiskan hewan-hewan khas yang mereka jumpai tatkala mendarat di Australia, hewan khas itu adalah Kanguru. Banyak hal-hal baru juga yang mereka catat dan dokumentasikan. Setelah ekspedisi ke enam usai mereka pun kembali ke Cina.

Cheng Ho semakin bertambah tua usianya. Namun semangatnya tak pernah patah. Sepulangnya ke Cina, ternyata di Cina telah terjadi pergantian kaisar, dan Zhu Di tidak lagi menjabat. Kaisar yang baru tidak menghendaki adanya ekspedisi laut apapun. Padahal dalam hati Cheng Ho masih menyisahkan satu impian lagi, ia masih mau melakukan satu ekspedisi lagi sebagai ekpedisi ke tujuh dan yang terakhirnya. Lama ia harus menunggu sampai waktunya tiba. Pada tahun 1431, ketika usianya sudah semakin menua dan sudah lanjut usia, kesempatan itupun akhirnya dating juga. Ia dapat melakukan ekspedisi terakhirnya.

Dalam ekspedisi terakhirnya ini Cheng Ho mengatakan kepada Ma Huan, penulis yang senantiasa menemani dirinya itu satu keinginan hati. Katanya kepada Ma Huan, “Dalam perjalanan terakhir ini, ada satu hal yang sangat ingin aku penuhi. Aku ingin melihat ka’bah untuk yang pertama dan terakhir kalinya….Aku ingin kita berlayar sampai ke negeri itu.” Tetapi ia lalu mengatakan kepada Ma Huan bahwa sebagai pemimpin yang bertanggungjawab ia tidak dapat meninggalkan kapal yang ia pimpin barang sedetik saja. Jadi ia tidak dapat meninggalkan kapal untuk turun pergi melihat ka’bah meskipun hatinya sangat ingin melakukan itu. Makanya ia membawa Ma Huan kali ini dengan tugas khusus untuknya. Cheng Ho mengatakan bahwa pada saat kapalnya mencapai Afrika dan akan kembali pulang ke Cina, ia bermaksud berlayar melewati Tanah Arab sekali lagi. Pada saat mencapai Arab ia menyuruh Ma Huan untuk pergi ke Mekkah dan melukiskan ka’bah bagi dirinya. Setelah berbulan-bulan berlayar Cheng Ho mencapai Swahili di Afrika. Dalam perjalanan pulang itulah dia kemudian menugaskan Ma Huan untuk pergi ke Mekkah dan melukiskan Ka’bah untuk dirinya. Di Mekkah, Ma Huan menulis dan menggambarkan kondisi kota tersebut, ia juga pergi ke Masjidil Haram dan menggambarkan ka’bah yang akan dipersembahkan kepada Laksamana Agung Cheng Ho ketika pulang nanti.

Pada usia 62 tahun Cheng Ho meninggal dunia dalam perjalanan pulangnya dari ekspedisi terakhirnya. Ia dimakamkan di laut sebagaimana layaknya seorang pelaut besar dimakamkan. Sisa armada yang dipimpinnya kembali pulang ke Cina dengan hati bersedih karena baru saja kehilangan seorang pemimpin besar. Seorang laksamana agung. Setelah Cheng Ho meninggal, Cina dan kekaisaran Ming semakin menutup diri dari dunia luar. Catatan pelayaran dan banyak catatan penting peninggalan Kaisar Zhu Di dimusnahkan dan dibakar. Ini tentu menyebabkan dunia tak banyak mengetahui jasa besar Cheng Ho dan semua armada kapal yang dipimpinnya itu.

Cheng Ho meninggalkan sejumlah peninggalan penting, baik bagi rakyat Cina maupun bagi seluruh dunia. Ia meninggalkan sebuah sistem navigasi, arah pelayaran, dan juga berbagai penemuan penting lainnya. Ia mewariskan sikap toleransi dan persahabatan antar bangsa. Peninggalan Cheng Ho di berbagai kawasan yang pernah disinggahi dan tinggali juga masih terus ada sampai sekarang. Mesjid-mesjid, Kelenteng, Kuil, prasasti-prasasti yang dibangunnya beberapa diantaranya bahkan masih ada sampai sekarang. Kebaikan hatinya, pengabdiannya yang luar biasa, ketulusan hatinya akan tetap tinggal di hati setiap mereka yang pernah mengetahui kisah hidupnya, perjalanannya dan semua ekspedisi hebatnya.

Tujuh kali Cheng Ho berlayar bolak-balik dalam kurun waktu 1405-1432. Di tiap negeri ia mempelajari seluk-beluk budaya setempat. Menurut catatan hariannya, di Semarang ia terpesona menonton wayang kulit namun terkejut melihat keris di pinggang para pria. Di Surabaya ia terheran-heran melihat burung yang berbicara seperti manusia. Di Palembang dan Banda Aceh ia juga mendapatkan pengalaman budaya yang unik bagi dirinya. Ia juga mengamati kehidupan agama-agama. Ia memperkenalkan agama Islam, namun penuh toleran terhadap agama lain. Di berbagai tempat ia membangun rumah ibadah untuk agama-agama lain. Di Sri Lanka terdapat prasasti doa Cheng Ho yang lintas agama. Data Ekspedisi Cheng Ho antara lain dapat dibaca lengkap di buku setebal lima ratus halaman berjudul 1421—The Year China Discovered the World tulisan Gavin Menzies, seorang kapten kapal Inggris.

Salah satu prasasti Di Liu – Chia – Chang tertulis demikian, “…Kami telah melintasi lautan luas dari 10.000 Li dan telah menyaksikan gelombang tinggi seperti gunung di lautan yang menjulang tinggi ke langit. Kami telah mengamati wilayah barbar yang jauh, tersembunyi dalam transparansi cahaya asap biru, sementara layar kapal kami, dengan angkuh membentang bagai awan. Siang dan malam melanjutkan perjalanan, cepat bagaikan bintang, melintasi ombak yang ganas itu…” ---Michael Sendow---

---

(Dari berbagai sumber data)

Ilustrasi: alshafa.files.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun