Ternyata semua perkiraan saya salah. Masih dalam masa sibuk mengurus barang-barang kantor yang dipindah, pagi itu saya menerima tagihan. Dua tagihan kartu kredit atas nama saya, dan saya panik mencari kartu kredit yang masih aman di tempat pensil. Saya kira itu PIN yang akhirnya datang. Saya bingung bagaimana caranya bisa transaksi tapi tanpa PIN, (untuk kartu Mandiri). entah saya salah tangkap, atau saya dibohongi CS.Â
Selama tiga tahun mengalami proses panjang, saya dilempar sana sini dan dikecewakan pelayanan yang buruk dari kedua bank. Tapi saya pun tidak melupakan bantuan dari teman-teman dan pihak bank yang masih ada berbaik hati menolong saya mengarahkan, terus terang saya bingung karena itu pertama kali saya pakai kartu kredit.Â
Menuju Tahap Akhir
Setelah mengadu sana sini, ke lapor.go.id ditangani BUMN, lapor kepolisian, lapor ke yayasan perlindungan konsumen, berusaha lapor ke Pak Presiden di website lapor presiden yang (mungkin) masih error sampai sekarang, sampai akhirnya saya ke BI.
Sayangnya saya tidak tahu di awal bahwa BI menyediakan jasa seperti ini, ya bukan saya saja, beberapa nasabah di Bank Mega waktu saya ajak ngobrol punya masalah serupa dan mereka tidak tahu apa-apa tentang bantuan yang diberikan BI. Jadi merasa wajar saya kecolongan mau menyanggupi membayar tagihan Bank Mega, saya tertekan dan melihat mama pun yang sudah banyak masalah itu ikutan dicaci maki dan ditekan. Yah mama hanya melindungi anaknya, yang dia percaya memang saya tidak mungkin melakukan hal kejahatan macam itu.Â
Dalam kekalutan, saya menghubungi Bapak Pulo Siregar, dari lembaga bantuan hukum yang membantu kasus seperti ini. Beliau membantu saya mengarahkan, dan mengurangi jumlah biaya jasanya karena kondisi ekonomi keluarga yang sedang kekurangan. Tetapi, maaf Pak Pulo, saya sepertinya harus menghadapi ini sendirian, karena ada sesuatu di luar masalah ini (masalah saya tetap dibebankan atau terbebas), dan itu juga untuk kebaikan teman-teman perbankan harus tahu. Mereka tahu, pak. Tapi budeg! Jika mereka ndak budeg, mereka akan mendapatkan untung kelimpahan, selain uang tentu juga kepercayaan dari nasabah. Ya ampun pak, tapi mereka itu lagi budeg, gak papa kali ya klo nanti bawain korek kuping siapa tau banyak congeknya.Â
Hasil menunggu analisa dari Bank Indonesia tetap menyatakan bahwa semua itu dibebankan kepada saya, disebut juga bahwa kartu saya yang terbukti yang dimasukan ke mesin EDC. Sedangkan saya menerima itu dengan kondisi balik lagi ke kalut, nangis semalaman, kok  gw rasanya kayak menerima surat putus dari pacaarr.. Seperti ditinggalkan pacar, dan rasanya semua gak masuk akal ketika dia meninggalkan gw yang cantik dan baik ini demi yg lain, iya gak masuk akal bagaimana caranya bilang : ini kartu masih ada di gw gak pernah keluar dari tempat pensil, situ gak percaya klo itu tempat pensil itu masih di tas? kok nuduh keluargaku yang make. Eh mereka ijin lho klo mau minjem duit. Nemu lima ratus aja bilang: "ini 500 punya siapa ? Gw pake ya.. masukin celengan, boleh gak?"Â
Terus Anda tanya lagi: "orang terdekat mbak?" maksudnya:" itu pacar, tunangan, suami?" Saya jawab dengan hati pedih; "mas waktu di surat tagihan ini, waktu saya baru putus beberapa bulan sebelumnya.. saya waktu itu jomblo mas, jomblo.. mas ngerti gak sih saya waktu itu jomblooo..gak jadi tunangan, apalagi jadi suamiii.. "
Yah gak apa-apa sih, saya tahu pekerjaan anda itu berat. Ngurusin nasabah banyak kan seluruh Indonesia, dan ya melihat hal serupa eh gak taunya dipake sama sodara atau patjaarr.. Masalahnya tolong Anda pahami juga, kan ini saya nemu fenomena aneh.. kok bisa begini, saya itu melapor lho, bukan menghindar dari kenyataan. Kalau saya pakai ngapain saya repot-repot sampai ke BI dan berusaha ke pak presiden, kan mending nyicil bayar atau yaa minta keringanan krn kondisi ekonomi yang lagi seret.Â
Belanja itu bukan tipe saya mas/mbak, kecuali belanja sayur di tukang sayur (beneran lho), gw belum pernah lihat tukang sayur bawa mesin EDC sih sampai saat ini. Saya lihat di sini tagihan tertulis FO (mungkin ya factory outlet entah dimana itu kan gak lengkap, yg gw inget ada tulisan FO), jujur mbak/mas saya malu mengakui bahwa baju dan sepatu saya pakai sampai saat ini seringnya minjem kakak,adek, mama, dan juga dikasih dari sepupu. Saya pernah minjem uang? pernah. tapi saya senengnya ke teman atau saudara dan itu untuk keperluan bisnis, alias untuk barang yang bisa dijual lagi. Sialnya saya baru tahu soal bunga kredit itu beda sama tabungan debit, jd yaa benar juga pilihan saya untuk pinjam teman/saudara itu ndak dipakein bunga untuk balikinnya, yang penting saya kembalikan lagi ke mereka krn mereka juga membutuhkan.Â
Oh, kyknya juga ada yg pake nama motor2 itu.. haduh, pak/bu. Anda ngeledek saya? Saya itu gak bisa naik sepeda, apalagi motor. Saya gak bisa nyetir apalagi tahu soal hubungannya dengan itu. Lalu ngapain saya belanja motor2an.