Mohon tunggu...
Michael Nugraha Budiarto
Michael Nugraha Budiarto Mohon Tunggu... Konsultan - Managing Director of ASEAN Youth Organization | Founder eDUHkasi | Passionate Leader

Tertarik untuk berdiskusi, memperbincangkan topik yang pernah atau sedang menjadi polemik. Memiliki blog pribadi di www.huangsperspective.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran Agama dan Memahami Tuhan: Seri Kontemplasi

14 Juli 2020   01:14 Diperbarui: 14 Juli 2020   01:14 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gregory of Nyssa, Not Three Gods

Salah satu sejarah teologi yang menurut saya sangat menarik karena kehati-hatian mereka terhadap kemuliaan dari esensi dari Tuhan sebagai entitas yang membuktikan dirinya sendiri, seperti sebuah konsep dari Aristoteles tentang the Unmoved Mover atau the Prime Mover.

Perdebatan tentang konsep Tuhan kemudian dilanjutkan oleh salah satunya Faylasufs dengan konsep Falsafahnya(Faylasufs terbentuk ketika ilmu filsafat mulai memasuki dan dikenal oleh cendekiawan Arab), Mutazili, kemudian dengan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina, Ibn Rushd, Al-Ghazali, dan masih banyak lagi. 

Para Mutazili begitu pula Faylasufs yang berusaha memahami Tuhan dari sisi logika dan nalar dianggap terlalu "memanusiakan" Tuhan sehingga menurut pandangan saya sendiri bisa dikatakan "melucuti" Tuhan sehingga mereka ditentang oleh para tradisionalis yang percaya bahwa Tuhan tidak bisa dan tidak mungkin bisa dipahami oleh sekadar manusia. 

Berbagai cara dilakukan oleh berbagai teolog dan filsuf untuk memahami Tuhan, berbagai konklusi pula muncul. Namun, satu hal yang pasti, adalah kita manusia terlalu kecil dan terlalu fana untuk memahami bahkan sebagian kecil dari esensi Tuhan. Untuk berkata bahwa kita dapat memahami Tuhan adalah sebuah "penghinaan" ciptaan terhadap penciptanya.

Tuhan hadir tanpa perlu pengakuan dari kita manusia, realitasnya objektif. Apa yang kita bisa pahami dari Tuhan adalah kita tidak bisa memahami Tuhan, karena apabila kita bisa memahami Tuhan sampai ke taraf esensi dari eksistensi Tuhan itu sendiri, bisakah ia disebut Tuhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun