Gregory of Nyssa, Not Three Gods
Salah satu sejarah teologi yang menurut saya sangat menarik karena kehati-hatian mereka terhadap kemuliaan dari esensi dari Tuhan sebagai entitas yang membuktikan dirinya sendiri, seperti sebuah konsep dari Aristoteles tentang the Unmoved Mover atau the Prime Mover.
Perdebatan tentang konsep Tuhan kemudian dilanjutkan oleh salah satunya Faylasufs dengan konsep Falsafahnya(Faylasufs terbentuk ketika ilmu filsafat mulai memasuki dan dikenal oleh cendekiawan Arab), Mutazili, kemudian dengan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina, Ibn Rushd, Al-Ghazali, dan masih banyak lagi.Â
Para Mutazili begitu pula Faylasufs yang berusaha memahami Tuhan dari sisi logika dan nalar dianggap terlalu "memanusiakan" Tuhan sehingga menurut pandangan saya sendiri bisa dikatakan "melucuti" Tuhan sehingga mereka ditentang oleh para tradisionalis yang percaya bahwa Tuhan tidak bisa dan tidak mungkin bisa dipahami oleh sekadar manusia.Â
Berbagai cara dilakukan oleh berbagai teolog dan filsuf untuk memahami Tuhan, berbagai konklusi pula muncul. Namun, satu hal yang pasti, adalah kita manusia terlalu kecil dan terlalu fana untuk memahami bahkan sebagian kecil dari esensi Tuhan. Untuk berkata bahwa kita dapat memahami Tuhan adalah sebuah "penghinaan" ciptaan terhadap penciptanya.
Tuhan hadir tanpa perlu pengakuan dari kita manusia, realitasnya objektif. Apa yang kita bisa pahami dari Tuhan adalah kita tidak bisa memahami Tuhan, karena apabila kita bisa memahami Tuhan sampai ke taraf esensi dari eksistensi Tuhan itu sendiri, bisakah ia disebut Tuhan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H