Mungkin kau tertawa membaca surat yang kukirim kepada engkau ini.
Sekali lagi aku bertanya-tanya, kali ini aku mungkin akan menerka jawabanmu tentu ini berkaitan dengan konsentrasi ilmu yang kau pelajari di negeri Paman Sam sana.
Bacalah ini, jangan lupa tertawa bila perlu "laugh so hard you cry," Maria Johnsenku...
"Mengapa menerbitkan uang harus memiliki aturannya tersendiri, bukankah uang itu hanyalah selembar kertas yang dijadikan oleh manusia simbol kekayaan materil, tinggi rendahnya status sosial, atau jangan-jangan kita memang sengaja untuk menciptakan kasta?"
Aduh, semakin tolol saja aku bertanya, sebaiknya engkau tertawa sebentar sebelum lanjut membaca surat curahan hatiku yang pilu dan menjengkelkan ini, Maria.
Kalau saja kau berada di dekatku berbincang denganku saat ini tidak mustahil kau akan mengatakan:
"Hey Udik, itu sudah prosedurnya, menciptakan uang itu berpatokan pada Dollar. Tidak bisa seenak omongmu saja. Begini, jika nilai tukar mata uangku menguat, maka nilai rupiahmu melemah. Nilai uang kami melemah sedikit, bolehlah bangsamu merasa senang jua atau sekadar penghibur di headline-headline berita di sana".
Walaupun tadi aku bertanya-bertanya tentang banyak hal padamu. Â Belum senang hatiku, sekarang aku ingin bertanya perihal yang dianggap tabu dalam masyarakat di negaraku, dan menyeramkan bagi orang-orang yang mengatakan dirinya beriman.
Bacalah ini Maria kemudian hayati dengan seksama, dialog antara aku dan hatiku yang tengah mencari iman (yang) tercecer.
"Apakah Tuhan itu ada?
"Dalam ayat dan firmannya selalu mengatakan jadilah orang baik, saleh, kerjakan perintahKu maka akan Kuberikan rahmatku."