Standup, sebagai wahana alternatif, bertujuan untuk 'menyentil' batas-batas hegemoni melalui gaya komedi di atas panggung. Ketika batas hegemoni berusaha 'didorong' melalui pembahasan gender atau ras (atau SARA), maka komika sebenarnya sedang meluncurkan kritik sosial.Â
Setelah menyadari hal ini, fenomena komika yang menyinggung dapat dipahami sebagai hal yang lumrah yaitu sebagai usaha komika untuk memberi penyadaran penonton terhadap fenomena-fenomena tertentu.
Sebagai salah satu contoh adalah komika Leslie Jones (Antonie 2016). Jones adalah komika wanita kulit hitam di Amerika Serikat yang pernah menghadapi cuitan khalayak umum setelah pembawaan materi standup tentang perbudakan kulit hitam di Amerika.Â
Terlepas dari berbagai respon serta kemarahan yang tertuju kepadanya, Leslie Jones membawa materi tersebut untuk mengkritik orang kulit putih [MDL1] serta pemahaman feminitas wanita kulit hitam di Amerika Serikat.
Leslie Jones tak berbeda dengan posisi Joshua Suherman, Coki Pardede, Tritan Muslim, atau Ge Pamungkas. Mereka dianggap menyinggung karena memang materi yang disusun didasarkan kepada urgenitas tertentu. Leslie Jones dengan kondisi masyarakat Amerika. Empat komika Indonesia dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Melalui pemahaman tentang materi komika, pertanyaan yang melibatkan komika sebagai pengajar dapat dijawab. Mata pelajaran khusus yang diampu komika dalam panggung adalah 'Pendidikan Tawa'. Bukan pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, atau bahkan pendidikan jasmani dan kesehatan.Â
Dalam mata pelajaran pendidikan tawa, komika memberi alternatif dalam metode pembelajaran yang dianggap remeh yaitu melalui tawa. Sebagai pengajar, komika membuktikkan bahwa pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui ruang formal yang cenderung serius dan penuh ketegangan.
Belajar dari Tawa
Berkomedi berarti belajar dari tawa. Dalam peran komika sebagai pengajar, penonton sebagai pelajar juga dituntut untuk belajar. Tak hanya tertawa terbahak-bahak, penonton diharuskan untuk memproses komedi yang disampaikan sebagai pernyataan yang sarat makna.Â
Kritik sosial yang berusaha disampaikan oleh komika melalui materi seringkali terlontar secara implisit. Sehingga, penonton harus mengklarifikasi dan membuktikan berbagai pernyataan yang disampaikan komika---seperti halnya relasi guru dan murid.
Selain komedi sebagai wadah alternatif, komedi juga merupakan wadah pendidikan yang memberi kesempatan orang untuk terus belajar mengenai dirinya dan orang lain. Dengan menertawakan komika, penonton telah menertawakan diri sendiri dan orang lain.Â