Mohon tunggu...
Mia TriNurcahyani
Mia TriNurcahyani Mohon Tunggu... Lainnya - Mia Tri Nurcahyani

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, UMY.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Tayangan Televisi yang Haus akan Moralitas dan Etika

10 April 2020   10:39 Diperbarui: 18 September 2022   10:21 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Tayangan televisi yang menampilka  adegan kekerasan didalam studio.

Televisi merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa sebagaimana diuraikan, yakni : berlangsung satu arah, komunikasi katornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan, dan komunikannya heterogen (Effendy, 1993). 

Jadi, dapat diartikan bahwa televisi adalah media massa yang digunakan untuk penyebaran informasi dan sebagai sarana hiburan dengan menggunakan media visual dan audiovisual. 

Sejarah Televisi di Indonesia dimulai pada 24 Agustus 1962, ketika stasiun televisi milik pemerintah Televisi Republik Indonesia (TVRI) mengudara. Siaran pertama stasiun televisi ini adalah tayangan upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Pada awalnya stasiun televisi TVRI hanya digunakan untuk menyuarakan kepentingan pemerintah saja, sampai pada akhirnya muncul stasiun televisi swasta pertama yang bernama Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). RCTI merupakan terobosan dalam kebijakan pemerintah Orde Baru dalam mengakhiri monopoli siaran yang sebelumnya hanya dikuasai oleh TVRI (Junaedi, 2019).

Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih, maka hal itu jugalah yang kemudian membuat pertelevisian di Indonesia bersaing semakin ketat. 

Ironisnya pertelevisian sekarang justru menghadirkan program-program televisi yang merobohkan pola pikir masyarakat. Moralitas dan etika menjadi hal utama yang dipermasalahkan dalam dunia pertelevisian yang kini kian semakin merosok.

Hampir semua program yang ada ditelevisi menyelipkan hal-hal yang berbau seksual dan kekerasan. Adegan seksual merupakan hal-hal yang berkenaan dengan perilaku seksual atau persetubuhan seksual baik itu dalam bentuk pembicaraan ataupun gerak tubuh yang menjurus pada dorongan oleh hasrat seksual. 

Sedangkan kekerasan adalah bentuk tindakan dan perilaku manusia untuk menyakiti orang lain. Kedua hal inilah yang sering muncul pada tayangan televisi di Indonesia karena dianggap bisa menarik perhatian dan mempertahankan eksistensi suatu program dimata masyarakat. 

Padahal sejatinya program-program yang ada ditelevisi memiliki fungsi utama, yaitu sebagai sarana informatif, edukatif, dan hiburan.

Pertelevisian di Indonesia sekarang telah banyak mengalami perubahan. Tayangan yang seharusnya infomatif, edukatif, dan menghibur kini berubah menjadi tayangan yang menampilkan aib-aib para bintang tamunya yang hadir, menampilkan kekerasan, menampilkan kebohongan serta menampilkan atau menceritakan hal-hal pribadi yang sebenarnya tidak menjadi hal yang harus diketahui oleh masyarakat luas.

Salah satunya terdapat pada tayangan program televisi reality show dan variety show. Reality show yang sejatinya menampilkan realitas dan kenyataan yang ada, malah justru penuh dengan kepalsuan dan tidak alami dengan menggunakan konsep. 

Begitupun variety show yang tidak jauh berbeda. Terkadang program tersebut menampilkan konten seksual dan kekerasan yang seharusnya tidak ditayangkan. 

Seperti pada tayangan program televisi Garis Tangan yang tayang pada stasiun televisi ANTV. Program yang tayang pada hari Rabu, 8 Januari 2020 ini menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap selingkuhan istrinya. 

Adegan tersebut berupa kekerasan seperti memukul, menendang, dan mendorong. Kemudian memajang banner foto istrinya yang sedang berselingkuh dengan laki-laki lain yang diakhiri dengan kata-kata kasar.

Gambar 2. Tayangan yang menampilkan adegan kekerasan di luar studio.
Gambar 2. Tayangan yang menampilkan adegan kekerasan di luar studio.

Hal tersebut jelas melanggar peraturan Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) pasal 17, bahwa Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan. 

Kemudian melanggar Standar Program Siaran (SPS) pasal 24 ayat 1 bahwa program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar dan atau menghina agama dan Tuhan. 

Dan melanggar Standar Program Siaran (SPS) pasal 24 ayat 2 bahwa kata-kata kasar makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan Bahasa asing.

Kemudian terdapat lagi adegan yang melanggar yaitu pada tayangan diprogram televisi yang sama. Program ini menayangkan percakapan antara bintang tamu dan pembawa acara yang berkonten seksual. 

Percakapan itu terjadi ketika seorang suami dari wanita meminta pembawa program untuk merelaksasikan istrinya agar suami tersebut mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahan mereka. 

Ketika wanita itu direlaksasi, ia mengungkapkan bahwa ia berselingkuh dan melakukan hubungan diluar nikah dengan laki-laki lain. Wanita tersebut juga menceritakan adegan-adegan yang dilakukannya pada saat berhubungan seks. Adapun percakapannya adalah sebagai berikut:“Iya betul mas”

“Karena saya merasa suami saya kering kerontang” “Saya kan juga butuh seks”

“Lagian kalo berhubungan badan sama dia itu monoton, gitu-gitu aja” “Saya dianggap kayak gedebong pisang”

“Kalo main sama dia ga lama, kayak main sama kakek-kakek”

 

Gambar 3. Adegan pada saat wanita direlaksasi dan mengungkapkan hal-hal privasinya.
Gambar 3. Adegan pada saat wanita direlaksasi dan mengungkapkan hal-hal privasinya.
Tayangan tersebut jelas melanggar peraturan Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) pasal 1 ayat 24 bahwa hak privasi adalah hak atas kehidupan pribadi dan tidak berkaitan dengan kepentingan public, Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) pasal 9 bahwa Lembaga Penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat.

Standar Program Siaran (SPS) pasal 9 ayat 1 bahwa program siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh khalayak baik terkait agama, suku, budaya, usia, dan/atau latar belakang ekonomi.

Standar Program Siaran (SPS) pasal 9 ayat 2 bahwa program siaran wajib berhati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh msyarakat.

Standar Program Siaran (SPS) pasal 13 ayat 1 bahwa program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran. 

Standar Program Siaran (SPS) pasal 14 huruf C bahwa tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan/atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik, dan melanggar Standar Program Siaran (SPS) pasal 19 ayat 1 bahwa program siaran dilarang memuat pembenaran hubungan seks diluar nikah.

Sebenarnya ada banyak program televisi yang melanggar peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Beberapa program yang melanggar sudah diberikan teguran dan diberhentikan sementara oleh KPI. 

Teguran keras dari KPI sebenarnya bukanlah hal untuk membunuh kreatifitas seseorang dalam membuat program. Namun, program-program yang ditayangkan ditelevisi nasional maupun swasta seharusnya mengedepankan fungsi utama dari pertelevisian itu sendiri dan seharusnya memenuhi etika kesopanan dan kesusilaan yang ada dimasyarakat. 

Maka dari itu sebagai masyarakat, kita harus mampu memilah program televisi yang layak untuk dipertontonkan. Dukungan perintah dan Lembaga Penyiaran Publik pun menjadi hal yang sangat diharapkan untuk mewujudkan pertelevisian Indonesia memberikan program yang informatif, edukatif serta mengutamakan hiburan yang bermutu.

Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga yang mempunyai visi untuk memperbaiki kualitas kehidupan publik, kualitas kehidupan suatu bangsa, dan juga kualitas hubungan antarbangsa pada umumnya: serta mempunyai misi untuk menjadi forum diskusi, artikulasi, dan pelayanan kebutuhan publik (Effendi & Manayang, 2002).

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai penyedia tayangan program televisi agar lebih memperhatikan program-program acara yang akan ditayangkan kepada masyarakat, agar tidak ada tayangan yang berisikan konten negatif serta mengembalikan tujuan awal dari sebuah pertelevisian.

 

Mia Tri Nurcahyani, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun