Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Darurat Sikap Ilmiah

15 September 2020   21:18 Diperbarui: 15 September 2020   21:21 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan idealnya, penanganan kasus sebesar dan seistimewa COVID-19, negara kita harus menjadi negera "yang mendengar". Mendengar apa kata ahli, mendengar hasil riset-riset, mendengar solusi-solusi yang memang dipaparkan dengan basis penelitian.

Bahkan penyemarataan aturan di setiap titik di wilayah negara kita, tidak mampu menghadirkan efektivitas. Sehingga bukan tak terjadi, stigma di lingkungan pendidikan, di mana insan pendidikan jauh lebih takut dengah aturan "tidak bolehnya membuka sekolah" dibandingkan dengan ketakutan terhadap wabah COVID-19 itu sendiri. 

Bahkan untuk para guru atau kepala sekolah di pelosok yang benar-benar minim teknologi, tetap tak bisa berkutik untuk sekadar memperoleh penyesuaian aturan. Yang ada adalah, takut diberhentikan dari jabatan atau takut didiskualifikasi.

Ini lagi-lagi menjadi sebuah cerminan dari daduratnya sikap ilmiah. Bagaimana sebuah ketakutan terbangun, tanpa nalar atau logika yang benar.

Termasuk insiden penusukan ulama oleh seorang tak bertanggung jawab. Ini semacam repetisi atas kasus yang sebelunya sempat mengemuka. Penodongan ulama di sebuah masjid oleh seseorang, lalu sang pelaku dikategorikan orang gila. 

Ini sebuah nalar yang cukup sulit dicerna, terlebih ketika konteks tersebut berulang dengan penyikapan dan anggapan yang sama, di mana pelaku dianggap sebagai orang gila.

Konteks tersebut, bisa jadi merupakan rangkaian dari fobia terhadap ulama, atau lebih tepatnya sebuah stigma yang terbangun atas prasangka negatif terhadap agama Islam itu sendiri. Mungkin agama Islam telah dipandang radikal, membahayakan, dan digenerasilasi sebagai pemapar radikalisme.

Jika ditilik dari ilmu metodologi penelitian (tepatnya penelitian etnografi), stigma-stigma yang ada, itu tak berkaidah. Mengapa? Karena prinsip dari penilitian etnografi itu sendiri adalah;

Pertama, naturalisme, di mana tujuan penelitian sosial adalah untuk menangkap karakter perilaku manusia yang muncul secara alami, dan hanya diperoleh dengan melakukan kontak langsung. Bukan dari inferensi apa yang dilakukan orang.

Kedua, pemahaman, di mana tindakan manusia berbeda dari perilaku objek fisik, bahkan dari mahkluk lainnya.

Ketiga, penemuan, di mana ketika seseorang mendekati suatu fenomena dengan suatu set hipotesis, mungkin dia gagal menemukan hakikat fenomena tersebut karena dibutakan oleh asumsi yang dibangun ke dalam hipotesis tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun