Kembali harus mengencangkan keyakinan  tentang "the power of ngobrol". Kita bisa merancang masa depan anak-anak, melalui kekutan mengobrol. Ngobrol tentang impian. Ngobrol tentang harapan.
Bahkan kita wajib CURIGA saat anak kita "terlihat keranjingan" terhadap sebuah kebaikan. Misalnya, saat anak kita begitu semangatnya menghafal Al-Qur'an tanpa kita minta dan tanpa kita arahkan. Kita bisa menggali motifnya, tentang apa harapan dirinya dengan begitu semangatnya bercengkrama dengan Al-Qur'an.
Kenapa harus digali motifnya? Karena dalam semangat anak itu, terdapat logika sebab akibat. Artinya, saat dirinya begitu senang membantu kita memasak di dapur, bukan tak mungkin ada "chemistry" yang menghunjam di dasar pikirannya. Demikian pula saat dirinya keranjingan meggambar, keranjingan bermusik, keranjingan mendesain, dan seterusnya.
Kita dan anak kita sesugguhnya dilahirkan bukan untuk menjadi "siapa", melainkan dihadirkan ke dunia ini untuk MEWAKAFKAN APA.
Mari berlomba, menciptakan APA yang akan kita dan anak wakafkan untuk dunia. Kita buat petanya. Kita cipatakan ROAD MAP-nya. Bahkan dari sesederhana obrolan dengan anak-anak dan para siswa.
Maka apalah lagi bagi kita yang berada dalam kehidupan lembaga pendidikan. Mari berikan kelas khusus untuk para siswa. Untuk memberikan motivasi terbaik untuk arah hidup mereka.
Wallohu'alam bishshowaab.
Terima kasih dan salam pengasuhan.