Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Road Map Kita, Road Map Anak Kita

4 Juli 2020   13:12 Diperbarui: 23 November 2020   05:05 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selanjutnya, bukan tak ada, kita atau orang-orang di sekeliling kita yang aktivitas atau karier yang kini ditempuh adalah sebagai "korban" salah memilih jurusan. Sebagai contoh, memilih jurusan keguruan itu relatif terpaksa dan dianggap penyelamat atas ketidaklolosan kita memilih jurusan lain. Atau kita yang hari ini terlibat dalam keseruan berjualan online, dianggap sebagai obat kemengangguran diri akibat menjadi "full time mother", atau dianggap sebagai sebuah kondisi "kepepet" untuk turut menyelematkan kebutuhan.

Namun di luar itu. Dengan berbedanya takdir perjalan setiap kita, secara umum ada dua tipe orang dalam menyikapi perjalanan yang ada. Ada yang meratapi alias menyesali, dan ada pula yang "easy going" dan sangat realistis menghadapi dinamika.

Yang termasuk golongan "meratapi", biasanya akan kesulitan untuk "move on" dan selalu mengulang impian masa lalu. Tentang impiannya untuk masuk sebuah perguruan tinggi tertentu, tentang impiannya untuk dipersunting lelaki dengan kriteria tertentu, tentang kisah pilu saat tak lolos pada fase pantokhir (istilah kepolisian dan TNI di masa lalu), dan lain-lain.

Namun bagi tipe "realistis", meski pekerjaan tak sesuai dengan jurusan pendidikan, meski aktivitas yang kini dijalani tak sesuai ekspektasi masa lalu, justru akan terus berenergi melakukan inovasi, menciptakan perubahan, melahirkan gagasan. Karena baginya, berinovasi adalah bagian dari SENI MEMPERTAHANKAN HIDUP.

Sejarah Kegalauan Yang Tak Boleh Terulang

Bukan tak ada, kita atau orang di sekeliling kita yang bingung setengah mati saat harus memilih jurusan. Ketika hendak lulus dari SMP, relative asal "ngikut" permintaan orang. Terserah SMP seperti apa yang akan menjadi sejarah pendidikan kita.

Saat berseragam putih abu, lalu hendak naik ke kelas 3 dan diminta untuk memlih jurusan (IPA, IPS, Bahasa), pun kita malah dibuat TERCENUNG alias bingung memilih. Bahkan diri kita sendiri tak MENGENALI keunggulan kita, tak tahum jurusan yang pas, tak paham dengan kaitan jurusan yang harus dipilih dengan arah masa depan.

Dan bukan taka da, saat harus memilih jurusan di sebuah perguruan tinggi, dengan motof atau alasan yang tidak relevan. Misalnya, kita memilih jurusan computer atau informatika hanya karena SADAR DIRI bahwa diri ini tak pandai bicara. Sehingga pilihan tersebut dianggap cocok bagi orang-orang yang mahal kata-kata. Hmmmmm.

Membukakan Gerbang Impian untuk Anak Kita

Nah, kaitannya dengan anak kita. Kadang atau seringkali kita terjebak dengan "output" dan "outcome" yang didapat oleh anak-anak kita dari hasil mereka menempuh belajar.

Jika kita hanya berharap agar mereka cakap dan lihai dalam urusan akademik, maka hal ini bisa dibilang gagasan yang masih sagat normatif. Artinya, setiap orang tua pun pasti berharap agar anaknya prestatif. Selain itu, bab penguasaan kurikulum akademik, seharusnya menjadi sebuah auto penguasaan alias menjadi sebuah Skill dasar yang memang harus diampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun