Waktu bergulir dengan sangat lambat. Kita berdua terbelenggu di tengah keramain stasiun yang tak bisa kita bendung. Aku memangku sebuah buket besar berisikan cattail willow yang terlihat mempesona.Kuharap waktu akan segera berlalu, aku ingin lebih mempercepatnya. Aku tidak bisa berlama-lama duduk di sampingmu. Aku harus segera pergi atau aku tidak akan bisa membendungnya lagi. Perasaan ini, entah bagaimana aku bisa menyingkirkannya. Â
"Kurasa aku menyukaimu." Kataku.
Pada akhirnya aku menyerah. Tembok yang sudah kubendung selama ini tiba-tiba runtuh. Aku ingin mengatakannya dan mengakhiri semuanya dengan benar. Harusnya seperti itu.
"Kamu?" Akhirnya kau angkat suara setelah diam selama beberapa saat.
"Eum! aku menyukaimu." Wajahku memerah saat mengatakannya. Mataku perlahan terasa sangat panas, seperti hendak memuntahkan sesuatu.
"Kenapa?"
Kenapa? Kau bilang kenapa? Sejak kapan menyukai seseorang harus memiliki sebuah alasan? Aku tidak mengerti sama sekali. Apa kau sedang berusaha mengujiku atau semacamnya?
"Kenapa ya... entahlah aku hanya merasa menyukaimu." Kataku sambil tersenyum canggung. Aku bahkan tidak berani menatap wajahmu.
"Beri aku alasan." Katamu dengan nada suara yang tidak berubah sedikitpun.
"Eh? Harus?" Karena terkejut, aku refleks  mengangkat wajahku. Lagi-lagi, aku harus terjebak dengan kedua bola matamu yang terlihat berkilauan itu.
"Harus!"
"Sebentar kupikirkan dulu. Eummm...." Kataku sambil  buru-buru menarik wajahku darimu. Bagaimanapun juga, aku tidak akan pernah terbiasa dengan tatapanmu yang seperti itu.  Aku bergumam beberapa saat sambil menunduk, memandangi kakiku.