Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tetaplah Hidup

27 Agustus 2017   12:49 Diperbarui: 27 Agustus 2017   13:09 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena itulah aku menusukkan pisau kecil ini. Tanganku berubah warna menjadi merah. Cairan kental amis berwarna merah itu menyelubung lengkap dan mulai mengering di tanganku. Aku mendekati Ira yang masih terduduk tanpa bisa mengatakan apapun. Aku yakin, hanya aku yang bisa membantunya berdiri.

Aku mengulurkan tangan padanya, ia meraihnya dengan keras dan segera berdiri. Sebuah tinju keras mendarat di pipiku. Aku bisa merasakan tangannya yang gemetar melalui pukulan itu. Kini aku melihat wajahnya penuh air mata. Napasnya naik turun mengancamku.

"Kenapa kau melakukannya, Kak?" Ia mulai mendekatiku dengan kaki yang masih gemetar. Aku menelan ludah merasakan sesuatu yang sesak.

"Aku menyukaimu, Ira." Aku ingin meraihnya.

"Berhenti memanggilku dengan nama itu!!!!!" Ia berteriak sambil kembali memberi perutku sebuah tendangan kuat.

"Aku tidak sepertimu, Kak. Aku normal!!" Ia menjambak rambutnya. Tangan itu masih gemetar.

"Aku membencimu, Kak."

Sesuatu di dalam hatiku terasa amat sakit. Seperti ada aliran setrum yang menyengatku dengan volume yang besar. Itu begitu mendadak, aku tidak bisa menerima ucapan itu. Aku tidak mau dia membenciku. Tidak, aku tidak mau itu terjadi.

Dengan gemetar aku mulai mendekati mayat yang beberapa waktu lalu bercumbu dengan Ira. Aku mengambil pisau kecil itu dengan paksa. Tanganku menghunus pisau itu ke perut dengan cepat. Mataku terpejam mengikuti aliran angin. Aku mengangkat pisau itu tinggi-tinggi dan secepat mungkin menggerakkannya.

Anyir, lagi-lagi aroma itu menusuk hidungku. Aku tidak bisa merasakan apa-apa, kecuali tanganku yang menancapkan pisau ini dan sesuatu yang melingkari tubuhku dengan erat. Mataku mulai panas saat terbuka. Aku melihatnya memelukku dengan erat, sementara pisau itu tepat mengenai perut bagian belakangnya.

Wajahnya mulai terangkat menatapku. Kakinya yang tidak dapat lagi menopang tubuh, ia semakin jatuh ke tanah. Aku meraih tubuhnya dan menyentuh wajahnya yang setengah bernapas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun