Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tetaplah Hidup

27 Agustus 2017   12:49 Diperbarui: 27 Agustus 2017   13:09 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku mencintaimu, Ira." Aku berbisik dengan mata yang mulai membendung kesedihan.

"Aku juga mencintaimu, Kak." Ia juga makin mendekapku.

Aku sesak makin dalam terbelenggu waktu. Namaku William, aku sangat mencintai Ira. Dia segalanya bagiku, walaupun aku tahu dia adalah adik kandungku. Aku mencintainya lebih dari siapa pun. Aku ingin dia menjadi milikku seorang. Hanya milikku, bukan siapa-siapa lagi. Aku tidak ingin ada yang mengambilnya dariku.

Aku memeluknya makin erat. Namun aku merasakan tubuhnya makin tipis untuk kusentuh. Aku mulai terlelap akan kehampaan. Aku mulai tergoncang hebat, aku ingin terus memeluknya seperti ini. Selamanya.

Saat itu aku tidak sengaja melihatnya dengan orang lain. Mereka sangat dekat, pipi mereka saling merekah dengan warna merah yang manis dan memuakkan untukku. Aku tidak suka pemandangan seperti ini. Aku ingin Ira tetap bersamaku.

Kakiku melangkah mendekati mereka berdua. Tanganku memegang sebilah pisau kecil yang selalu kubawa ke mana-mana. Saat aku hampir sampai pada pijakan mereka berdiri, mereka menoleh padaku. Dengan perasaan kaku orang asing itu mendekatiku canggung.

Ira memasang senyum terbaiknya lantas berkata, "Kak, dia ini......"

Belum sempat ia melanjutkan ucapannya. Bibirnya bungkam. Dia terduduk dengan mata yang amat gelap. Aku yakin, Ira tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Saat tanganku memasukan pisau tajam ini ke perut orang yang dikasihinya. Kekasih Ira, orang yang merebut Ira dariku.

Aku tak tahu bagaimana aku bisa menyukai Ira. Semua orang pasti akan menganggapku gila karena menyukainya. Aku tak peduli, sekalipun bila semua orang mengatakan itu dosa. Aku juga tak mau tahu walaupun banyak orang yang menganggapku sebagai tanda kiamat. Aku hanya mencintainya saja.

"Aku akan menikahimu, jika nanti aku sudah besar."

Itu adalah lamaranku pertama kali, 20 tahun yang lalu. Saat itu kami hanya bisa tertawa satu sama lain. Makin lama, aku makin ingin selalu bersamanya. Aku makin tidak menyukai jika ada orang lain yang coba mendekatinya. Aku ingin menjadi orang yang selalu diperhatikan olehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun