Mohon tunggu...
Mia Hs
Mia Hs Mohon Tunggu... wiraswasta -

Born this way

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Hati Seluas Samudera" Syarat Penumpang Angkot Jakarta

20 Maret 2012   15:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:42 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13322548641998680920

Angkutan kota adalah sebuah moda transportasi perkotaan yang merujuk kepada kendaraan umum dengan rute yang sudah ditentukan. Angkutan kota mulai diperkenalkan di Jakarta pada akhir tahun 1970-an dengan nama "mikrolet" untuk menggantikan oplet yang sudah dianggap terlalu tua. Nama "mikrolet" dipilih sebagai singkatan gabungan dari kata "mikro" (kecil) dan "oplet".  Angkutan kota atau angkot di Indonesia memiliki berbagai macam istilah tergantung daerah masing-masing. Di Jakarta angkutan kota dikenal dengan istilah "mikrolet". Di Surabaya lebih dikenal dengan istilah bemo. Di Kota Makassar dikenal dengan istilah "pete-pete". Sementara di Bandung angkutan kota lebih dikenal dengan sebutan "angkot". Medan dikenal sebutan "sudako". Beberapa kota lain seperti Samarinda dan Bengkulu dikenal istilah "taksi".

Di Jakarta banyak sekali mikrolet yang berkeliaran, baik di jalan besar maupun di jalan-jalan sempit perkampungan. Tentu saja ini menyebabkan akses ke banyak tempat makin mudah. Namun, menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan pengguna angkutan kota (angkot) Jakarta terus menurun. Pada tahun 2002, pengguna angkot mencapai 38,2 persen namun jumlah itu terus menurun menjadi 12,9 persen pada 2010. "Tahun depan kami prediksikan hanya sekitar 10 persen masyarakat Jakarta yang menggunakan angkot," kata Tigor dalam jumpa pers "Catatan Akhir Tahun Bus Transjakarta" di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu, 21 Desember 2011.

Faktor apakah yang kira-kira menyebabkan penurunan penggunaan mikrolet di Jakarta? Karena mudah dan murahnya kredit kendaraan bermotor? Tidak ada asap tanpa api, jadi kenapa masyarakat lebih memilih 'ngutang' daripada menumpang mikrolet?

Sebagai pengguna setia angkutan mikrolet saya menarik kesimpulan bahwa penumpang mikrolet di Jakarta tidak lagi tahan terhadap ketidak pedulian penyedia jasa mikrolet terhadap dua faktor utama penumpang, yaitu faktor keselamatan dan faktor kenyamanan.  Seperti yang akan saya jabarkan dibawah ini :

FAKTOR KESELAMATAN

Keselamatan penumpang bukan hal yang penting bagi awak angkutan umum di Jakarta. Bukan hal aneh bila penumpang yang hendak turun dari kopaja/bus kota, pengemudi hanya melambatkan laju kendaraan, dan penumpang harus memperhitungkan sendiri ketepatan waktu untuk melompat dengan selamat ke jalan.

Penumpang mikrolet sendiri sedikit beruntung karena tidak harus mempertaruhkan nyawa dengan melompat dari kendaraan yang masih melaju dengan resiko jatuh atau lebih buruk lagi tertabrak kendaraan dibelakang. Tapi apakah itu membuat penumpang mikrolet lebih aman? Tidak juga,  berikut beberapa kejahatan yang mengancam keselamatan yang kerap terjadi di mikrolet :

1. Pencopetan

Di dalam mikrolet, dimana penumpang semua duduk bukan berarti kita bebas dari pencopetan.  Pencopetan di sini biasanya dilakukan lebih dari satu orang, meskipun naiknya tidak bersamaan. Modus yang digunakan oleh kawanan pencopet spesialis mikrolet biasanya adalah 'pengalih perhatian'. Salah seorang dari mereka bertugas mengalihkan perhatian (misalnya muntah, batuk terus menerus atau tingkah lain yang tidak wajar), di saat kita lengah karena merasa kasihan ataupun terganggu, seorang yang lain akan mengeksekusi korban alias mencopet. Untuk para wanita, jangan langsung ke-ge-er-an saat laki-laki tampan disebelah mengajak ngobrol, sepupu saya kehilangan HP sampai dua kali karena modus ini.

2. Penipuan

Penipuan model ini biasanya terjadi ketika penumpang tidak terlalu ramai. Saya pernah menyaksikan ada orang yang membawa burung dalam wadah kertas, suaranya bagus & nyaring. Kemudian seorang penumpang memuji suara burung tersebut, terjadilah obrolan antara penumpang (palsu) dengan pemilik burung. Karena sudah pernah mendengar modus ini saya tertarik memperhatikan mereka. Kemudian penumpang (asli) seorang bapak yang istrinya duduk disebelahnya terlihat tertarik dan bertanya mengenai harga dan terjadilah proses tawar menawar, proses ini agak lama karena penumpang (palsu) ikut meramaikan negosiasi ini. Selama proses saya memperhatikan bahwa burung tersebut berkicau hanya saat si pembawa wadah kertas berhenti bicara, saya paham ternyata si pembawa wadah mempunyai keahlian suara perut, dari sanalah suara burung yang indah dan pintar itu berasal. Saat saya menghentikan angkot karena sudah sampai ditujuan, istri dari bapak tersebut ikut menarik suaminya agar turun. Sempat terjadi percekcokan, suami marah diajak turun paksa oleh istrinya, menurutnya sebentar lagi dia akan memenangkan negosiasi itu dan mendapatkan kesempatan langka membeli burung itu. Dengan suara tinggi istrinya menjelaskan bahwa tetangga sebelah rumah juga pernah membeli burung di mikrolet, tapi setelah sampai dirumah ternyata burungnya hanya diam saja.

3. Penodongan/perampokan

Meskipun frekuensinya jarang, namun sekali terkena akibatnya fatal. Paling tidak secara mental trauma, bahkan nyawa bisa jadi taruhannya. Teman saya sampai hari ini tidak mau naik mikrolet lagi karena pernah mengalami penodongan didalam mikrolet jurusan Kp. Melayu-Gandaria. Modus ini umumnya dilakukan ketika kondisi angkutan sepi, atau kebanyakan wanita. Biasa dilakukan secara kolektif, dimana penumpangnya tidak naik secara bersamaan. Walaupun naik secara terpisah, namun umumnya mereka mengambil posisi yang selalu sama, 2 orang duduk dipojok kiri dan kanan, 1 atau 2 orang duduk didekat pintu, 1 orang duduk di samping sopir. Posisi ini dimungkinkan untuk meghindari penumpang yang nekad meloncat atau menyembunyikan barang-barang pribadi mereka. Sedangkan yang duduk disamping sopir bertugas mengancam agar sopir tidak berbuat macam-macam, misalnya menghentikan laju kendaraan atau lebih parah lagi membelokkan ke kantor polisi. Yang mengejutkan, beberapa kejadian ini justru sopir angkot termasuk anggota komplotan.

4. Pemerkosaan

Baru-baru ini Jakarta digegerkan dengan maraknya kasus perkosaan di mikrolet, seorang pedagang sayur diperkosa di angkot M26 jurusan Melayu-Bekasi (tapi operasi kriminalnya di depok). Kejadian ini tidak berselang jauh dengan kasus pemerkosaan di Angkot D-02 jurusan Ciputat-Pondok labu.

FAKTOR KENYAMANAN

Kenyamanan adalah barang langka jika Anda bepergian menggunakan kendaraan umum di Jakarta.

1. Sopir ugal-ugalan dan Tarif Asal-asalan

Sudah menjadi pemandangan umum, mikrolet berjalan zig-zag atau berhenti memalang saat menaikkan atau menurunkan penumpang. Saya sering menemukan sopir mikrolet mengendarai mobilnya sambil kebut-kebutan dengan mikrolet lain, kadang sambil mengobrol tertawa-tawa di HP hingga tidak jarang penumpang yang hendak turun harus menggedor langit-langit mikrolet dengan sekuat tenaga karena sopir tidak mendengar. Tarif mikroletpun kadang tergantung suasana hati sopir, bukan sekali dua kali saya harus perang urat saraf dengan sopir karena ongkos yang saya bayar dianggap kurang, padahal itu jumlah yang sama yang saya bayar setiap hari. Suatu kali saya pernah harus terbirit-birit turun dari mikrolet, karena sopir dan penumpang saling baku hantam. Apalagi kalau bukan masalah selisih tarif, penumpang marah karena sopir meminta lebih dari tarif yang biasanya, sedangkan sopir tidak terima dengan kata-kata kasar yang dilontarkan penumpang, jadilah mereka berkelahi. Alih-alih dapat tambahan uang diluar tarif resmi, sopir justru mengalami kerugian karena semua penumpang turun dan tidak ada yang membayar ongkos kendaraan.

2. Asap rokok

Walaupun sudah ada larangan merokok di angkutan umum, asap rokok masih mengepul di dalam mikrolet. Uniknya lagi, kegiatan terlarang ini justru dilakukan oleh sopir, biasanya tangan kiri memegang setir, sementara tangan kanan asyik bersandar di jendela sambil memegang rokok. Penumpang protes? Sopir bisa dengan galaknya membentak.

3. "Ngetem" (Menunggu Penumpang)

Menunggu/mencari penumpang yang lebih sering diistilahkan sebagai "ngetem", sebenarnya tidak ada yang salah. Masalah sebenarnya terletak pada tempat dan waktunya. Alih-alih menunggu penumpang di terminal, mikrolet sekarang lebih memilih menunggu penumpang dipersimpangan jalan, mulut gang, atau yang lebih parah lampu lalu lintas. Sopir mikrolet di Jakarta umumnya membuat peraturan lalu lintas sendiri, bila lampu menyala merah mereka akan dengan ramainya membunyikan klakson menyuruh mobil didepannya maju, dan saat lampu menyala hijau dengan santainya mereka menghentikan kendaraan dan menunggu penumpang, tidak perduli penumpang yang didalam protes. Kegiatan ngetem ini semakin parah dengan semakin menurunnya jumlah penumpang. Tidak jarang karena ingin menambah jumlah penumpang di dalam mobilnya, sopir rela menunggu sampai 5 menit di depan mulut gang, alhasil penumpang yang sudah didalam memilih turun dan berganti angkot. Memang akhirnya kegiatan ini menjadi buah simalakama bagi sopir.

4. Pengamen

Pengamen, awalnya adalah profesi yang mencoba menghibur penumpang, jika ada yang senang atau terhibur, maka recehan pun mengalir keluar. Namun perkembangannya pengamen bukan lagi sebagai penghibur, bahkan masuk kriteria pengganggu. Bayangkan dalam perjalanan yang menempuh jarak 6 km bisa jadi kita ditemani antara 6-7 pengamen.  Uang yang mengalir dari penumpangpun, bukan lagi saat merasa terhibur, namun kadang kala terpaksa.

Berikut model pengamen di mikrolet, yang saya bagi menjadi 3 golongan :

1. Pengamen asli

Inilah yang layak disebut pengamen. Jadi memang mengandalkan bakat seni untuk menghibur penumpang. Kualitasnya bahkan banyak yang bagus, umumnya membawa alat musik, dan menyanyikan lagu-lagu yang sedang popular. Untuk pengamen jenis ini penumpang ikhlas mengeluarkan uangnya.

2. Pengamen yang memelas

Termasuk golongan ini adalah pengamen yang mengandalkan belas kasihan penumpangnya. Misalnya ada pengamen yang memaksa menyanyi, sementara ngomong saja tidak  jelas, bahkan ada yang cuma bertepuk tangan saja sambil bergumam. Anak-anak kecil yang mengamen juga saya golongkan kesini, selain sebenernya mereka tidak bisa menyanyi tidak jarang mereka menggendong adiknya yg bahkan belum bisa berjalan. Jadi bila penumpang memberi recehan, saya rasa lebih didorong rasa kasihan.

3. Pengamen yang mengganggu

Dalam mikrolet jurusan Kp. Melayu-Gandaria di sekitar lampu merah PGC naik seorang pemuda tanggung dengan dandanan ala anak punk, saya sendiri tidak mengerti apakah mereka ini bisa dikategorikan dalam pengamen, pengemis, atau penodong. Karena bila disebut sebagai pengamen mereka jelas-jelas tidak menghibur, mereka membaca puisi namun sebelum menadahkan tangannya keluar kata-kata "...  masih untung kami hanya mengamen mencari sesuap nasi, uang seribu rupiah tidak akan membuat anda semua jatuh miskin. Tolong jangan paksa kami menjadi pencopet atau perampok atau bahkan pembunuh...".

Jadi, syarat untuk menjadi penumpang setia mikrolet di Jakarta adalah memiliki "Hati Seluas Samudera", karena kita harus bisa memaklumi tingkah sopir yang seenaknya, memaklumi pengamen yang mencari nafkah di mikrolet dengan seenaknya, dan memaklumi kejahatan yang seenaknya terjadi di dalam mikrolet.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2011/12/21/083373011/2012-Pengguna-Angkot-Jakarta-Tinggal-10-Persen http://id.wikipedia.org/wiki/Angkutan_kota

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun