"Waduh kok basah-basahan Mbak. Ntar atit loh. Silakan ada yang dipesan kopinya." Pemuda bertubuh tinggi itu menyambutku di pintu kedai.
Aku tersenyum sambil menerima daftar menu yang bertuliskan "Kedai Kopi Bang Yon's. mataku menelanjangi buku menu yang dominan warna coklat kayu.
"Hmm, saya mau yang ini aja deh Bang." Kutunjuk salah satu deretan menu kopi di kedai itu.
"Siap Mbak, oiya...mau ditemani minum kopinya.?" Candaan pemuda itu yang kuanggap terlalu pede.
Dahiku mengeernyit tanda, aku tak paham arah pembicaraan pemuda itu.
"Maaf maksudnya, teman kopinya apa Mbak hehe. Ada kentang goreng, lumpia ala Semarang juga ada."
"Oh... Itu. Iya deh saya mau lumpia Solo eh Semarang kalau ada. Isi rebung ya Bang."
"Ciee lumpia Solo, jangan-jangan mbaknya kangen sama orang Solo ya." Pemuda itu berlagak sok tau. Menjauh mengambilkan pesananku.
Semenjak pertemuan itu aku jadi sering mampir ke kedai kopi Bang Yon's sepulang kerja atau nongkrong dengan rekan kerjaku. Persahabatanku dengan Bang Yon makin dekat. Tak jarang kita sering ngobrol kerinduan tentang Solo dan Klaten kampong halaman Bang Yon di desa Trucuk.
"Ternyata dunia itu sempit ya Mas, di Jakarta malah ketemu orang Solo. Aduh Gerahnya, macet sekali hari ini." ku teguk air mineral sembari memutar tombol AC yang kuputar penuh di mobil avansa violet itu."Â
"Ah bisa aja kamu, bukankah Jakarta setiap hari seperti ini, gerah. Ubahlah pikiranmu biar kita bisa menikmati segala kemacetan ini sebagai pemandangan indah."