Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Sehitam Biji Kopi

30 September 2019   15:48 Diperbarui: 30 September 2019   15:48 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Indah, ha ha dari mana saya harus terjemahkan. Ada-ada aja Bang Yon ini."

"Coba kamu lihat sisi positifnya. Jika semua hal kau anggap masalah tak ada sisi positif setiap hal yang kau jumpai di kota ini. Kau tau dari kemacetan ini kita bisa memandang betapa sejahteranya Indonesia. Masyarakat mampu membeli mobil-mobil mewah yang tak sengaja kita temui di aspal panas. Di sisi kanan kiri jalan, gedung pencakar langit menambah keindahan kota ini. Di luar sana mungkin ini yang disebut tempat istimewa yang menjanjikan dengan segala kemewahannya."

"Bisa jadi, semua yang tampak adalah ukuran kesejahteraan masyarakat ya Bang. Di balik kemegahannya Jakarta adalah ibu tiri dari mimpi pendatangnya."

"Jangan salah lo, masyarakat itu termasuk ibuku. Yang punya harapan besar hijrah kesini. Ibuku merantau ketika aku masih remaja. Pamanlah orang pertama yang memberikan angin segar untuk keluargaku. Paman kala itu buruh pikul angkut barang di Tanah Abang. Setiap kali lebarang pasti pulang. Banyak hal yang kami tahu tentang kota ini darinya."  

"Ya ya ya, Jakarta selain ibumu aku juga orang yang sama. Bermimpi memiliki Jakarta."

"Hidup di Jakarta kalau nggak modal nekat susah Reys. Sumpek banyak penduduk. Manusia setiap hari berbondongbondong datang mengejar mimpi-mimpi. Kalau nggak punya keahlian dan koneksi ya harus siap-siap menjadi pengemis,"

"Dulu saya pikir juga demikian Bang. Banyak yang bilang Jakarta itu manis, Jakarta itu candu, Jakarta adalah tempat penangkaran mimpi-mimpi. Bagaimana menurut Abang." Tanyaku ingin tahu banyak.

"Ha ha ha... seperti artis-artis itu ya, upst. Kebanyakan orang di luar sana bermimpi ingin menjemput impiannya ke Jakarta. Dengan berbagai cara tentunya. Termasuk kamu kan, jujur?." Matanya menerobos kepalaku yang sepertinya ingin tahu banyak. aku meringis "Ketahuan deh batinku."

"Mimpi manis hanya impian orangorang nekat dalam tanda kutip. Saya pikir jika hanya bermimpi terus hijrah ke Jakarta malah mati konyol. Bukankah mimpi harus diwujudkan dengan kerja keras dan akal sehat. Seperti kedai ini tak cukup dibangun hanya dengan modal mimpi. Dan bagi aku ibuku adalah bagian dari rencana tuhan atas mimpi-mimpiku. Berawal dari ikut paman buruh pikul kemudian menjual nasi di warung pinggir jalan. Oiya waktu itu ibu ditawari  masak acara kawinan dari pelanggan dan kemudian memutuskan membuka cateringan kecil-kecilan. Itu adalah rangkaian mimpi yang tak mudah dilalui Reys."

"Apa yang membuatmu yakin kau bisa hidup di kota ini Bang, kau bilang tadi hidup di kota besar harus punya keahlian dan relasi."

"Haha maksud kamu saya nggak punya keahlian ya?. Iya memang aku hanya tamatan STM tapi aku yakin karena ada Ibu sebagai relasi. Kau tau alasan lain Reys. Karena  kopi. Aku memilih kopi, karena kopi adalah kehidupan. Dia hidup dimana saja. Di hati masyarakat kita. Di warung-warung kopi sering lahir orang-orang hebat. Percakapan-percakapan harmonis masyarakat kelas bawah ya disaat  menikmati kopi-kopi hitam. Di kampungku kebetulan dekat dengan gardu ronda. Kopi dan asap rokok adalah bagian dari malam. Dan malam bagi masyarakat pedesaan adalah perjamuan disaat lelah seharian membajak sawah. Lebih tepatnnya kopi adalah kehangatan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun