Ia kemudian menarik sebuah buku tebal bersampul kecoklatan yang agak lusuh dan sedikit berdebu itu dari lemari buku. Ia menaruhnya di meja dan mulai membuka halaman demi halaman buku itu. Mulutnya berguman Barrimu Sesethi terus menerus.
Diluar sana, mata bulat gadis kecil itu terus mencari-cari Donna setelah ia pergi menghilang. Iapun duduk di kebun ini diatas rerumputan hijau sambil bermain. Tangan-tangan mungilnya mengambil daun-daun kering, mencabuti rumput, ‘memanggil-manggil’ ayam dengan melambaikan tangannya. Donna masih belum kelihatan lagi.
Kakek itu berhenti pada halaman 515 dan terpaku pada satu bagian yang telah dilingkari dengan tinta tebal. Barrimu Sesethi, begitu tulisannya.
Ia membaca kalimat yag ditandai pada halaman itu.
“Barrimu Sesethi adalah campuran elemen. Elemen api yang panas membara dan mematikan namun membuat abu kesuburan. Elemen air yang tenang namun bisa menghanyutkan. Elemen udara yang sejuk namun bisa menghancurkan. Elemen tanah yang subur namun bisa mematikan.”
Cuma itu. Ia mencari-cari lagi, membolak balik halaman tersebut. Ia tidak menemukan apapun. Si kakek tampak lelah. Ia tidak sadar memejamkan matanya dan tertidur.
“Halo gadis kecil,” sapanya.
Gadis kecil itu hanya melambai-lambai, tersenyum riang.
“Aku menemukan Barrimu Sesethi untukmu.”
Gadis kecil itu mendekat, berusaha mengelus-elus bulu lembutnya. Mata mereka saling tatap.
Kakek itu tiba-tiba terbangun dari tidurnya yang tak disengaja. Badannya terguncang sedikit.