Pembicaraan kita pada hari ini terkait dengan kapitalisme atau sosialisme. Di zaman ini, sering kali menjadi pembicaraan yang manfaatnya tidak relevan. Kenapa? karena memang negara-negara di dunia sekarang ini tidak ada yang secara mutlak menggunakan sistem ekonomi kapitalis, atau sistem ekonomi sosialis.Â
Bahkan negara yang paling kapitalis atau negara yang paling sosialis sendiri harus menerima kenyataan bahwa sosialisme itu membutuhkan kapitalisme dan demikian pun sebaliknya. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa hampir seluruh negara atau bahkan seluruh negara di dunia ini menggunakan sistem ekonomi campuran.Â
Di Indonesia sendiri menggunakan sistem ekonomi Pancasila. Maksud sistem ekonomi Pancasila sama seperti ekonomi campuran. Walaupun kajiannya adalah kajian yang unfaedah, saya ingin membawa ini ke dalam satu pembahasan yang membawa  pada satu kesadaran tertentu.Â
Maksudnya begini, selama ini kita sudah pernah mengetahui bahwa kapitalisme ini seperti sosialisme, tetapi jarang diantara kita yang mengetahui bagaimana logika berpikir mereka. Sehingga mereka menghasilkan gagasan ekonomi yang seperti ini.
Dalam hal ini, kita akan berbicara dalam kaitannya dengan subsidi. Bagaimana subsidi itu dalam sudut pandang kapitalis generasi  awal? Kita awali dari definisi. Apa yang dimaksud dengan subsidi? subsidi itu adalah insentif dari satu pihak tertentu untuk menjalankan satu sektor ekonomi tertentu sampai rentang waktu tertentu seperti itu. Siapakah yang memberi insentif ? yang dimaksud itu biasanya pemerintah, tetapi terbuka untuk siapapun untuk sektor ekonomi apapun yang dianggap layak untuk dibantu.
Sampai kapanpun, inilah yang di Indonesia menjadi sebuah masalah besar. Ada segolongan orang di Indonesia yang menyatakan bahwa subsidi Itu adalah sebuah keharusan dan itu permanen, karena bagaimanapun negara itu berkewajiban untuk mensejahterakan rakyat. Dalam pandangan ini ada beberapa subsidi itu yang memang harus dibuat permanen, karena sejatinya pada bidang itu masyarakat terus-terusan membutuhkannya, tetapi disisi lain ada pihak-pihak yang menyatakan sebaliknya, justru bahwa subsidi itu hanya boleh diterapkan pada rentang waktu tertentu.Â
Misalkan, dalam kondisi aksidental, karena bencana alam atau karakteristik tertentu tetapi tidak bisa secara permanen, karena akan merusak mentalitas dan merusak persaingan pasar. Tidak tahu soal benar dan salahnya, tapi untuk orang-orang kapitalis tentu saja mereka melihat bahwa subsidi itu adalah sesuatu yang sangat buruk, apalagi kalau subsidi itu permanen atau tidak terkendali.
Kenapa mereka bisa mengatakan hal yang semacam itu? saya sampaikan dua dimensi berpikir mereka. Yang pertama itu adalah masalah teknis. Yang kedua itu adalah masalah yang lebih besar lagi, terkait dengan efek domino yang akan muncul ketika subsidi itu diterapkan atau subsidi secara permanen itu diterapkan. Kita mulai dari hal yang teknik dulu. Pada kenyataannya adalah ketika kita menjalankan sebuah subsidi maka subsidi itu pasti akan salah sasaran. Kalau barang yang disahkan, research sekarang kemudian lihat data-datanya.Â
Maka, di semua sektor di mana ada subsidi, di situ pasti Akan terjadi penyalahgunaan atau akan terjadi kesalahan target. Kenapa seperti itu? karena tidak mungkin ada satu data tertentu yang bisa mengakomodasi soal insentif ini. Diceritakan begini, bahaya ini hal yang sangat sederhana aja. Ada seorang ahli teori konspirasi yang mengatakan bahwa konflik itu palsu, konflik itu hoax, dan karena itu dia jalan ke mana -mana tanpa protokol kesehatan dan dia berusaha untuk mempengaruhi orang-orang juga untuk tidak percaya terhadap covid.Â
Dia katakan juga, misalkan di mall-mall di acara demonstratif tidak menggunakan masker kemudian mengatakan ini orang-orang bodoh semua yang pakai masker. Mereka itu tercuci otaknya oleh elit global dan sebagainya.
Sampai 1 kali dia kena covid, karena tidak menggunakan protokol kesehatan. Â Kemudian dia kritis di rumah sakit. Apa yang terjadi di rumah sakit akan memberikan kepada dia subsidi atau insentif gara-gara dia menjadi korban covid. Masalahnya adalah bahwa dia menjadi sakit covid itu karena dia memutuskan sendiri untuk sakit.Â
Bagaimana ceritanya ketika dia memutuskan sendiri untuk sakit dia kemudian mendapatkan subsidi dari pemerintah. Padahal, pemerintah itu menggunakan uang negara dan uang negara itu tidak jauh-jauh dari setoran kita rakyat biasa ini. Menggunakan pajak seperti itu dalam hal ini menjadi lebih tidak adil lagi. Ketika kemudian datang orang yang benar -benar membutuhkan bantuan itu, tapi si dokter misalkan mengatakan, Bahwa di rumah sakit di sini sudah penuh karena ada yang covid ini dan sebagainya.Â
Artinya orang yang benar-benar layak untuk mendapatkan bantuan itu tidak tertangani. Sedangkan orang tadi itu yang sengaja menjadi sakit itu malah mendapatkan bantuan di sini. Antara orang yang layak untuk di obatin dan mana yang tidak layak untuk di obati. Mana yang sakit beneran dan mana yang sakit karena mengambil keputusan untuk menjadi sakit. Ini adalah masalah kemanusiaan. Kita tidak tahu latar belakang sakitnya seperti apa, yang penting diobatin seperti itu dan kalaupun kita pegang.Â
Misalkan singkirkan kemanusiaan itu, kemudian kita pilih pilih mana yang harus diobati dan mana yang tidak, itu pada akhirnya tidak bisa menghasilkan sebuah data yang valid. Orang tidak bisa gendut, berarti dia kadar gulanya tinggi dan itu penyakit yang sering dialami adalah gara-gara ke putusannya sendiri. Kita tidak bisa membuat kesimpulan dengan cara yang seperti itu, makanya pendataan bagaimanapun terkait dengan subsidi itu tidak mungkin akurat.Â
Maka, seluruh hal yang disubsidi itu pasti memiliki kesalahan-kesalahan sasaran, yaitu yang pertama masalah teknis. Kemudian yang kedua itu adalah masalah yang lebih besar daripada itu, yaitu dampak efek dominonya.
Jadi ceritanya begini, ini saya jelaskan pada suatu waktu di sebuah negara yang namanya negara entah berantah. Harga BBM bisa sangat tinggi, sampai hanya orang-orang kaya atau super kaya  yang mampu membeli mobil dan mengisi mobilnya itu dengan BBM. Nah, karena seperti itu maka jalan-jalan menjadi lenggang, karena hanya sedikit orang yang mampu membeli mobil. karena Jalan lenggang, maka pemerintah tidak akan dibebani biaya yang sangat besar untuk menambah Jalan Baru atau memperlebar jalan yang sudah ada atau memperbaiki jalan itu.Â
Di sisi lain, rakyat pun akan mendapatkan akses ekonomi yang lebih baik karena yang memiliki kendaraan pribadi itu sangat sedikit, karena bbm-nya mahal maka banyak sekali orang-orang yang miskin itu mendapatkan pekerjaan dari jasa transportasi, misalkan becak, ojol, angkot, atau yang semacam itu. Sehingga orang-orang miskin itu mendapatkan kehidupan untuk hidup yang lebih baik. Sampai akhirnya pemerintah kemudian berganti. Dan, pemerintah yang baru ini mengeluarkan sebuah kebijakan bahwa BBM itu akan disubsidi mulai besok.Â
Maka apa yang terjadi, ternyata Makin banyak orang yang mampu membeli mobil yang semula hanya orang-orang kaya tetapi sekarang ternyata orang-orang yang ingin menjadi sok kaya pun makin bisa membeli mobil. Apa dampaknya? mereka hanya mampu membeli bbm-nya dan mobilnya, tetapi tidak mampu memberi gagarasinya. Sehingga sama seperti yang terjadi di Indonesia. Banyak sekali orang-orang yang punya mobil, tetapi memarkir mobilnya itu di pinggir-pinggir jalan. Uang negara yang digunakan untuk membat jalan malah dipakai secara pribadi oleh orang itu. Ya tentu saja tidak luar biasa nah dampaknya.
Apakah hanya sampai situ? Ya tentu saja tidak. Kalau sudah seperti itu maka dapatnya adalah macet. Kemacetan itu tidak berdampak kecil. Bahayanya karena terlalu banyak mobil terlalu sering macet, maka pemerintah terpaksa harus memperlebar jalan dan semakin sering memperbaiki jalan yang rusak. Nah, untuk memperluas jalan, itu artinya ada banyak rumah orang-orang yang di kanan dan di kiri jalan itu harus digusur. Kalau orang yang di kanan dan di kiri yang harus digusur itu adalah rumah orang-orang kaya maka pemerintah mendapatkan beban yang sangat besar untuk mengganti ruginya.Â
Kalau yang digusur itu adalah fakir miskin, maka fakir miskin itu tentu saja akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi karena rumahnya digusur. Bahhkan ini membingungkan, belum lagi dengan di pinggir-pinggir jalan itu, pohon-pohon juga harus ditebangi.Â
Nah, hanya gara-gara populasi mobil di jalan itu menjadi semakin membengkak. Karena semakin banyak orang yang bisa memiliki kesibukan, beban biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah itu menjadi jauh lebih besar lagi dan ini pun tentu saja belum menyelesaikan masalah.Â
Karena pelebaran jalan itu dan perbaikan jalan itu tidak mungkin bisa mengimbangi laju kendaraan, semakin banyaknya kendaraan pribadi ketika BBM disubsidi dengan harga yang sangat murah. Nah, akibatnya tetap saja ujung-ujungnya macet. kalau macet dampaknya yang pertama, tentu saja adalah polusi udara.Â
Jangan pernah meremehkan polusi udara. bahayanya karena di seluruh dunia polusi udara adalah salah satu penyebab kematian yang sangat besar dan bahaya orang sakit gara-gara polusi itu juga sangat banyak.Â
Jadi, ketika misalkan di suatu negara ada polusinya sangat tinggi, banyak orang disana yang menjadi sakit dia datang ke rumah sakit untuk pengobatan dan dia minta juga subsidi kesehatan. Jadi, biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk ini menjadi dua kali lipat.Â
Sudah jalan harus diperlebar, ditambah lagi makin banyak orang sakit yang membutuhkan subsidi. Dan itupun belum selesai lagi, karena kemacetannya sangat tinggi. Bunyi klakson ada di mana-mana, bising kendaraan ada di mana-mana. Karena seperti itu orang-orang yang ada di jalan itu menjadi stress. Masalah jiwa itu terjadi sehingga kita menjadi gila.
Masalah fisik juga, asma kita kenal. Sehingga kita menjadi orang gila yang kena penyakit asma akan menjadi dampak luar biasa bagi semua orang. Seperti itu ceritanya. Seperti ini juga kalau yang kurang suka membaca data, maka telah saya jelaskan realitasnya.
Saya yakin bahwa kalian tau di Indonesia, buruh itu minta kerja itu di bawah 11 bulan tetapi minta gajinya di atas 13 kali. Bayangkan Libur Idul Fitri aja tidak setidaknya 2 minggu, libur Natal, dan Tahun Baru 2 minggu juga, belum lagi libur-libur yang lain, ada harpitnas ada sakit ada izin dan sebagainya.
Maka, mungkin hanya 10 bulan atau 11 bulan buruh-buruh di Indonesia itu bekerja, tetapi mereka minta THR dan sebagainya termasuk gaji ketiga belas. Lalu berfikir terkena mental. Bagimana bisa mengatakan bahwa orang-orang Indonesia yang seperti ini kerjanya tidak terlalu efektif dan efisien, tetapi manjanya luar biasa dan lebih buruk.
Daripada itu adalah tiap tahun mereka demo besar-besaran untuk kenaikan gaji, menurut tunjangan, menuntut hari libur, menuntut apa dan sebagainya kan jadi galau. Maka, apa yang terjadi pada pengusaha-pengusaha itu tidak mau rugi. Ya wajarlah.Â
Akhirnya mereka keluar saja dari Indonesia mereka ke Vietnam, terus Kamboja, mencari yang buru-burunya bisa dibayar lebih murah tapi lebih produktif. Pindah lah mereka sekarang ke sana, dan akhirnya meninggalkan pemerintah Indonesia. Menjadi satu-satunya penanggung beban ekonomi negara dan ketika pun hal ini kemudian terjadi kan tidak mengubah apapun.
Dalam artian masyarakat tidak lagi berkesadaran terhadap apa yang teterjadi. Masyarakat itu kemudian bukannya introspeksi kemudian memperbaiki diri, tapi mereka malah berpikir, siapa lagi yang bisa kami salahkan dan seperti itu.
Jadi, di seluruh dunia itu salah satu cara terbaik untuk bisa meningkatkan kembali ego dan rasa percaya diri serta arogansi kita adalah dengan menunjukkan bahwa selama ini bukan kita yang salah, tapi pihak yang lain dan Pihak mana yang paling enak ditunjuk, ya pemerintah, pabrik atau semacam itu sehingga bahkan ketika pabrik sudah memberikan kepada kita gaji yang sangat besar pun kita menyebut mereka itu adalah kapitalis elit,Global yang akan menghancurkan masa depan kita. Dan, pemerintah sekarang adalah pemerintah yang zalim dan sebagainya.Â
Begitu jadi, ya Sekali lagi saya tidak benar-benar percaya dengan urutan seperti yang tadi dijelaskan. Saya di awal katakan  ini adalah satu sisi perspektif dari kapitalis ekstrem atau kapitalis mula-mula dari Efek domino yang saya jelaskan tadi.
Tentu saja ada lebih banyak faktor-faktor di kanan dan kirinya yang turut menghasilkan efek yang seperti itu tetapi dari sini kita bisa mengetahui bahwa logika orang-orang kapitalis itu bukan logika yang kosong, tetapi mereka memahami dari awal bahwa tabiat manusia itu adalah fasis seperti itu, maka ketika diberikan subsidi maka mungkin saja manusia-manusia itu akan menjadi pihak produktif di satu sisi.Â
Dan kemudian malah merusak alam di sisi yang lain, termasuk juga merusak ekonomi dan merusak hubungan kerjasama yang seharusnya terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H