Mohon tunggu...
MEIRISMAN HALAWA
MEIRISMAN HALAWA Mohon Tunggu... Guru - H sofona osara

Lahir di Gunungsitoli, 18 Mei 1979

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tujuh Bagian

11 November 2024   12:00 Diperbarui: 11 November 2024   12:03 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mungkin terlihat bloon dengan wajah pucat dan ternganga. Rasanya aliran darahku telah berhenti dan semua syaraf tidak bekerja. Sosok tubuh di depanku terasa akrab dipirkiranku. Aku rasa ia bukan seorang asing. Raut mukanya, kilatan mata,   segala yang ia miliki dan ia lakukan telah tergambar dalam sosok tokoh novelku, Awura, tokoh rekaan, dan ia kini ada di depanku. Laki-laki itu menyeringai. Di tangannya tergenggam pisau panjang........

Tiga

Aku menemukan diriku terbaring dalam suatu ruang yang amat gelap. Tidak ada satu titik cahayapun. Tak ada benda yang mampu tertangkap oleh mataku. Bahkan ujung jari-jaripun tidak. Ada suara -entah dari mana- seperti sedang meyalakan tungku api. Aku ingat Ina2 yang sedang memasak. Serta merta bayangan rumah hadir di kepalaku. Berarti aku ada dirumah. Terbaring di atas ranjang dan barusan bangun dari mimpi buruk. Mimpi yang amat buruk..!

Sisa-sisa mimpi yang mengerikan telah membutakan sebagian ingatanku. Mimpi yang menakutkan. Aku melihat diriku di bawah bulan penuh yang memerah,  tersembunyi sebagian di balik ranting-ranting tua, di pinggir hutan di luar kota. Kawanan kelelawar menjerit amat dekat di telinga, dan dahan-dahan di goncang angin. Pohon-pohon menggumbar cacian,  juga tanah dan semuanya. Mereka terpaksa jadi saksi. Tidak harus membenarkan atau menyalahkan. Tidak ada debat tentang nilai kebenaran. Mereka cuma saksi.

Tanganku masih gemetar. Darah yang belum kering menetes dengan suara menggidik. Pisau panjang yang kugenggam tampak terbahak. Ini dendam yang terlunasi.

Di hadapanku, di atas tanah penuh lumpur,  Ama3 dan Ina bersimbah darah................................................................................................................................

Empat

(Angin usil. la menerbangkan kertas-kertas berisi novel di atas meja dan menghamburkannya.  Personifikasi, angin membacanya :)

Awura menatap bulan dari kisi-kisi jendela kamar tidurnya. Bulan hampir penuh dan semburatnya menyentuh ujung ranjangnya. Mata sunyi Awura mengerjab, ia ingin menyentuh bulan, menggesernya lebih ke kiri sehingga cahayanya membelai mata. Ia amat lelah, dan berharap cahaya emas bulan penuh itu mengisi rongga-rongga matanya sehingga ingatannya pada Ana'a tetap terjaga.

Yang ingin ia lakukan saban hari adalah mengingat Ana'a. Perempuan yang menjadi alasan ia dan Ama berseteru. Perempuan itu, tinggal bersama ibunya, janda tua yang sakit-sakitan tidak jauh dari rumahnya. Awura selalu memperhatikanya. Dari jendela kamarnya, dekat kamar Ama dan Ina, ia bisa melihat Ana'a mandi telanjang di sumur belakang rumah mereka. Awura merasa bahwa perempuan itu  -kadang-  seperti sadar di amati: selalu, di mata Awura, perempuan itu membuat aksi-aksi menggoda. Sengaja. Sehingga tak jarang Awura membayangkan dirinya ada di sana dan memeluk perempuan itu. Tapi Awura juga sadar, di sebelah kamarnya itu terdapat kamar Ama. Sehingga kadang Awura berpikir, mungkinkah Ama juga melihatnya....

Betapa indah perempuan telanjang. Nafsu adalah awalnya. la menjadi dasar dari semua kekuatan-kekuatan besar di dunia, cinta, dendam dan segalanya. Mungkin awalnya adalah nafsu yang normal dimiliki semua manusia, tetapi Awura langsung jatuh hati dan ingin menikahinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun