Laowomaru tenggelam ke dasar lautan selama beberapa hari. Tetapi selain kesepian yang dia alami di dasar lautan, ia tidak mengalami apa-apa. Rasanya api yang panas dan dinginnya dasar lautan tidak mampu membunuhnya. Ia terlalu sakti untuk itu. Pelan-pelan tali yang mengikatnya putus dengan sendirinya. Matra tali mungkin juga habis karena terlalu lama, tetapi yang pasti ia melihat tubuhnya menjadi lebih kuat. Dalam keheningan lautan, ia malah menambah kesaktian dengan bermeditasi di dalamnya.
Ia muncul kembali kedaratan dan mendapati istrinya dalam duka yang mendalam. Tetapi ketika melihat tubuhnya yang masih segar, istrinya sangat terkejut dan sempat pingsan saking kagetnya.
Segera berita kemunculan Laowomaru menyebar ke seluruh daerah. Teman-temannya kembali dan bersimpuh setia kepadanya. Musuh-musuhnya ketakutan dan memilih bersembunyi. Sebagian lagi diam-diam menaruh kembali harta rampasan ke guanya dan mengirim utusan agar Laowomaru tidak marah. Melalui utusan itu, mereka menyatakan menyerah dan bersedia mengirim upeti dua kali lipat dari yang ia minta pertama kali
Walau banyak yang menganjurkan dia untuk memerangi semua ri, dia malah menerima tawaran tersebut. Ia punya impian lain yang ia pikirkan selama dalam lautan. Nias terlalu kecil untuk kesaktiannya. " Saatnya menaklukan Tanah  Rami.  Daratan yang luas.."  Tanah Rammi atau Rami adalah sebutan kuno buat pulau Sumatra.
Ia kumpukan beberapa pemuda prajuritnya termasuk putranya. " Mari kita menarik gunung. Memecah bukit untuk dijadikan jembatan menuju pulau Rami. Mari kita menaklukan pulau itu. Emas dan perak menunggu kita." Ia berikan kepada mereka  minuman penambah kesaktian, Niogas namanya. Pesannya, "Jangan pernah menoleh ke belakang sebelum tujuan kita tercapai. Selama kita meminum air ajaib ini, maka kekuatan kita akan bertambah. Lapar, haus dan kelelahan tidak akan kita rasakan. Tetapi jika seorang dari kita menoleh ke belakang, maka lehernya putus dan apa yang dilakukan akan sia-sia."
Mulailah pekerjaan menarik daratan Nias ke arah pulau Sumatra. Tanah bergerak pelan-pelan oleh beberapa orang sakti tersebut dengan tekad menguasai pulau Sumatra tersebut. Masyarakat Nias memperhatikan dari jauh. Mereka kagum akan kesaktian Laowomaru. Tetapi tidak sedikit diantara mereka yang menjadi kuatir. Jika Tan Niha bersatu dengan daratan Sumatra akan banyak yang mereka takutkan akan terjadi. Sumatra adalah pulau besar dengan peradaban yang lebih maju. Sejarah mencatat peradaban yang lebih tinggi akan menguasai peradaban yang lebih kuno. Â Laowomaru bisa saja menguasai sebagian Sumatra, tetapi mereka yakin, jika seluruh Sumatra bersatu, mereka akan hancur.
"Bayangkan semua orang Sumatra pindah dengan mudah ke sini. Ribuan orang. Bahkan ratusan ribu orang. Segala kebudayaan asing, termasuk ragam kepercayaan akan masuk ke tempat kita dengan mudah. Â Tidak tertutup kemungkinan berbagai penyakit mematikan akan melanda pulau kecil kita. Kita akan tersingkir..." ujar seorang Tuhenri kepada Iwo Watomasi, ibu dari Laowomaru. Seluruh kepala ri dan bangsawan berkumpul menemui sang Ibunda. Iwo Watomasi didampingi istri Laowomaru merenung. Ia memahami maksud tujuan mereka. Tetapi mengorbankan anaknya adalah sesuatu yang harus ia pikirkan betul. Sementara itu, daratan pulau Nias semakin lama semakin tertarik ke arah Sumatra.
Akhirnya ia memanggil kembali  para  Tuhenri dan bangsawan pulau Nias. "Saya sudah bicara dengan Sihoi, istri Laowomaru, " ujar Iwo Watomasi. "Mari kita buat kesepakatan, Aku akan memberitahu kelemahannya, tetapi biarkanlah anak dan cucuku hidup."
Para  Tuhenri dan bangsawan setuju. Sihoi, istri Laowomaru membuka suara. Sambil menangis ia memberitahu bahwa di atas kepala suaminya tumbuh sembilan rambut kawat. Jika itu dipotong, maka ia akan lemah. "Tapi berjanjilah, biarkan Laowomaru hidup. Aku akan merawatnya walau tanpa kesaktiannya."
Segera mereka menuju pantai. Di sana mereka berteriak agar Laowomaru berhenti menarik pulau Nias. Tetapi teriakan mereka tak digubris Laowomaru dan prajuritnya. Jangankan berhenti, menolehpun tidak. Orang-orang mulai tidak sabar. Seorang Ere tiba-tiba berdiri di belakang barisan penarik dan berteriak, "Hentikan itu, Laowomaru. Atau istri dan ibumu akan kami bunuh."
Laowomaru tidak peduli. Ia tahu takkan ada yang berani melakukan itu. Tetapi putra kesayangannya menjadi cemas. Ia kuatir akan keselamatan ibu dan neneknya. Spontan ia berbalik dan menghunuskan pedangnya ke arah Ere itu. Naas baginya, pesan Laowomaru ia lupakan. kutukan air Niogas menimbulkan korban. Kepala putra Laowomaru putus seketika. Teman-teman Laowomaru, kaget. Tanpa sadar mereka juga menoleh ke belakang mau melihat putra Laowomaru. Tapi akibatnya kepala mereka jatuh menggelinding ke arah kaki Laowomaru.