Gelombang laut makin meninggi. Dan tiba-tiba dari kedalaman lautan muncul gundukan mirip bukit menyembul ke atas. Kepala Haria. Para awak kapal takjub sekaligus ngeri. Baru sebagian kepala muncul, besarnya melebihi seratus besar kapal mereka. Kepala Haria bergoyang-goyang. Ia mengeluarkan desis lebih mirip lenguhan kerbau lapar. Mata merahnya tak berkedip memandang ke arah kapal yang mirip biji pohon kecil di tengah lautan.
"Hua....hua..." lenguhnya lagi, "Siapakah yang datang ke daerahku dan berani mengganggu tidur  Sang raja samudra dengan sirih dan suara gong yang memekak..?"
Laowomaru melompat lebih dekat ke arah Haria. Berdiri tegap dengan pedang di pinggang. " Hai, Haria, Sang Ular Perkasa," teriaknya lantang," kami sengaja datang ke sini untuk menghentikan kengerian yang engkau ciptakan!"
Haria tertawa panjang. "Ha..ha.ha..., Siapakah engkau pemuda kecil yang berani menantang Sang Maut?" seru Haria bergema, "Tidakkah ada yang mengajari kamu untuk  mengasihi hidupmu. Aku Haria sang dewa yang tak terkalahkan..!"
" Jangan takabur, Haria.." seru Laowomaru tak kalah gertak. " "Engkau Ular perkasa, tetapi Akulah Laowomaru, keturunan Tuada Simanga Bua Weto Alit sang pembunuh Ular tersebut..!"
Haria mendesis pelan. Ia sudah biasa mendengar tantangan seperti itu. Pelan-pelan ia menyembulkan tubuh keluar dari permukaan laut. Sebagian besar tubuhnya muncul dari bawah laut yang membuat semua orang terpana. Benar-benar luar biasa. Ini pertama kali mereka melihat Haria secara langsung. Baru sebagian tubuhnya nampak, tetapi sudah setinggi gunung Lolomatua, gunung tertinggi di pulau Nias.
"....dan apa masih adakah keberanian itu, Laowomaru kecil?" ujar Haria meremehkan sambil memamerkan tubuhnya.
Laowomaru tak memungkiri. Ia dihantui sedikit ketakutan. Tapi tekad sudah bulat. " Tubuhmu tak mencitkan nyali, Haria. Kuhadapi engkau dalam pertarungan hidup mati..!" Laowomaru menoleh prajuritnya. Lalu ia berteriak nyaring "Serang..... !!"
Segera prajurit melempar tombak dan panah ke arah Haria. Tombak dan panah berterbangan ke udara dan kemudian mengenai tubuh Haria. Tetapi yang mereka lihat hanya menambah ciut nyali. Tombak dan panah mental begitu saja. Tubuh Haria terlalu keras untuk senjata semacam itu.
"Ha...ha..." Haria tertawa nyaring. Dan tiba-tiba ia mengerakkan tubuhnya. Air laut meninggi.  Dengan cepat ekornya bergerak mengibas kapal milik Laowomaru. Hal ini  tak diduga para awak kapal. Mudah saja ditebak, hantaman ekornya menghacurkan kapalnya.
"Lompat..lompat.." teriak mereka panik.