Kegagalan Sistem Pajak Internasional Saat Ini
Sistem pajak internasional saat ini, meskipun dirancang untuk menghindari pengenaan pajak ganda, sering kali justru gagal menciptakan keadilan fiskal antara negara maju dan berkembang. Pengaturan perpajakan yang kompleks, disertai dengan berbagai celah yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional, menyebabkan ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan dan pendapatan global.
Negara-negara maju, dengan sumber daya politik dan ekonomi yang lebih besar, biasanya memiliki kemampuan untuk mendikte aturan perpajakan internasional yang lebih menguntungkan mereka. Perjanjian perpajakan internasional sering kali dinegosiasikan secara bilateral antara negara-negara kaya, sementara negara-negara berkembang atau miskin tidak memiliki cukup pengaruh untuk memastikan bahwa kepentingan mereka terlindungi. Hal ini menghasilkan ketidakseimbangan struktural yang secara langsung merugikan negara-negara berkembang, yang seharusnya bisa mengandalkan pendapatan pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
Salah satu konsekuensi utama dari kegagalan sistem ini adalah penghindaran pajak massal yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Menurut laporan dari berbagai lembaga internasional, negara-negara berkembang kehilangan miliaran dolar pendapatan setiap tahunnya karena praktik penghindaran pajak. Negara-negara ini sering kali tidak memiliki kapasitas administrasi dan kelembagaan yang memadai untuk memerangi skema penghindaran pajak yang semakin canggih, yang dilakukan oleh perusahaan dengan bantuan dari konsultan pajak internasional yang berpengalaman.
Ketimpangan yang dihasilkan dari penghindaran pajak multinasional memperburuk kesenjangan ekonomi global. Sementara negara-negara maju terus mengumpulkan pendapatan dari operasi perusahaan multinasional, negara-negara berkembang tertinggal jauh, dengan infrastruktur yang terbatas dan sistem layanan publik yang lemah. Ini merupakan masalah mendesak yang menuntut reformasi mendalam terhadap sistem pajak internasional.
Kebutuhan untuk Komunikasi Deliberatif dalam Sistem Pajak Internasional
Dalam pandangan Jurgen Habermas, deliberasi publik adalah elemen kunci dari keadilan. Untuk mencapai hasil yang adil, kebijakan harus dihasilkan melalui proses komunikasi yang inklusif, rasional, dan non-dominatif. Dengan kata lain, keadilan tidak bisa dicapai jika suatu kelompok atau entitas memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam mengendalikan hasil diskusi, sementara kelompok lain tidak didengar.
Dalam konteks sistem pajak internasional, deliberasi yang adil tidak hanya melibatkan negara-negara maju dan perusahaan multinasional yang memiliki kepentingan ekonomi yang besar, tetapi juga negara-negara berkembang, yang sering kali dirugikan oleh kebijakan perpajakan global yang ada. Komunikasi deliberatif memberikan platform di mana semua pihak yang terdampak dapat berpartisipasi secara setara dalam merumuskan kebijakan yang mempengaruhi mereka.
Proses pembuatan kebijakan pajak internasional saat ini tidak memenuhi kriteria deliberatif yang inklusif. Negara-negara berkembang sering kali tidak memiliki kursi di meja negosiasi ketika kebijakan perpajakan global dirancang. Lembaga-lembaga seperti OECD dan IMF yang memainkan peran utama dalam perumusan kebijakan pajak internasional didominasi oleh negara-negara maju, sementara suara dari negara-negara berkembang jarang diperhitungkan.
Selain itu, perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya ekonomi dan akses politik yang lebih besar sering kali dapat memengaruhi perjanjian perpajakan internasional melalui lobi-lobi di tingkat nasional dan global. Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan dalam proses deliberatif, di mana kepentingan perusahaan dan negara-negara kaya lebih diutamakan daripada keadilan global.
Dalam skenario yang ideal, deliberasi yang inklusif akan memungkinkan negara-negara berkembang dan aktor-aktor non-negara, seperti organisasi masyarakat sipil, untuk berpartisipasi dalam pembentukan aturan perpajakan internasional. Dengan melibatkan lebih banyak pihak dalam diskusi, hasil kebijakan akan lebih mencerminkan keadilan global dan mengurangi kesenjangan ekonomi yang dihasilkan dari ketidakseimbangan perpajakan.