Â
Akhir-akhir ini begitu sexi tentang masalah kedewasaan setelah berlakunya Undang-undang nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, karena undang-undang ini ternyata tidak mengatur bidang Perkawinan saja, tetapi lebih menyerupai pengaturan dasar hukum keluarga. Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 ini memberi batasan tentang usia dewasa yaitu 18 (delapan belas) tahun hal mana tercantum dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) dan pada Pasal 50.
Â
Dari keluarnya Undang-undang tentang masalah kedewasaan, tidak sedikit juga yang keberatan dengan batas usia 18 Tahun, karena Sebagian masyarakat menggap bahwa usia 18 Tahun belum selayaknya diminta tanggung jawab secara hukum atas perbuatan hukum yang mereka lakukan. Pendapat tadi, dikemukan oleh masyarakat kota yang jumlahnya relif lebih kecil dibandingkan masyarakat desa. Akan tetapi sangat berbeda dengan masyarakat desa, anggapan mereka anak 14 -- 16 Tahun telah dewasa, maka dari sini perlu dikaji lebih dalam dengan kacamata yuridis yang tepat.
Â
Prof. Subekti menyebutkan bahwa batasan usia 18 tahun tersebut dapatlah dipandang sebagai suatu jalan tengah antara batas usia dalam alam pikiran di desa dan di kota. Perbedaan pendapat diantara para ahli hukum tentang batas usia dewasa, disebabkan adanya berbagai peraturan yang menyebut suatu batas usia untuk hal tertentu. Sebagaimana juga dipertajam oleh dasar pandangan dan penafsiran yang berbeda. Karena itu perlu ditelaah secara mendalam sebetulnya peraturan mana yang dapat atau lebih tepat untuk dijadikan pegangan secara yuridis dalam menentukan kedewasaan itu. Perlu pula dikaji apa yang akan merupakan patokan dalam menentukan bahwa suatu peraturan itu betul-betul menyangkut suatu dasar hukum bagi terlaksananya suatu perbuatan hukum tertentu[11]
Â
Dewasa sendiri jika dilihat secara Yuridis adanya kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa adanya adanya bantuan pihak lain, baik orang tua si anak atau walinya. Kesimpulanya, seseorang dianggap dewasa apabila diakui oleh hukum untuk perbuatan hukum sendiri, dan tanggung jawab sendiri atas apa yang ia lakukan.
Â
Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi "Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enambelas) tahun[12]. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 "Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan". [13]Dan menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam(KHI) Pasal 98 Ayat (1) menyebutkan bahwa "batas usia anak yang mampu berdiri sendiri adalah 21 tahun sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan". [14]
Â