Mohon tunggu...
m fajar maulana
m fajar maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - PBA_unisma

Menjadikan ilmu sebagai kewajiban yang harus terpenuhi, dan mengembangkan nya dengan soft kill masing-masing

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berapakah Ideal Menikah?

18 Maret 2023   12:34 Diperbarui: 18 Maret 2023   12:44 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Dari hadis ini Ulama memahaminya ada dua pandangan : pertama memahami hadis secara tekstual, sehingga menurut golongan Ulama ini beranggapan akad bagi anak 6 tahun atau lebih adalah sah. Karena pertumbuhan fisik anak tersebut sudah tergolong dewasa. Dan perlu digaris bawahi, bahwa pernikahan ini hanya sebatas sah akadnya saja dan belom digauli (berkumpul). Kedua memahami hadis secara kontektual, yang mana hadis ini bersifat berita (khabar) bukan doktrin untuk melakukan nya. Karena kemungkinan pada saat itu di daerah Hijaz, umur 9 tahun kebawah sudah dianggap dewasa. Dan dua pendapat Ulama di atas sudah jelas bahwasanya tidak ada batasan pernikahan dalam hukum Islam. Tetapi yang diatur Islam hanya rukun dan prinsip-prinsip nikah. 

 

Istilah baligh sendiri bersifat relatif berdasarkan kondisi sosial dan kultur, sehingga para Imam Madzhab yang 4 ( Imam Abu hanifah, Imam Mali, Imam Syafi'I , Imam Ahmad ibn Hambal) berbeda pendapat terkait dewasa dalam pernikahan, baik ditentukan dengan umur maupun fisik. Misalnya, golongan Syafi'iyah dan hanbaliyah mengukur ss seorang anak itu dimulai umur 15 tahun, walaupun tidak ada tanda-tanda kedewasaan. Dengan mimpi bagi laki-laki dan haid bagi perempuan. Karena golongan ini berpendapat Kedewasaan antara laki-laki dan perempuan sama, karena kedewasaan ditentukan dengan akal. Dengan adanya akal ditentukan taklif dan adanya hukum.

 

Perbedaan pendapat dalam batas usia perkawinan, terjadi karena dalam Al Qur'an dan hadis tidak dijelaskan secara sehingga masalah ini termasuk sebagai masalah ijtihadiyah (usaha maxsimal guna memperoleh dan memutuskan perkara dalam Al Qur'an dan Hadis menggunakan akal sehat). Ulama Salafi Sebagian besar berpendapat mensyaratkan pernikahan dengan sampainya balig. Indicator balig itu bahwa adanya perubahan fisik dan umur yang matang. Meski demikian orang tua/wali diberi hak menikahkan anaknya yang belum balig tanpa persetujuan (Hak Ijbar). Sedangkan Ulama Kontemporer menyikapi dan memahami naskah-naskah suci yang berkaitan dengan batasan kedewasaa menikah itu secara kontekstual, sehingga muncul berbagai pemahaman yang dipahami dari berbagai aspek, seperti aspek budaya, aspek kesehatan dan aspek psikologis. Ulama kontemporer menyatakan bahwa ulama salafi/tradisional dalam memahami nash Alqur'an dan Hadis tentang pernikahan Nabi dengan Aisyah waktu berumur 6 tahun dipahami secara tekstual. Oleh karena itu kelompok tradisional membolehkan terjadinya perkawinan dibawah umur dengan pemahaman yang kaku. Padahal hadits tersebut dapat dipahami kebolehan secara khusus (lex spesialis) bukan kebolehan secara umum (lex gneralis)[5]

 

Dari perbedaan pendapat antara Golongan Salafi dan Golongan Kontemporer masing memiliki ijtihadiyah masing-masing, Salafiyah lebih condong menitik beratkan kedewasaan menikah itu pada saat dia balig atau sering ditandai dengan kematangan fisik. Sedangkan Ulama kontemporer melihat, bahwa sampainya waktu untuk menikah tidak hanya dilihat dari ciri-ciri fisik semata (baligh) akan tetapi lebih menekankan pada kesempurnaan akal dan jiwa (rusyd). Oleh karena itu pernikahan tidak hanya membutuhkan kematangan fisik saja, tetapi juga perlu kematangan psikologis, social, agama dan intelektual.

 

 Usia Perkawinan Menurut Hukum Nasional

 

  • UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa "anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan".[6]
  •  
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45 menyebutkan " Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah[7]
  •  
  • UU Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 menyebutkan "Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin" Pasal 4 Ayat (2) "Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak"[8]
  •  
  • Setelah berusia 18 tahun dia dianggap mampu untuk menentukan kewarganegaraannya, hal ini terlihat dalam pasal 6. Meski tidak diterangkan secara gamblang, namun hal ini berarti bahwa seorang anak yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah dianggap telah dewasa sehingga dia dapat menentukan sendiri kewarganegaraannya. Selain itu umur 18 tahun pun menjadi patokan bagi seorang warga negara asing untuk mengajukan permohonan menjadi warga negara Indonesia, tidak mungkin seseorang yang masih dianggap di bawah umur diperkenankan mengajukan permohonan perubahan kewarganegaraan. Oleh karena itu sangat jelas sekali bahwa undang- undang kewarganegaraan menetapkan dewasa tidaknya seseorang dilihat dari umurnya yang telah mencapai 18 tahun atau sudah menikah[9]
  •  
  • UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Pasal 13 menyebutkan "Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih"[10]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun