Rumah tangga yang harmonis adalah diikat oleh tali pernikahan merupakan hal suci. Namun, terkadang tujuan mulian ini tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tugas yang mulia akan mencapai sasaran jika kendali dipegang oleh orang yang pantas untuk itu, termasuk rumah tangga. Dr . Sarlito Wirawan Sarwono pernah berkata :" orang muda yang akan menempuh kehidupan rumah tangga hanya dapat mengartikan cinta sebagai suatu keindahan dan romantisme belaka. Mereka baru memilki cinta emosi, karena belom diikat oleh rasa tanggung jawab yang sempurna. [3] Â karena dalam islam semua Tindakan dan prilaku kita harus dipertanggung jawabkan kepada Allah dan masyarkat, termasuk dalam hal pembinaan rumah tangga.Â
Â
Tanggung jawab disini bermaksudkan dua hal pentiing. Pertama, orang yang bertanggung jawab harus dapat bereaksi dan bertindak secara tepat dalam kondisi apapun. Kedua, berani mengambil resiko dalam setiap perbuatannya. Karena pernikahan harus memiliki rasa tanggung jawab. Maka dalam islam ada sayarat dan ketentuan yang harus diikuti.
Â
Â
Dalam Al Qur'an maupun Hadits batas usia perkawinan memang tidak dijelaskan secara spesifik. Adapun syarat yang umum adalah sudah sampainya baligh, berakal, sehat, mampu membedakan baik dan buruk sehingga mampu untuk membangun sebuah keluarga. Arti kata bulugh al-nikah para ulama berbeda-beda pendapat. Pertama, ditafsirkan sebagai kecerdasan karena tinjaunnya dititik beratkan pada segi mental yakni dilihat pada sikap dan tingkah laku seseorang. Kedua, ditafsirkan cukup umur dan bermimpi, yang fakus tinjaunnya di titik beratkan pada fisik lahiriyah dan sekaligus telah mukallaf.
Â
Akan tetapi ada sebuah hadist yang menunjukan bahwa Rasullulah SAW melakukan perkawinan pada usia sebelum baligh, dengan menikahi Aisyah r.a Ketika dia masih berusia enam tahun dan menggaulinya Ketika berusia Sembilan tahun. [4]
Â
Jika ditinjau dari hadis diatas maka ada cukup peluang untuk melakukan interprestasi. Dan juga banyak para ulama berbeda kesimpulan dalam menetapkan batas usia perkawinan. Maka dari itu agama hanya mengatur masalah perkawinan melalui prinsipnya saja, sehingga permasalahan kedewasaan untuk menikah termasuk ke dalam maslah ijtihadiyah, yang berarti ada peluang bagi manusia untuk menyesuaikan kondisi sosial dan kultur dalam suatu wilayah dengan yang lainya.
Â