Sore mulai beranjak senja ketika Rina kembali ke rumah. Ia merasa lelah, tapi ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirinya. Ia berjalan pelan di sepanjang jalan setapak menuju rumah, matanya terpejam sejenak untuk menikmati udara segar yang mengelilinginya.
Saat ia tiba di depan rumah, ia melihat seorang wanita tua duduk di depan rumah tetangga. Wanita itu adalah Bu Siti, seorang janda yang sudah lama tinggal di desa. Rina merasa tergerak untuk mendekatinya.
"Selamat sore, Bu Siti," sapa Rina dengan ramah.
Bu Siti mengangkat wajahnya, dan tersenyum lemah. "Sore, Rina. Kamu sudah lama tidak mampir ke sini."
Rina merasa bersalah. Sejak pindah ke desa, ia jarang sekali menyapa Bu Siti. Wanita tua itu adalah seorang yang bijaksana, dan setiap kali Rina berbicara dengannya, ia merasa mendapat banyak pelajaran tentang hidup.
"Aku ingin sekali mendengar cerita dari Bu Siti," ujar Rina sambil duduk di sebelahnya.
Bu Siti tertawa kecil. "Cerita apa, Rina? Cerita hidup ini memang panjang dan rumit, tapi yang paling penting adalah belajar menerima segala yang terjadi."
Rina menatap Bu Siti dengan penuh perhatian. Kata-kata wanita tua itu menyentuh hatinya. Ia merasa seolah ada yang hilang dalam hidupnya selama ini, sesuatu yang mungkin bisa ditemukan di dalam kesederhanaan hidup di desa ini.
"Bu Siti, aku merasa bingung. Aku merasa terjebak antara dua dunia. Dunia yang aku bangun di kota dan dunia yang ada di sini. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari," ujar Rina, suaranya bergetar.
Bu Siti memandang Rina dengan mata penuh kebijaksanaan. "Rina, hidup itu seperti arus sungai. Kadang kita merasa terhanyut, tapi jika kita bersabar, kita akan menemukan jalannya. Kamu tidak perlu mencari sesuatu yang jauh. Semua yang kamu butuhkan ada di sini, di dalam dirimu sendiri."
Rina terdiam. Kata-kata Bu Siti seperti sebuah petunjuk yang selama ini ia cari. Ia merasa seperti mendapatkan sedikit ketenangan dalam hatinya.