Rina menatap lempengan tanah yang membentang luas di depan rumahnya. Meskipun rumah itu sederhana, dengan dinding kayu yang sudah mulai rapuh termakan waktu, ia merasa ada kedamaian yang memancar dari tempat itu. Desa kecil di ujung utara Jawa Timur ini seolah menjadi dunia tersendiri bagi Rina, tempat di mana segala kenangan masa kecilnya terkumpul. Namun, hari ini, ia merasakan sesuatu yang berbeda.
Lima tahun yang lalu, ia memutuskan untuk kembali ke desa kelahirannya setelah meninggalkan kehidupan kota yang penuh dengan hiruk-pikuk. Rina adalah seorang wanita karier yang sukses di Jakarta. Ia bekerja sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan besar. Namun, entah mengapa, ada perasaan kosong yang selalu menghantui hatinya. Maka, ia memilih untuk pulang, berharap bisa menemukan ketenangan di tempat yang dulu ia kenal.
Namun, kehidupan di desa ternyata tidak seindah yang ia bayangkan. Meskipun ia memiliki pekerjaan di sebuah lembaga pendidikan untuk membantu warga belajar membaca dan menulis, kenyataannya, Rina merasakan jarak yang semakin lebar antara dirinya dan masyarakat desa.
"Rina, kamu sudah lama tidak ke pasar, lho. Kita mau pergi bareng, nggak?" ujar Dini, sahabatnya sejak kecil, menghubungi lewat telepon.
Rina tersenyum mendengar suara Dini. Meskipun sudah lama tidak bertemu, persahabatan mereka tidak pernah pudar. Namun, di balik senyumnya, ada perasaan yang sulit diungkapkan.
"Ya, Dini, mungkin nanti sore saja. Aku agak sibuk sekarang," jawab Rina, sedikit terburu-buru. Ia tidak ingin sahabatnya tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.
Rina kembali menatap rumahnya yang sederhana. Dunia yang ia bangun di kota besar terasa begitu jauh dari kenyataannya di desa. Ia merasa seolah ada dua dunia yang berbeda yang harus ia jalani. Dunia di mana ia sukses dan mapan, dan dunia di mana ia merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton.
Sejak kecil, Rina selalu merasa bahwa ia ingin lebih. Ia selalu membayangkan ada kehidupan yang lebih besar dari kehidupan desa yang terbatas. Maka, ia berusaha keras untuk mengejar impian itu dan akhirnya berhasil. Namun, kini, setelah kembali ke desa, ia merasa seolah-olah ia kehilangan bagian dari dirinya yang dulu penuh ambisi.
Saat sore tiba, Rina memutuskan untuk pergi ke pasar bersama Dini. Mereka berjalan bersama di sepanjang jalan yang masih berdebu, berbicara tentang masa kecil mereka, tentang segala kenangan yang sudah lama terkubur dalam ingatan.
"Rina, kamu nggak pernah cerita apa yang terjadi di Jakarta. Apa kamu benar-benar bahagia di sana?" tanya Dini tiba-tiba.
Rina terdiam sejenak. Pertanyaan itu seperti mencabik-cabik hatinya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Apa yang bisa ia katakan? Bahwa ia merasa kesepian meskipun dikelilingi oleh orang banyak? Bahwa ia merindukan ketenangan yang hanya bisa didapatkan di desa ini? Ataukah ia harus mengakui bahwa ia tidak tahu lagi apa yang sebenarnya ia inginkan?