Mohon tunggu...
Aulia M. Firmundia
Aulia M. Firmundia Mohon Tunggu... -

meytrias.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Alcohol Use Disorder, Apakah Anda Salah Satunya?

24 Januari 2016   11:25 Diperbarui: 24 Januari 2016   12:46 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

oleh Hanna Nurhasanah dan Aulia Meytriasari Firmundia | Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung

Apakah anda seseorang yang sering mengkonsumsi alkohol? Memang setelah kafein, alkohol adalah zat psikoaktif kedua yang paling sering digunakan (Adams, Martinez, Vick Erie, 2009). World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 2 milyar orang di dunia yang mengkonsumsi alkohol dan 76,3 milyar orang didiagnosis menjadi Alcohol Use Disorder. Menurut American Psychological Association (2012) permasalahan mengenai alkohol ini bisa disebabkan oleh banyak hal seperti genetik, fisiologis, psikologis, dan sosial. Namun tidak setiap individu dipengaruhi oleh faktor yang sama. Untuk beberapa orang, terdapat ciri-ciri psikologis seperti impulsif, rendah diri dan kebutuhan untuk minum dengan takaran yang berlebihan. Beberapa individu minum untuk mengatasi atau "mengobati" masalah emosional. Faktor sosial dan lingkungan seperti tekanan teman sebaya dan mudahnya alkohol didapatkan dapat menjadi salah satu penyebab utama. Kemiskinan atau pelecehan seksual juga meningkatkan kemungkinan mengembangkan ketergantungan alkohol.

Masalah minum juga memiliki dampak yang sangat negatif pada kesehatan mental. Penyalahgunaan alkohol dapat memperburuk kondisi seperti depresi atau menyebabkan masalah baru seperti kehilangan memori yang serius atau kecemasan. Ada beberapa anggapan salah mengenai alkohol, antara lain alkohol dapat menyebabkan tidur nyenyak dan meningkatkan performa seksual. Tapi nyatanya tidak. Jika biasanya alkohol dianggap sebagai anti-depresan, maka sebenarnya alkohol ini merupakan depresan. Walaupun menyebabkan sedasi (menenangkan), alkohol mengganggu pola tidur normal. Selain itu, ada juga keterkaitan antara mengantuk yang disebabkan oleh alkohol dan hilangannya ingatan. Misalnya orang yang terlanjur mabuk dan setelah itu lupa yang terjadi memiliki ingatan yang serupa dengan yang dialami orang-orang dengan gangguan tidur, seperti mengantuk di siang hari (Motluk, 1999). Hal ini disebabkan oleh adanya proses transfer informasi ke ingatan jangka panjang yang terganggu. Sinyal-sinyal GABA (gamma aminobutyric acid) yang menginduksi mengantuk dapat menganggu tahap awal atau tahap akhir pembentukan ingatan. Zat kimia yang meniru GABA dapat melakukan ini, dan ada banyak reseptor GABA di hipokampus yang akhirnya menyebabkan masalah dalam pembentukan ingatan.

Sedangkan untuk anggapan mengenai seks, sebenarnya alkohol menurunkan tingkat testosteron di dalam darah. Fungsi dari testosteron adalah untuk mempertahankan dan mengatur dorongan seks, sehingga tentu apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan dapat menghilangkan nafsu seks atau menurunkan performa dalam melakukan hubungan seks. Meskipun fungsi seksual kembali setelah tingkat alkohol dalam darah kembali turun, kebiasaan minum yang berlebihan selama lima sampai sepuluh tahun dapat merusak virilitas laki-laki (disfungsi ereksi dan impotensi) secara permanen. Hal yang sama pun terjadi para perempuan. Peminum berat dan kronis dapat mengalami kehilangan libido dan performa, maupun infertilitas (Burke, 1999).

Masalah alkohol tidak hanya menyakiti peminumnya. Pasangan dan anak-anak dari peminum berat mungkin menghadapi kekerasan keluarga; anak-anak mungkin menderita pelecehan fisik dan seksual dan penelantaran dan mengembangkan masalah psikologis. Wanita yang minum selama kehamilan memiliki risiko serius merusak janin mereka. Saudara, teman dan orang asing dapat terluka atau tewas dalam kecelakaan yang berhubungan dengan alkohol dan serangan.

Ciri-ciri Gangguan Alcohol Use Disorder

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi ke-5, Alcohol Use Disorder adalah sebuah pola problematis yang penggunaannya mengakibatkan penurunan atau distress yang diikuti oleh setidaknya dua perilaku yang terjadi dalam jangka waktu 12 bulan, sebagai berikut: (a) menggunakan alkohol digunakan dalam jumlah besar atau lebih lama dari yang dibutuhkan; (b) keinginan terus-menerus atau upaya yang gagal untuk mengurangi atau mengontrol penggunaan alkohol; (c) menggunakan banyak waktu untuk mendapatkan alkohol, menggunakan alkohol, atau memulihkan diri dari efeknya; (d) mengidamkan, atau adanya keinginan kuat atau dorongan yang mendesak untuk menggunakan alkohol; (e) gagal dalam menjalankan kewajiban; (f) masalah interpersonal yang muncul karena pengkonsumsian yang terus menerus; (g) individu tidak lagi mengikuti aktivitas tertentu, seperti bekerja atau interaksi sosial, karena alkohol; (h) penggunaan alkohol yang berulang pada situasi yang secara fisikal berbahaya; (i) penggunaan alkohol terus dilakukan walaupun sudah mengetahui adanya masalah menyangkut psikis atau psikologis yang terjadi atau diperburuk karena alkohol; (j) mengalami tolerance (keinginan untuk menambah kadar alkohol untuk mencapai intoxication atau adanya efek yang berkurang dari kadar alkohol yang biasa dikonsumsi); dan (k) withdrawal (efek fisiologis yang muncul akibat pengkonsumsian yang konsisten ataupun berlebihan).

Selain itu pada DSM-5, diagnosis dari alcohol use dibedakan menjadi beberapa jenjang. Untuk Mild Alcohol Use Disorder, diberikan untuk yang memiliki  dua atau tiga gejala perilaku dari ciri-ciri yang telah disebutkan, Moderate untuk 4-5 gejala, dan Severe untuk enam gejala atau lebih.

Faktor Biopsikososiokultural Terkait Alcohol Use Disorder

1.      Kesalahan pada bimbingan orang tua

Relasi keluarga yang stabil dan bimbingan orang tua memiliki pengaruh besar untuk anak dan stabilitas ini seringkali jarang ada pada keluarga yang bermasalah dengan alkohol. Anak yang memiliki orang tua yang menggunakan alkohol berlebihan menjadi lebih rentan untuk membangun permasalahan yang sama pada diri mereka. Pengalaman dan pelajaran yang diambil dari peran penting dalam kehidupan awal memiliki efek yang signifikan pada saat dewasa. Pengalaman ini bisa menjadi pengaruh langsung pada penggunaan alkohol.

2.      Kerentanan psikologis

Individu dengan resiko tinggi pada permasalahan penggunaan alkohol lebih impulsif dan agresif dibandingkan mereka dengan resiko yang rendah (Morey, Skinner & Blashfield, 1984). Saat ini banyak penelitian yang berfokus kepada hubungan antara penggunaan alkohol dengan gangguan lain seperti kepribadian antisosial, depresi, dan schizophrenia. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa pada gangguan-gangguan tersebut dimana kondisi psikologis menjadi lebih rentan, kemungkinan penggunaan alkohol pun meningkat.

3.      Ekspektasi kesuksesan sosial

Penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi sosial dapat mempengaruhi keputusan remaja untuk mulai minum (Christiansen et al., 1989). Pandangan ini mendorong para profesional untuk mengambil peran dalam menghalangi atau mencegah hal tersebut dengan menyediakan hal lainnya dalam sosial yang mengubah pandangan ini sebelum penggunaan alkohol dimulai.

4.      Pernikahan dan hubungan intim lainnya

Orang dewasa dengan hubungan yang kurang dekat dan kurang mendukung cenderung menunjukkan kebiasaan minum yang lebih besar diikuti kesedihan dibandingkan mereka dengan kelompok yang akrab dan hubungan lebih positif (Hussong et al., 2001). Hubungan pernikahan mungkin dapat mempertahankan pola minum berlebihan yang dimiliki individu terlibat, misalnya istri yang memaklumi kebiasaan minum suaminya. Kehancuran pernikahan dan permasalahan lainnya di keluarga dapat menjadi situasi penuh stres bagi banyak orang dan meningkatkan penggunaan alkohol berlebih. Hal tersebut tidak hanya terbatas pada pernikahan, namun juga bisa terjadi pada hubungan lain, seperti pertemanan.

5.      Perbedaan pada setiap kultur

Pada kultur yang tidak memperbolehkan konsumsi alkohol seperti Muslim, permasalahan penggunaan ini jarang terjadi. Namun, pada kultur yang memperbolehkan seperti di Eropa permasalahan ini seringkali ada dan menyebabkan permasalahan lainnya seperti kerusakan organ dan kecelakaan. Orang Perancis memiliki angka tertinggi dalam penggunaan alkohol perkapita dan angka kematian dari sirosis hati (Noble, 1979). Lindman dan Lang (1994) pada studi perilaku berkaitan dengan alkohol di 8 negara, menemukan banyak individu mengekspresikan bahwa perilaku agresif yang sering berkaitan dengan banyak konsumsi alkohol. Sehingga hal tersebut berkaitan dengan tradisi kultural dan kekerasan atau perilaku agresi.

6.      Perubahan fungsi dalam otak

Perubahan dalam cerebral cortex menyebabkan individu akan kesulitan menahan dorongan untuk minum. Dalam otak manusia terdapat the brain reward system yang bertanggung jawab dalam menginginkan sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang membawa kesenangan, seperti makan dan kebutuhan seks yang menjadi kebutuhan bawaan manusia. Pada gangguan ini, kebutuhan tersebut digantikan menjadi kebutuhan akan alkohol. Hal tersebut disebabkan karena adanya pemikiran bahwa alkohol memiliki sifat yang menyenangkan di amigdala. Amigdala sendiri merupakan bagian otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Sehingga untuk bisa lepas dari alkohol, dibutuhkan keinginan dan motivasi yang kuat.

Selain itu, terjadi juga perubahan pada hipotalamus yang berkaitan dengan regulasi stres. Biasanya seseorang akan mulai minum apabila ia mengalami stres. Namun sebenarnya, alkohol mengurangi kemampuan regulasi stres.  

7.      Neurobiologis dalam kecanduan

Pusat dibalik proses kecanduan pada proses neurokimiawi adalah peran obat-obatan dalam mengaktifkan “jalur kesenangan”. Mesocorticolimbic dopamine pathway (MCLP) adalah pusat aktivasi obat psikoaktif pada otak. MCLP terdiri dari akson atau sel neuronal pada bagian tengah otak yang dikenal sebagai “ventral tegmental area” dan menghubungkan pusat otak lainnya seperti nucleus accumbens dan frontal korteks. Sistem neuronal ini terkait dengan beberapa fungsi seperti kontrol emosi, memori, dan kepuasan. Alkohol memproduksi euphoria dengan menstimulasi area ini pada otak. Riset memperlihatkan bahwa stimulasi elektrikal MCLP memproduksi kebahagiaan yang besar (Liebman & Cooper, 1989; Littrell, 2001).

8.      Kerentanan genetik

Kemungkinan predisposisi genetik dalam membangun permasalahan penggunaan alkohol telah banyak diteliti. Banyak ahli telah setuju bahwa genetika mungkin berperan penting dalam membangun sensitivitas penggunaan alkohol (Mustanski, Viken, et al., 2003; Plomin & DeFries, 2003). Sebuah review dari 39 studi pada keluarga dari 6.251 pengguna alkohol dan 4.083 bukan pengguna melaporkan hampir 1/3 pengguna memiliki setidaknya satu orang tua yang memiliki masalah alkohol (Cotton, 1979). Riset pada anak yang memiliki orang tua kandung pengguna alkohol namun diadopsi oleh keluarga yang tidak menggunakan memberikan informasi lainnya, dimana mereka tidak terpengaruh lingkungan keluarga kandungnya. Goodwin dan kolega (1973) menemukan bahwa anak-anak tersebut cenderung memiliki permasalahan dengan alkohol di akhir 20 tahunan dibandingkan dengan anak yang memiliki orang tua kandung bukan pengguna alkohol.

9.      Pengaruh genetika dan belajar

Ketika bicara tentang hal ini, kita tidak hanya bicara tentang pewarisan genetik, tetapi juga faktor belajar yang juga memiliki peran penting. Ketika seseorang memiliki predisposisi genetis atau kerentanan biologis dalam penggunaan alkohol, seseorang tersebut tetap harus terekspos alkohol pada tingkat tertentu untuk memunculkan perilaku pengguna alkohol ini.

Prevensi

Metode psikologis yang dilakukan untuk treatment dan prevensi untuk masalah alkohol bisa dilakukan untuk orang dewasa maupun remaja. Prevensi berfokus pada perkembangan masalah dan mengurangi efek yang muncul dari masalah tersebut. Sedangkan treatment biasanya berfokus untuk menghentikan atau mengurangi efek dari masalah penggunaan alkohol yang telah dilakukan.

Sebagai penanganan untuk gangguan ini, terdapat tiga macam prevensi yaitu:

1.      Prevensi primer

Adanya pemberian dukungan pada pembuatan aturan pelarangan penyalahgunaan alkohol yang dibuat oleh berbagai pihak. Selain itu, dari sisi lingkungan dapat diciptakan lingkungan yang dapat membuat generasi muda tidak mengkonsumsi alkohol. Seperti tidak memberikan contoh untuk menyalahgunakan alkohol dan memberikan pengetahuan tentang bahayanya, yang bisa dimulai dari lingkungan keluarga.

2.      Prevensi sekunder

Meningkatkan kesadaran agar dapat dilakukan deteksi dini terhadap perilaku yang mengarah kepada alcohol use disorder. Deteksi dini ini bisa dimulai dari keluarga dengan cara membiasakan diri untuk saling mendengar dan berinteraksi dengan setiap anggota keluarga dengan efektif. Selain itu, sekolah pun dapat berperan dengan cara memberikan pengawasan berkelanjutan yang setelahnya dapat dikomunikasikan dengan keluarga siswa.

3.      Prevensi tersier

Untuk seseorang yang telah memiliki ciri-ciri alcohol use disorder, dapat diberikan pengobatan seperti behavioral treatment yang dilakukan untuk mengubah kebiasaan minum melalui tindakan konseling, pengobatan berupa pemberian obat yang diresepkan dokter yang diberikan untuk menghentikan atau mengurangi kebiasaan minum dan mencegah efek yang tidak diinginkan kembali muncul. Pemberian obat tersebut bisa dilakukan secara mandiri atau digabungkan dengan kegiatan konseling. Selain itu, ada mutual support groups seperti alcohol anonymous yang dilakukan dengan cara bergabung dengan suatu kelompok dengan masalah yang sama untuk dapat saling mendukung dalam mencapai kesembuhan.

 

Sumber:

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5). Washington, DC: American Psychiatric Publishing.

Birrel, Diane.  (2014). Alcohol as selfobject in alcohol use disorder (UCLan journal of undergraduate research volume 7 issue 2). UK: University of Central Lancashire

Gross, Richard. (2010). Psychology: the science of mind and behaviour (sixth edition). UK: Hodder Education

James N Butcher, Susan Mineka & Jill M. Hooley. (2008). Abnormal psychology core concept. US: John Pearson Education Inc.

Wiley, John. (2014). Adult psychopathology and diagnosis seventh edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

American Psychological Association. Psychological treatment of alcohol and other psychoactive substance use disorders. (online), (http://www.apa.org/ed/graduate/specialize/alcohol.aspx, diakses 7 Januari 2016 pukul 19.25)

American Psychological Association. Understanding alcohol use disorder and their treatment.  (online), (http://www.apa.org/helpcenter/alcohol-disorders.aspx, diakses pada 8 Januari 2016 pukul 15.35)

Horvarth, A. Tom, dkk. The biological causes of alcoholism. (online), (http://www.amhc.org/1410-alcoholism/article/49099-the-biological-causes-of-alcoholism, diakses pada 19 Januari 2016 pukul 15.30)

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. (2005). Preventing alcohol abuse and dependance. (online), (http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/Social/Module3Prevention/mODULE3.HTML, diakses pada 20 Januari 2016 pukul 17.00)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun