Mohon tunggu...
Meyida arwanira
Meyida arwanira Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar man 1 jember

Menari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah dan Pengaruh Kebudayaan Kerajaan Maritim (kerajaan Mataram Islam) di Indonesia pada Masa Islam hingga Masa Kini

25 Oktober 2024   20:25 Diperbarui: 25 Oktober 2024   20:55 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam didirikan pada tahun 1578 dan berpusat di Kota Gede, Yogyakarta, oleh Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan ini memiliki hubungan sejarah dengan Kerajaan Demak dan Pajang, di mana Mataram dianggap sebagai penerus kekuasaan Pajang setelah masa Demak.

Di bawah pemerintahan Panembahan Senopati (1584-1601), Mataram mengalami perkembangan yang pesat, terutama pada masa Sultan Agung. Sultan Agung berhasil menguasai daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan beberapa wilayah di Jawa Barat. Dia juga berusaha untuk menyatukan seluruh pulau Jawa dan melancarkan serangan terhadap Batavia yang dikuasai oleh VOC pada tahun 1628 dan 1629. Namun, setelah wafatnya Sultan Agung pada 1645, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran, yang berujung pada pembagian menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Selanjutnya, pada tahun 1757, kedua kesultanan tersebut terpecah lagi menjadi Kesultanan Yogyakarta, Paku Alaman, Kesunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.

Kehidupan sosial di Mataram bersifat feodal, dengan struktur masyarakat yang terdiri dari bendoro (raja dan bangsawan), priayi (pegawai kerajaan), dan wong cilik (rakyat biasa). Sistem ini menciptakan hubungan patron-klien antara atasan dan bawahan.

Perekonomian Mataram didominasi oleh sektor pertanian, dengan beras sebagai komoditas utama yang diekspor melalui pelabuhan di pesisir utara Jawa.

Dalam bidang budaya, Sultan Agung menciptakan tradisi Grebeg Maulud serta menghasilkan karya sastra seperti Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata. Dia juga menyusun kalender Jawa yang menggabungkan sistem Hijriah dan Saka, serta menulis Sastra Gendhing yang mengandung ajaran manunggaling kawula gusti (penyatuan antara hamba dan Tuhan).

Sejarah budaya Kerajaan Mataram Islam bermula pada akhir abad ke-16 saat Panembahan Senopati mendirikan kerajaan ini sebagai penerus Kesultanan Pajang yang mengalami penurunan. Mataram Islam berkembang pesat di Jawa Tengah dan menjadi pusat budaya serta kekuasaan di Pulau Jawa.

Budaya Mataram Islam sangat dipengaruhi oleh tradisi Jawa yang telah ada sebelumnya, seperti Hindu-Buddha, yang kemudian dipadukan dengan ajaran Islam. Adaptasi ini melahirkan bentuk-bentuk kebudayaan baru, seperti seni arsitektur, tari, gamelan, dan sastra yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Contohnya, upacara Grebeg yang dulunya merupakan bagian dari tradisi Hindu diadaptasi menjadi perayaan penting dalam kalender Islam seperti Maulid Nabi.

Seni pertunjukan, seperti wayang kulit, juga mengalami penyesuaian. Meskipun kisah-kisah Hindu seperti Mahabharata dan Ramayana tetap dipertahankan, cerita tersebut diberikan nuansa Islami dengan penambahan tokoh pahlawan Muslim.

Mataram Islam dikenal dengan arsitektur khas, seperti Masjid Agung dan alun-alun yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan keagamaan. Struktur pemerintahan kerajaan menggabungkan sistem birokrasi yang dipengaruhi oleh konsep Islam dengan tradisi Jawa.

Salah satu contoh budaya yang masih ada hingga saat ini adalah Sekaten.

Sekaten berasal dari kata "sekati," yang dulunya merupakan nama alat gamelan pusaka kraton dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

1. Sekaten berasal dari kata "suka" dan "ati," yang berarti senang hati.

2. Sekaten berasal dari kata "sesek" dan "ati," yang berarti sesak hati.

3. Sekaten berasal dari dua kalimat syahadat atau syahadatain.

Sejarah Sekaten tidak terlepas dari upaya Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam, yang sudah dilakukan sejak masa Kerajaan Demak. Saat itu, mayoritas masyarakat memeluk kepercayaan Hindu dan Buddha. Untuk menarik perhatian warga, Sunan Kalijaga menggunakan lagu-lagu ciptaannya yang diiringi alat musik gamelan. Metode ini berhasil mengumpulkan warga dan digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam serta membimbing mereka dalam mengucapkan kalimat syahadat. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga mendapat julukan "Kyai Sekati," yang berakar dari makna Sekaten dan berasal dari kata syahadatain.

# Tujuan Sekaten

Perayaan Sekaten diadakan setiap tahun untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, pada zaman dahulu, Sekaten berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.

Upacara Sekaten dilaksanakan secara sakral oleh keraton melalui serangkaian prosesi tertentu. Ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi, termasuk bagi para abdi dalem yang bertugas menabuh gamelan, yang harus menjaga sikap selama menjalankan tugas. Mereka juga diwajibkan untuk berpuasa dan menyucikan diri sebelum bertugas. Selain itu, gamelan tidak boleh dimainkan pada malam Jumat dan siang hari Jumat sebelum waktu shalat zuhur.

# Prosesi Sekaten

Upacara Sekaten terdiri dari lima prosesi, yaitu Miyos Gangsa, Numplak Wajik, Kondur Gangsa, Garebeg, dan Bedhol Songsong.

Pada pukul 23.00 WIB, kedua gamelan dibawa ke Masjid Gedhe dan dimainkan selama enam hari berturut-turut, kecuali pada waktu sholat dan malam Jumat.

# Garebeg

Pada tanggal 12 Rabiul pagi, keraton menggelar Hajad Dalem dengan membagikan tiga Gunungan Kakung, satu Gunungan Estri, satu Gunungan Darat, satu Gunungan Gepak, dan satu Gunungan Pawuhan ke tiga lokasi berbeda: Pura Pakulaman, Kepatihan, dan Masjid Gedhe. Prosesi ini dilakukan pada pukul 11.00 WIB dengan pengawalan oleh Bregada Prajurit.

#Bedhol Songsong

Bedhol Songsong dilaksanakan di Bangsal Pagelaran Keraton Jogja pada malam hari pukul 20.00 WIB tanggal 12 Rabiul. Prosesi ini diisi dengan pertunjukan wayang yang berlangsung sepanjang malam.

Pada sore hari tanggal 12 Rabiul, payung agung yang dipasang selama Sekaten akan dicopot dari Plataran Pagelaran dan dibawa kembali ke dalam keraton.

Beberapa budaya Kerajaan Mataram Islam yang masih dipraktikkan hingga saat ini meliputi:

1. Sekaten: Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan di Yogyakarta dan Surakarta, mencakup berbagai tradisi seperti gamelan Sekaten dan Grebeg Maulud.

  

2. Grebeg: Tradisi yang diadakan pada waktu tertentu, seperti Grebeg Syawal, Grebeg Maulud, dan Grebeg Besar, yang melibatkan arak-arakan gunungan sebagai simbol kemakmuran.

  

3. Upacara Labuhan: Ritual yang dilakukan di lokasi-lokasi keramat seperti Gunung Merapi, Parangkusumo, dan Dlepih, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan permohonan keselamatan.

  

4. Batik: Penggunaan motif batik khas seperti Parang dan Kawung yang berasal dari budaya kerajaan, masih dilestarikan dalam acara resmi seperti pernikahan dan perayaan adat.

  

5. Wayang Kulit: Seni pertunjukan yang dahulu digunakan sebagai sarana dakwah dan penyampaian pesan moral, masih menjadi bagian penting dari seni tradisional di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

  

6. Keraton: Keberadaan keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai pusat kebudayaan dan tempat berlangsungnya berbagai ritual tradisional masih dijaga hingga kini.

Budaya-budaya ini tetap dijalankan dan menjadi elemen penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, sekaligus mempertahankan warisan dari Kerajaan Mataram Islam.

kesimpulan:

Kerajaan Mataram Islam didirikan pada tahun 1578 di Kota Gede, Yogyakarta oleh Ki Ageng Pemanahan, sebagai penerus kekuasaan Kerajaan Pajang dan Demak. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati dan puncaknya di bawah Sultan Agung, kerajaan ini berkembang pesat, mencakup wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung juga berupaya menyatukan seluruh Pulau Jawa serta melancarkan serangan terhadap VOC di Batavia pada 1628 dan 1629.

Setelah Sultan Agung wafat pada 1645, Mataram mulai mengalami kemunduran hingga akhirnya terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta berdasarkan Perjanjian Giyanti pada 1755. Pada tahun 1757, kedua kerajaan itu terpecah lagi menjadi empat entitas: Kesultanan Yogyakarta, Paku Alaman, Kesunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.

Mataram memiliki struktur sosial feodal yang terdiri dari bangsawan, pegawai kerajaan, dan rakyat jelata. Perekonomiannya didominasi oleh sektor agraris, dengan beras sebagai komoditas utama. Budaya Mataram dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha dan Islam, menghasilkan bentuk-bentuk baru seperti seni bangunan, tari, gamelan, dan sastra. Sultan Agung memperkenalkan Grebeg Maulud, kalender Jawa, serta karya sastra dengan ajaran spiritual.

Beberapa budaya dari Mataram Islam yang masih bertahan meliputi Sekaten, Grebeg, Labuhan, batik, wayang kulit, dan keberadaan keraton sebagai pusat kebudayaan. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian penting dari warisan budaya Jawa tetapi juga sebagai simbol kebesaran dan sejarah panjang Kerajaan Mataram Islam.

REFERENSI: https://www.detik.com/jogja/budaya/d-6945024/apa-itu-tradisi-sekaten-ini-sejarah-tujuan-hingga-prosesinya

NAMA :

- KALILA SHAINA (11)

- MEYIDA ARWANIRA (16)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun