Apakah Dewa Kipas benar-benar hebat dalam bermain catur atau dirinya sebenarnya tidak sehebat seperti yang dipikirkan banyak orang selama ini?
Saya pribadi sangat percaya dengan data, asalkan merujuk pada sumber yang valid. Untuk itulah setiap kali saya menulis di Kompasiana (khususnya bola) selalu menggunakan data untuk memperkuat argumen saya.
Data statistik permainan Dewa Kipas di aplikasi Chess.com menunjukkan statistik yang luar biasa hebat. Akurasi langkahnya rata-rata di atas 95% dalam setiap gim.
Berkaca pada data statistik permainan tersebut akhirnya akun Dewa Kipas di Chess.com diblokir dengan alasan, tidak mungkin ada satu orang pun yang sanggup melakukan hal tersebut. Singkatnya, Dewa Kipas dinilai melakukan kecurangan dalam permainan di aplikasi tersebut.
Saya percaya dengan argumen yang menyebutkan bahwa Dewa Kipas melakukan kecurangan. Karena argumen tersebut berdasarkan pada data yang valid.
Namun di sisi lain, saya juga sangat percaya dengan pepatah yang menyebutkan "impossible is nothing". Bisa jadi, Dewa Kipas memang benar-benar hebat. Meskipun kemungkinan tersebut terbilang kecil.
Dari argumen yang merujuk pada data statistik dan asumsi saya yang merujuk pada pepatah "impossible is nothing", cukup untuk membuat saya penasaran dan bertanya-tanya mana yang benar. Hahaha.
Untungnya, pertanyaan apakah Dewa Kipas benar-benar hebat atau sebenarnya tidak sehebat seperti yang dipikirkan banyak orang, akan segera terjawab.
Deddy Corbuzier memfasilitasi pertarungan catur yang mempertemukan antara Dewa Kipas melawan Grand Master Indonesia, Irene Sukandar yang akan disiarkan secara langsung di kanal Youtube - Deddy Corbuzier pada hari Senin (22/3/2021) pukul 15.00 WIB.
Pertarungan yang dipromotori oleh mantan mentalis terhebat di Indonesia ini tidak hanya akan menjawab rasa penasaran publik, tapi juga bisa membuat catur menjadi lebih populer dari sebelumnya.
Alasan dari pendapat bahwa catur bisa menjadi populer adalah baru kali ini ada pertandingan catur yang gaungnya sebesar seperti ketika timnas sepak bola Indonesia akan bertanding.
Namun sebelum masuk kesana, saya akan membahas terlebih dahulu tentang kejutan yang terjadi di babak 16 besar Liga Eropa leg kedua 19/3/2021 lalu.
Liga Eropa
Tentu saja pertandingan antara Dewa Kipas vs Irene Sukandar ini ada hubungannya dengan kejutan yang terjadi di Liga Eropa beberapa waktu lalu.
Pertama, dalam pertandingan AC Milan vs Manchester United. Situs analisis data ternama, Fivethirtyeight per 15/3/2021 mempediksi bahwa MU mempunyai peluang lebih besar lolos ke perempat final daripada AC Milan.
MU diprediksi lolos ke 8 besar dengan persentase 62% sedangkan AC Milan hanya memiliki peluang 38%.
Prediksi di atas tentunya tidak berlaku bagi pendukung Milan. Mengingat Milan hanya perlu bermain imbang 0-0 untuk lolos ke quarterfinal setelah mereka berhasil menahan imbang MU 1-1 di Old Trafford.
Berdasarakan fakta tersebut, pendukung AC Milan berasumsi bahwa Rossoneri-lah yang akan melaju ke babak selanjutnya.
"Di kandang lawan saja bisa mencetak gol kok, masak di kandang sendiri tidak bisa menahan imbang 0-0". Kurang lebih seperti itu argumen pendukung AC Milan.
Namun hasil akhir menunjukkan bahwa prediksi berdasarkan data lebih unggul daripada asumsi. Karena pada akhirnya MU yang berhasil menang dengan skor 0-1 dan berhak melaju ke 8 besar.
Kedua, laga yang mempertemukan antar Dinamo Zagreb dan Tottenham Hotspur. Situs analisis data yang dikreasi oleh Nate Silver ini, lagi-lagi memprediksi bahwa klub asal Inggris (Spurs) yang akan melaju ke partai selanjutnya.
Tak tanggung-tanggung, Fivethirtyeight per 15/3/2021 memprediksi peluang lolos Spurs mencapai 95% sedangkan Zagreb hanya memiliki peluang 5%.
Prediksi tersebut bukan tanpa alasan, selain Spurs sudah unggul 2-0 di kandang sendiri pada pertemuan pertama, juga karena kekuatan/soccer power index (SPI) Tottenham jauh lebih tinggi daripada Zagreb.
Pasukan Jose Mourinho memiliki skor SPI 80,1 sedangkan Zagreb hanya 66,2.
Sebenarnya pendukung Zagreb sudah merasa bahwa timnya akan tersingkir. Namun yang namanya pendukung, tetap saja berasumsi bahwa tim kesayangannyalah yang akan melaju ke 8 besar. Asumsi tersebut tentunya hanya berdasarkan pada keajaiban atau pepatah "impossible is nothing.
Hasil akhir di lapangan, menunjukkan bahwa keajaiban atau "impossible is nothing" mampu mengungguli prediksi berdasarkan data.
Zagreb berhak lolos ke perempat final setelah unggul 3-0 di pertemuan kedua. Karena Zagreb lebih unggul secara agregat daripada Spurs dengan skor 3-2.
Nah, dari dua contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa apapun bisa terjadi sebelum pertandingan benar-benar usia.
Pertarungan antara Dewa Kipas vs GM Irene Sukandar bisa diumpamakan seperti dua pertandingan sepak bola Liga Eropa tersebut.
Irene adalah Manchester United dan Tottenham Hotspur yang mempunyai nama besar, reputasi yang lebih baik dan kekuatan yang lebih besar daripada lawannya.
Sedangkan Dewa Kipas adalah AC Milan dan Dinamo Zagreb yang unggul hanya berdasarkan pada asumsi "impossible is nothing".
Ini sangat menarik, karena pada 2 laga Liga Eropa di atas, pepatah sakti "impossible is nothing"Â menunjukkan eksistensinya.
Dalam pertarungan melawan Dewa Kipas, Irene jelas mempunyai peluang menang lebih besar. Namun, aakah Irene tetap menang seperti Manchester United di akhir laga atau berakhir tragis seperti Tonttenham Hotspur?
Bulan lalu saya menulis di Kompasiana tentang apa yang membuat olahraga bukan tim menjadi sangat populer? Jawabannya adalah adanya atlet yang mampu memperluas jangkauan penonton.
Untuk lebih jelasnya bisa di baca di artikel saya yang berjudul "Tenis Era Naomi Osaka akan seperti F1 Era Lewis Hamilton?"
Valentino Rossi adalah salah satu atlet yang mampu memperluas jangkauan penonton. Itu sebabnya, MotoGP menjadi sangat populer.
Berkaca pada pendapat di atas, diakui atau tidak, Dewa Kipas adalah orang yang mampu memperluas jangkauan penonton dalam olahraga catur. Setidaknya untuk saat ini, tidak tahu bagaimana ke depannya.
Saat ini olahraga catur tidak hanya populer di pos ronda atau di warung-warung. Kini semua orang dari berbagai kalangan membicarakan catur karena kehadiran Dewa Kipas yang mengguncang tanah air.
Maka dari itu, tidak berlebihan jika Dewa Kipas disebut sebagai Valentino Rossi-nya catur Indonesia.
Pahlawan Catur
Sebagai Grand Master, Irene Sukandar mengambil resiko besar dengan mempertaruhkan reputasinya saat memutuskan menerima tawaran bertanding melawan Dewa Kipas yang bukan merupakan seorang atlet catur profesional.
Tanpa kesediannya menjadi lawan tanding Dewa Kipas, maka polemik ini hanya akan terus menjadi debat kusir tanpa ujung.
Terlepas dari apapun alasan yang mendasarinya untuk bersedia melawan Dewa Kipas, Irene telah menunjukkan sikap ksatria demi membuat catur (sesuatu yang sangat ia cintai) menjadi dikenal lebih luas oleh masyarakat Indonesia.
Untuk itu, Dewa Kipas boleh menjadi Valentino Rossi-nya catur Indonesia, tapi pahlawan catur Indonesia yang sebenarnya adalah Grand Master Irene Sukandar.
Saya setuju dengan pernyataan Deddy Corbuzier, bahwa pertarungan Dewa Kipas vs Irene Sukandar bukan tentang menang atau kalah. Akan tetapi, hal tersebut adalah tentang kebaikan olahraga catur itu sendiri.
Kini, saatnya catur naik kelas.
Salam,
-Mex'r-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H