Irene adalah Manchester United dan Tottenham Hotspur yang mempunyai nama besar, reputasi yang lebih baik dan kekuatan yang lebih besar daripada lawannya.
Sedangkan Dewa Kipas adalah AC Milan dan Dinamo Zagreb yang unggul hanya berdasarkan pada asumsi "impossible is nothing".
Ini sangat menarik, karena pada 2 laga Liga Eropa di atas, pepatah sakti "impossible is nothing"Â menunjukkan eksistensinya.
Dalam pertarungan melawan Dewa Kipas, Irene jelas mempunyai peluang menang lebih besar. Namun, aakah Irene tetap menang seperti Manchester United di akhir laga atau berakhir tragis seperti Tonttenham Hotspur?
Bulan lalu saya menulis di Kompasiana tentang apa yang membuat olahraga bukan tim menjadi sangat populer? Jawabannya adalah adanya atlet yang mampu memperluas jangkauan penonton.
Untuk lebih jelasnya bisa di baca di artikel saya yang berjudul "Tenis Era Naomi Osaka akan seperti F1 Era Lewis Hamilton?"
Valentino Rossi adalah salah satu atlet yang mampu memperluas jangkauan penonton. Itu sebabnya, MotoGP menjadi sangat populer.
Berkaca pada pendapat di atas, diakui atau tidak, Dewa Kipas adalah orang yang mampu memperluas jangkauan penonton dalam olahraga catur. Setidaknya untuk saat ini, tidak tahu bagaimana ke depannya.
Saat ini olahraga catur tidak hanya populer di pos ronda atau di warung-warung. Kini semua orang dari berbagai kalangan membicarakan catur karena kehadiran Dewa Kipas yang mengguncang tanah air.
Maka dari itu, tidak berlebihan jika Dewa Kipas disebut sebagai Valentino Rossi-nya catur Indonesia.