Matahari baru saja menyembunyikan dirinya, namun jalanan masih padat. Lampu-lampu kota sudah mulai menyala. Klakson-klakson dari kendaran yang memenuhi jalan masih saja berbunyi dengan nyaringnya.
Pria itu tak menghiraukan semua kekacauan tersebut. Pria yang belum terlalu tua itu duduk di kursi belakang mobilnya. Pandanganya kosong mengarah ke jendela mobil. Kemudian dia meraih kartu remi yang tersimpan di saku kemeja. Kartu itu terlihat sudah tua namun terawat dengan baik. Dibukanya kartu itu, lalu diambilnya kartu as waru yang di baliknya terdapat sebuah tanda tangan. Dia memandanginya, kemudian tersenyum dengan senyuman yang ada sedikit kepahitan di dalamnya.
"Pak, nanti mampir sebentar di Ceyda ya", ucapnya lirih.
"Iya tuan", jawab sopirnya.
Tak lama kemudian, mobil yang ditumpanginya belok ke halaman sebuah bangunan megah bertuliskan Ceyda Resto.
Pria itu turun dari mobilnya, Range Rover warna hitam dan berjalan ke arah pintu masuk. Langkahnya ragu-ragu seperti ada ketakutan. Sesampainya di ujung halaman dekat pintu masuk restoran, pria itu menghentikan langkahnya sambil menatap dalam-dalam tulisan Ceyda Resto yang bersinar dipenuhi lampu.
"Silakan Tuan", sapa pelayan restoran.
Pria itu hanya menganggukkan kepala kemudian melanjutkan langkahnya mengikuti pelayan restoran.
"Meja nomor 3 kan, Tuan", ucap ramah pelayan restoran.
Pria itu menatap pelayan tadi yang diikuti gerakan mengangguk kepala tanda setuju. Dia kemudian duduk di sofa, meja nomor 3.
"Dua porsi Yayla Kebab, dua Baklava, dua Blue Ayran. Satu porsi Yayla kebab tidak pakai yogurt", ucap pelayan itu sambil mencatatnya.
"Lho, Anda kok tahu?", tanya lirih pria tadi dengan raut wajah agak heran.
"Maaf Tuan. Setiap tanggal 1 Juni, Tuan selalu datang ke restoran ini sendirian di tanggal yang sama, jam yang sama, meja yang sama dan menu yang sama. Tuan sudah melakukannya selama 10 tahun terakhir. Sekarang tanggal 1 Juni, Tuan", pelayan tadi menjelaskan.
Pria tadi tersenyum sedikit dan berkata, "Anda benar".
******
Pria tadi mengeluarkan pena dari saku kemejanya dan selembar kertas kecil, lalu menuliskan "Whises You a Very Happy Birthday Karil. Stay Classy.", kemudian dia meletakkanya di atas meja dan menutupinya dengan telapak tangannya.
Setelah pesanannya sampai di meja, pria tadi mendorong dengan jari telunjuknya kertas ucapan selamat ulang tahun ke depannya, tepatnya di sebelah Yayla Kebab tanpa yogurt. Supaya kertas itu tidak berpindah tempat, dia menindihnya dengan sendok.
"Selamat ulang tahun Karil, i love u", ucapnya lirih yang dilanjutkan dengan senyum seorang diri.
Dia masih terus bicara dengan kursi kosong di hadapannya, "Sebelum kita makan, kita main dulu yuk. Seperti biasa, tebak kartu."
Lalu dia mengeluarkan kartu remi, dan mengambil 4 kartu. Dia menatap keempat kartu tersebut secara berjajar dan dalam kartu terbuka.
"Kamu pilih satu... Oke, seperti biasa kamu selalu pilih kartu waru.... Aku tutup ya kartunya.. Aku acak-acak biar kamu bingung tidak bisa menemukannya.", kata pria itu sendirian.
Lalu dia mulai mengacak-acak keempat kartu tadi sambil mengucapkan mantra, "Tebak tebak dimana hatiku... Jika kamu tidak bisa menebaknya, aku akan menemukannya untukmu.... Tebak tebak dimana hatiku... Jika kamu tidak bisa menebaknya, aku akan menemukannya untukmu... Tebak tebak dimana hatiku... Jika kamu tidak bisa menebaknya, aku akan menemukannya untukmu..." Lalu dia menepuk meja dengan telapaknya, tanda kartu sudah selesai diacak. "Cepat temukan hatiku", lanjutnya.
"Salah.... Salah.... Dasar Karil, kamu selalu tidak bisa menemukannya. Payah!! Oke, biar aku saja yang menemukannya untukmu", kata dia setelah beberapa saat memberi waktu pada lawan bicaranya untuk memilih kartu.
"Ini dia hatiku", lanjutnya sambil mengangkat kartu bergambar waru.
"Apa? Kamu mau main lagi? Okelah", kata dia yang dilanjutkan dengan memaikannya kembali. Pria itu terus mengulangi permainannya
Di tengah permainannya yang terus diulang-ulang, dia terkejut oleh sebuah jari telunjuk perempuan yang diletakannya tepat di atas kartu yang sedang diacak.
Pria tadi langsung mengangkat kepalanya, mengarahkan pandangannya mencari tahu siapa pemilik jari telunjuk itu. Betapa kagetnya dia mengetahui yang berdiri di depannya adalah seorang wanita cantik memakai gaun merah dengan rambut dark brown panjang bergelombang yang dibiarkan terurai di pundaknya.
"Ka.. Ka.. Karil?" kata pria tadi terbata-bata, seperti melihat hantu.
"Iya", jawab Karil
Karil membuka kartu yang dipegangnya tadi.
"Kok kartunya Q (queen)? Sudah ga pake As lagi?", lanjutnya.
Aldo hanya bengong melihatnya.
Kemudian Karil mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut meja di depannya. Hening. Kemudian air matanya menetes.
"Kamu masih melakukannya? Memesan semua makanan kesukaanku? Yayla tanpa yogurt, baklava, blue ayran? Come on Aldo, itu sudah 10 tahun yang lalu." Kata Karil.
"Iya. Ini kan hari ulang tahunmu.", jawab Aldo.
Air mata Karil menetes semakin deras mendengar jawaban Aldo.
"Si.. si.. Silakan duduk Karil." kata Aldo, ramah.
Sambil mengusap air matanya, Karil kemudian duduk di kursi kosong tadi. "Apa kabar", basa-basi Karil.
"Baik. Kamu?", jawab Aldo canggung.
"Baik juga.", jawab Karil.
"Kamu kesini dengan siapa?", tanya Aldo.
"Sama anak dan suamiku untuk merayakan ulang tahunku. Itu mereka duduk disana." jawab Karil sambil menunjuk meja nomor 12. "Suamiku yang memintaku nemuin kamu, jangan GR kamu." lanjutnya.
"Oh.", kata Aldo.
"Suamimu tahu?", lanjut Aldo.
"Iya. Aku sudah menceritakan semua dia awal pernikahan kami?", jawab Karil.
Sesaat suasana menjadi hening dan tidak nyaman.
"Kamu ga risih?", tanya Aldo.
"Risih kenapa?", tanya balik Karil.
"Aku kan cowok miskin.", jawab Aldo kesal.
"Plis Do, jangan bahas itu lagi.", ucap Karil.
"Ah. Oke. Lagi pula itu sudah 10 tahun yang lalu". Aldo
"Plis Do ngertiin perasaanku saat itu. Dulu aku mencintaimu, sangat mencintaimu.", Karil.
"Lalu kenapa kamu tinggalin aku begitu saja? Bahkan kamu bilang, aku miskin ga cocok sama kamu.", ucap Aldo kesal.
"Mama yang suruh bilang begitu.", jawab Karil.
"Kata Mama, itu ga akan membuatmu hancur. Tapi akan membuatmu semakin kuat karena kamu akan termotivasi dengan kata-kata itu.", jawab Karil lirih.
"Ga hancur gimana? Aku hancur sehancur hancurnya waktu itu!! Sampai sekarang!!", ucap Aldo dengan nada meninggi.
"Buktinya? Kamu sekarang kaya raya. Berarti benar kan kata Mamaku?", Karil.
"Kamu kok tahu?", tanya Aldo.
"Aku lihat ig mu." Karil.
"Kamu kepoin ig ku?", Aldo
"Enggak!! Jangan GR kamu! Suamiku yang kasih lihat ke aku.", Karil.
"Oh.", Aldo.
"Do, plis jangan bilang aku matre. Sejak kecil aku sudah terbiasa hidup mewah. Papa dan Mama ga mau aku hidup susah. Mereka mau yang terbaik buat aku. Aku mencintaimu Do, dulu ya. Tapi karena itu, aku harus merelakanmu.", jelas Karil.
Aldo hanya terdiam sambil menundukkan kepala.
"Aldo, kalau dulu kita jadi menikah, kamu ga akan jadi seperti sekarang ini. Kamu ga akan berkembang Do.", lanjut Karil pelan sambil memegang tangan Aldo.
"Kamu akan terus-terusan ditekan oleh Papaku. Aku ga mau itu Do.", lanjut Karil.
"Terus apa itu namanya kalau ga matre?", Aldo kesal.
"Bukan begitu Do. Maafin aku Do, aku ga mau melawan kedua orang tuaku. Kata Mama, sebelum menikah kamu bisa memilih dengan siapa kamu akan hidup, tentuin yang terbaik. Tapi setelah menikah, keadaan bisa saja berubah, tapi kamu harus tetap bersama suamimu dalam keadaan jaya ataupun bangkrut." Karil.
"Kenapa dulu kamu lebih memilih ninggalin aku? Karena aku miskin?? Heh?." tanya Aldo lirih.
"Bukan Do, aku ga mau kamu terus menerus ditekan Papaku.", jawab Karil.
"Ga mudah Do aku ambil keputusan itu. Di awal pernikahanku, aku bahkan masih mencintaimu, aku membenci suamiku. Tapi kesabaran dia dan keikhlasan dia mencintaiku yang meluluhkan hatiku. Gini Do, seandainya,,, seandainya ya,, amit-amit,, amit-amit nih,, suamiku bangkrut, aku ga akan ninggalin dia. Aku akan tetap bersamanya dalam keadaan apapun. Pernikahan itu belajar bersama dan tumbuh bersama Do tanpa ada satu pihak pun yang tersakiti. Aku ga bisa lakuin itu sama kamu, kamu pasti akan jadi pihak yang terus menerus tersakiti." lanjut Karil.
Aldo hanya terdiam dan menundukkan kepala.
"Do, aku sudah melangkah jauh ke depan. Anakku aja tahun depan sudah masuk SD, ya emang telat sih aku punya anak. Aku juga mau melangkah ke depan Do. Yang terbaik buatmu saat ini adalah melanjutkan hidup. Cari cewek yang baik, jadikan dia istrimu. Aku yakin ga ada cewek yang mampu menolakmu sekarang. Ya Do!", ucap Karil lirih.
Lagi-lagi Aldo hanya diam.
"Do, hidupmu itu sangat berharga, jangan kamu sia-siain. Kamu bukan Florentino Ariza, Do. Kamu juga tidak hidup di film 'Love in the Time of Cholera', tapi kamu hidup di dunia 'Love in the Time of Corona', Karil.
Aldo tertawa mendengar pernyataan Karil.
"Wabah penyakit aja udah berubah Do. Dulu kolera sekarang korona. Masa kamu ga berubah Do? 10 tahun ngobrol sama kursi kosong. Kamu gila?", Karil.
Aldo tertawa tapi air matanya jatuh membasahi pipinya.
"Aku harus kembali ke suamiku. Kamu harus janji untuk ngelupain aku", ucap Karil lirih.
Aldo hanya diam.
"Janji.", pinta Karil sekali lagi dengan air mata yang menggenamg di ujung kelopak matanya.
"Aku janji.", jawab Aldo tegas.
Sambil mengusap air matanya, Karil memeluk Aldo.
"Selamat tinggal Do. Inget kata-kataku, selain aku, ga akan ada cewek yang mampu menolakmu.", ucap Karil yang air matanya masih menggenang di kelopak matanya.
Kemudian Karil berbalik meninggalkan Aldo. Belum satu langkah dia melangkah, tiba-tiba.......
"Karil tunggu.", ucap Aldo.
Karil berhenti dan berbalik ke arah Aldo. "Apa lagi Do?", tanya Karil.
"Emmm,, Mama kamu benar, kalau dulu aku menikahimu, aku pasti akan terus tertekan. Aku baru sadar atas cerita cowok miskin yang ditolak cewek, kemudian dia jadi kaya raya dan suami si cewek akhirnya jadi karyawan cowok yang ditolak.", ucap Aldo sambil menarik nafas panjang.
"Aku baru sadar, kalau cowok yang jadi kaya raya tadi ga akan jadi kaya jika jadi menikahi gadis yang menolaknya. Sekarang aku tau, kenapa kamu dulu menandatangani kartu as waru di permainan kartu itu. Dulu aku mengira kamu curang, eh sebenarnya emang curang sih, hehe. Tapi kecuranganmu itu sebenarnya yang menemukan hatiku untukku. Aku tak bisa menemukan hatiku untuk untukmu. Tapi kamu bisa menemukan hatiku untukku. Terima kasih untuk itu Karil. Kaulah kartu as ku", ucap Aldo
Air mata Karil semakin jatuh mendengar itu, tapi dia memilih untuk melanjutkan langkahnya. "Bye Aldo", ucap Karil sambil menghapus air matanya dan meninggalkan Aldo.
Karil sudah sampai di mejanya bersama anak dan suaminya. Aldo menoleh ke arah mereka, di saat bersamaan suami Karil menoleh ke arah Aldo. Dia tersenyum bangga kepada Aldo sambil menganggukan kepalanya. Aldo membalasnya dengan gerakan yang sama.
*******
Aldo berjalan keluar dari restoran itu dengan perasaan lega. Sebelum masuk ke dalam mobil, Aldo melihat tulisan Ceyda Resto dengan tersenyum lebar, kemudian dia melemparkan kartu remi yang sudah disimpannya selama lebih dari 10 tahun. Aldo masuk ke mobil dengan senyum lepas dan meninggalkan restoran itu.
Di sisi lain, Karil dan suaminya merasa lega melihat dari dalam restoran apa yang baru saja dilakukan Aldo.
"Maaf Nyonya, Tuan.", ucap pelayan restoran yang tadi menyambut Aldo.
"Tuan yang tadi duduk di meja 3 menitipkan ini untuk Nyonya dan Tuan.", lanjut pelayan tadi sembari memberikan kartu as yang di baliknya terdapat tanda tangan Karil.
"Beliau bilang, beliau mengganti kartu as dengan kartu Q supaya yang diajak main tidak bisa menebak dimana kartu waru.", lanjut pelayan.
"Satu lagi Nyonya, Tuan.", kata pelayan sambil memberikan kertas bertuliskan selamat ulang tahun.
Di kertas tersebut tertulis "Whises you a very happy birthday Karil. Stay classy. Now, i can forget you. Terima kasih untukmu dan suamimu. Kalian berdua adalah kartu as ku. Salam. Aldo."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H