Bukan Salahmu, Sayang (Bagian Kedua)
Bu Ratna kembali menggeleng, ketika hari ini kutanyakan tentang keberadaan Danu.
Sepulang dari sekolah, berbekal alamat yang kudapatkan dari ruang tata usaha sekolah, aku berdiri di depan rumah Danu. Rumah berukuran sedang dan bercat putih itu terlihat sangat sepi. Kupencet bel berulang kali, tapi tak ada seorang pun yang keluar dari dalam rumah.
Aku hampir beranjak pergi ketika tetangga sebelah rumah Danu menghampiri.
"Rumahnya kosong, Bu. Pergi semua orangnya," ucapnya sambil tersenyum.
"Pantesan saya pencet bel dari tadi nggak ada yang keluar."
"Ibu mau cari siapa?"
"Saya, gurunya Danu, Bu."
"Oh, putra bungsunya Pak Teguh, ya. Wah, sayang sekali, Bu Guru. Dari kemarin semuanya pergi. Saya lihat waktu mereka berangkat kemarin siang, tapi saya nggak tau mereka pergi ke mana."
"Baiklah, Bu. Terima kasih informasinya. Saya pamit, ya. Selamat siang."
"Siang, Bu Guru."