Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Tari Lumense dari Moronene akan Dipentaskan di Istana Negara

9 Agustus 2022   20:13 Diperbarui: 9 Agustus 2022   20:39 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, pada akhirnya praktek ritual berbau klenik dari tarian lumense ini telah bergeser yang juga disebabkan oleh pemikiran masyarakat yang telah terbuka dan lebih modern, sehingga sekarang Tari Lumense berfungsi lebih kepada tarian pertunjukan.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Tarian Lumense diciptakan oleh seorang pertapa bernama "Waliampehalu" yang berasal dari kampung Tangkeno. 

Dikisahkan, Waliampehalu sedang melakukan pertapaan, dimana di dalam pertapaannya Waliampehalu sering mendengar suara gendang dan suara hiruk pikuk manusia dari arah gunung Sangia Wita. 

Waliampehalu pun penasaran dan berusaha untuk menemukan asal suara yang menimbulkan keramaian tersebut, namun tak berhasil. Waliampehalu lalu kembali lagi bertapa selama 8 hari, kemudian sekonyong-konyong di tempat itu muncul beberapa orang pemuda tampan yang memainkan gendang diiringi para penari yang memperagakan gerakan-gerakan menuruti irama gendang yang ditabuh para pemuda tadi.

Para pemuda dan penari tersebut mengelilingi sebatang pohon pisang sambil menari. Dalam pertapaannya tersebut antara sadar dan tidak, Waliampehalu mendengar suara sayup-sayup yang menjelaskan manfaat dari gerakan tarian berirama tadi bagi manusia. Dijelaskan pula bahwa penari maupun gendang berasal dari Wawo Sangia (Penguasa Kayangan). Seusai pertunjukan merekapun menghilang, kembali ke kayangan. 

Setelah kembali dari pertapaannya Waliampehalu pun berusaha melengkapi peralatan seusai apa yang dilihatnya dan mengajarkan irama dan tarian yang dilihatnya. Ketika itu di desa Tangkeno dan Kabaena umumnya sering terjadi bencana, serta wabah penyakit. 

Dan dengan dilakukannya ritual tarian yang diajarkan kepada Waliampehalu, maka bencana serta wabah penyakitpun sirna. Sehingga sejak itu jadilah tarian lumense menjadi ritual tarian bagi masyarakat Tangkeno dan Kabaena.

Tarian Lumense ini diiringi dengan instrumen musik gendang, gong besar (mbololo), dan gong kecil (ndengu-ndengu atau tawa-tawa). Ketiga instrumen musik pukul ini dimainkan oleh tiga orang pemain. Biasanya Tari Lumense ini dilakukan di arena atau panggung terbuka, selain dari alat musik pukul di atas perlengkapan pertunjukan  tarian lumense hanya terdiri dari parang dan batang pisang saja. 

Sementara itu, untuk pakaian penarinya mengenakan pakaian adat. Penari pria memakai baju berwarna hitam, kain sarung, dan mengenakan topi khas yang terbuat dari bambu berbentuk kerucut. 

Penari wanitanya mengenakan baju panjang berjumbai seperti ekor burung, kain sarung, dan menggunakan ikat kepala dengan hiasan berumbai, serta memakai ikat pinggang. 

Dahulu tari ini hanya dipertunjukkan pada waktu siang hari. Namun, sekarang ini, Tari Lumense juga dipertunjukkan pada waktu malam. Durasi pementasan Tari Lumense ini diperkirakan memakan waktu lebih kurang 8 sampai 10 menit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun