Satu kabar gembira bagi masyarakat Tokotu'a, Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Salah satu tarian tradisional Tokotu'a yaitu Tarian Lumense dinilai layak ditampilkan di Istana Negara dalam memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT-RI) ke 77. Tarian Lumense, menjadi salah satu dari empat tarian nusantara yang kali ini dipilih untuk memeriahkan peringatan dirgahayu kemerdekaan.
Tari Lumense dari Sulawesi Tenggara atau tepatnya dari pulau Kabaena, Kabupaten Bombana akan ditampilkan pada pagi hari saat upacara penaikan Bendera Merah Putih di Istana Negera bersama dengan Reog Ponorogo. Sementara itu dua tarian lainnya dari Papua dan NTB akan ditampilkan pada penurunan Bendera Merah Putih di sore harinya.
Tarian Lumense sendiri merupakan tarian tradisional suku Moronene atau Tokotu'a di Pulau Kabaena. Tarian ini bagi masyarakat suku Morenene dahulu kala berfungsi sebagai sarana upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Moronene yaitu upacara adat yang biasa disebut Pe'olia.Â
Namun, seiring perkembangan jaman, tarian Lumense ini selain sebagai sarana upacara adat juga telah bergeser menjadi tarian yang dipertunjukkan atau dipanggungkan sebagai tarian hiburan dengan beberapa sentuhan modifikasi hingga menjadi sedikit lebih rumit dan menghasilkan tarian yang enak dipandang mata serta layak untuk dipertunjukkan kepada khalayak ramai.Â
Beberapa sentuhan modifikasi yang dilakukan seperti misalnya penambahan personil yang menarikan, property, maupun tata busana serta musik dan irama penggiring.
Secara bahasa, Lumense dalam bahasa Moronene terdiri dari dua kata yakni Lume artinya terbang dan Mense artinya tinggi jadi Lumense bisa diartikan dengan terbang tinggi atau dapat juga diartikan dengan terbang mengamuk, karena gerakan dalam tariannya laksana sedang mengamuk dengan senjata parang di tangannya.
Bagi masyarakat adat Tokotu'a atau masyarakat Moronene, Tari Lumense dipercaya telah ada dan berkembang sejak lebih dari 200 tahun yang lalu.Â
Pada zaman dahulu Tari Lumense digolongkan dan berfungsi sebagai tarian upacara ritual kerohanian, karena dilakukan dengan bertujuan untuk membersihkan diri dari dosa, bala bencana, maupun untuk menyembuhkan penyakit.Â
Konon kabarnya, tarian ini pernah lenyap pada saat awal kemerdekaan atau sekitar tahun 1946 sampai dengan tahun 1960-an, kemudian timbul kembali pada tahun 1962.Â
Di mana seiring dengan masuknya agama islam, ada bagian-bagian dari Tari Lumense ini yang masih dianggap berbau klenik yang bernuansa syirik.Â