Raja wanita yang memimpin Kerajaan Samudera Pasai yaitu Ratu Nur Ilah dan Ratu Nahrisyah, mereka berdua memerintah Pasai seabad setelah Pasai berdiri sekitar akhir abad keempat belas dan awal abad kelima belas, di mana Samudera Pasai ketika itu sering mendapat serangan dari emporium Majapahit yang sedang mengalami kejayaan di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, yang memiliki seorang patih yang terkenal bernama Gajah Mada.
Diriwayatkan bahwa sultan sangat dihormati rakyat dan selain menjadi pemimpin pemerintahan juga menjadi pemimpin agama. Dalam menjalankan tugasnya, sultan dibantu seorang patih yang bergelar amir. Menurut Ibnu Batutah, yang berkunjung pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az Zahir, sultan Samudera Pasai adalah sosok yang menjunjung tinggi agama dan berhasil mengislamkan penduduk di daerah-daerah sekitarnya.
Museum Samudera Pasai adalah salah satu destinasi budaya dan sejarah yang terletak di Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Museum ini dibangun untuk memperkenalkan dan melestarikan sejarah Kesultanan Samudera Pasai, salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara yang berdiri pada abad ke-13. Museum tersebut terletak di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh, pendiri Kesultanan Samudera Pasai.
Di Museum tersebut memili koleksi berbagai artefak yang berkaitan dengan kejayaan Kesultanan Samudera Pasai, Salah satunya adalah alat tukar yang sah, yang bisa dipertukarkan dari waktu-ke waktu ialah deureuham atau dirham, dan dinar, yang sudah digunakan sang penduduk semenjak ribuan  tahun yang lalu, yang dikenal menjadi alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi). Islam memperkenalkan dinar dan dirham sebagai alat tukar, sebagaimana Rasulullah Muhammad Saw. mempraktikkan penggunaan dinar serta dirham di masa pemerintahan  beliau pada tahun 610 M. Istilah deureuham berasal dari kata Arab, dirham, yang artinya uang yang terbuat dari perak. Tetapi di Samudera-Pasai, masih menurut Ibrahim Alfian, dirham maknanya adalah uang dari emas. Uang emas ini beratnya 0,57 gram, mutu 18 karat dengan garis tengah satu centimeter Mata uang emas ini diperkirakan berasal dari Samudera Pasai (abad ke 13-16) karena ditemukan di situs Cot Astana, Aceh Utara.
Museum ini juga menampilkan berbagai artefak lain yang berkaitan dengan kejayaan Kesultanan Samudera Pasai, seperti:
1. Naskah-Naskah Kuno
Terdapat manuskrip dan kitab-kitab keagamaan, termasuk salinan Al-Qur'an, teks-teks fiqih, dan karya sastra Arab-Melayu yang menunjukkan peran Samudera Pasai sebagai pusat keilmuan Islam.
2. Mata Uang Dirham
Kesultanan Samudera Pasai dikenal sebagai kerajaan pertama di Nusantara yang menggunakan mata uang logam, seperti dirham perak, dalam transaksi perdagangan. Mata uang ini menunjukkan hubungan dagang yang kuat dengan dunia Islam internasional, termasuk Timur Tengah dan India.
3. Batu Nisan Sultan Malik Al-Saleh
Batu nisan dari Sultan pertama Samudera Pasai ini menjadi salah satu bukti keberadaan dan pengaruh Islam di kawasan tersebut. Ukiran kaligrafi Arab pada batu nisan ini mencerminkan seni Islam yang berkembang pesat pada masa itu.
4. Peralatan Perdagangan
Koleksi berupa timbangan, guci keramik dari Tiongkok, dan barang-barang dagangan lainnya menunjukkan peran Samudera Pasai sebagai pusat perdagangan maritim yang strategis.
5. Senjata Tradisional
Beberapa senjata seperti rencong, pedang, dan tombak yang digunakan untuk pertahanan Kesultanan juga dipamerkan. Artefak ini mencerminkan kekuatan militer yang menjaga stabilitas wilayah dan jalur perdagangan.