Mohon tunggu...
SolemanD
SolemanD Mohon Tunggu... Pengacara - Ad Maiorem Dei gloriam - postgraduate

Proses pembelajaran adalah sebuah kisah cerita yang tak mengenal akhir. Menempah kita untuk terus mencari, menggali seni berpikir dan mencipta. Dan pengetahuan adalah laboratorium kekal yang mengajarkan kita untuk terus berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perpajakan dan Perkembangannya di Indonesia (Refleksi rencana pajak kebutuhan pokok)

16 Juni 2021   22:56 Diperbarui: 17 Juni 2021   22:07 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara sebagai organisasi mempunyai kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu Negara atau yang berada dalam wilayah itu. Salah satu bentuk kekuasaan Negara terhadap masyarakatnya adalah dengan memungut pajak. Negara adalah organisasi yang berkenaan dengan fungsi. Negara mempunyai beberapa macam fungsi diataranya: Melaksanakan penertiban (Law and Order); Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya; Pertahanan dan Keamanan; dan Menegakkan Keadilan. 

Salah satu sumber dana terbesar bagi negara Indonesia dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) adalah pajak. Pajak merupakan pungutan wajib Pemerintah kepada masyarakat. Selain berfungsi sebagai pengisi utama kas Negara (budgetair), pajak juga berfungsi sebagai sarana bagi Pemerintah untuk menciptakan suatu kondisi atau keadaan tertentu (regulerend). Pajak memiliki perkembangan sejarah yang sangat panjang di Indonesia dalam mempengaruhi perkembangan perpajakan itu sendiri dari waktu ke waktu dengan tujuan kepentingan bangsa dan negara. Sejak periode Kerajaan pajak telah dikenal sejak wilayah Nusantara masih dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kesultanan yang timbul dan tenggelam dalam rentang sejarah yang panjang. Kemudian periode Hindia Timur (1600--1800) bangsa eropa yang datang ke wilayah Nusantara menyebutnya Hindia Timur. 

Dengan menggunakan bendera maskapai dagang, mereka tiba di wilayah Hindia Timur mulanya untuk berdagang, bekerja sama dengan penguasa lokal, lalu memonopoli perdagangan kemudian menguasai pelabuhan, kota, dan bahkan beberapa bagian wilayah kerajaan.Masa Hindia Belanda merupakan Fase Liberal (1870--1942). 

Pada periode Pemerintahan Presiden Soekarno (1950--1966), sesuai dengan Pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi, "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang." Namun, pemerintahan Presiden Soekarno pasca revolusi kemerdekaan mengalami situasi yang belum stabil. Undang-undang belum dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mengelola pendapatan negara dari pajak, pemerintah masih kesulitan. Itu sebabnya aturan warisan kolonial masih digunakan. 

Dan pada periode Pemerintahan Presiden Soeharto (1967--1998) pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beberapa perubahan dan penyempurnaan undang-undang pajak dilakukan. Awalnya pemerintah mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Undang-undang ini berlaku selama 13 tahun, yaitu sampai dengan 31 Desember 1983 ketika reformasi pajak atau tax reform digulirkan. Selanjutnya  2terbitlah Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1976 yang menetapkan Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Peralihan ini mengubah mekanisme birokrasi pajak yang semula bidang moneter ke dalam bidang perpajakan. Memasuki periode Reformasi 1998 hingga sekarang, Perkembangan ekonomi dan masyarakat membuat pemerintah kembali mengubah undang-undang perpajakan pada tahun 2000. Sebuah Pengadilan Pajak dibentuk dua tahun kemudian. Perubahan perubahan undang-undang perpajakan terus dilakukan, termasuk juga ukuran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 

Dasar hukum pemungutan pajak diletakkan dalam pasal 23 A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) yang berbunyi, "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-undang." 

Jadi setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah harus berdasar undang-undang atau peraturan lainnya yang setingkat," sehingga tidak mungkin ada pajak yang hanya dipungut berdasarkan Keputusan Presiden atau berdasarkan peraturan-peraturan lain yang lebih rendah daripada undang-undang. Menurut undang-undang, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan pajak negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Dari beberapa penjelasan mengenai pajak 1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pungutan dapat dikatakan sebagai pajak jika pungutan tersebut merupakan: iuran kepada negara, pungutan yang dapat dipaksakan, pungutan yang berdasarkan undang-undang, pungutan yang tidak mendapat imbalan prestasi secara langsung, pungutan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan tugas negara. 

Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar Negara dan orang- orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut "Wajib Pajak").

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Falsafah pemungutan pajak adalah Undang-undang Dasar 1945 berdasarkan Pancasila. Pemungutan pajak dilakukan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, sehingga Sistem dan mekanismenya menjadi ciri tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia. Adapun ciri dan corak perpajakan Indonesia adalah: 

(1) Pemungutan pajak merupakan perwujudan, pengabdian, dan peran serta wajib pajak untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional; (2) Tanggung jawab mengenai penuaian kewajiban pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri; (3) Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung dan menyetor sendiri pajak yang terutang (self assessment).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun