Perkembangan tren tagar #Desperate di LinkedIn menggambarkan realita yang dihadapi oleh Generasi Z dalam pasar kerja saat ini. Generasi ini, yang dikenal dengan keterbukaan mereka, menunjukkan upaya transparan untuk menarik perhatian perekrut, bahkan jika itu berarti menandai diri mereka sebagai "putus asa."
Fenomena ini menimbulkan berbagai reaksi dan menjadi sorotan yang relevan di tengah persaingan ketat dalam mencari pekerjaan, baik secara global maupun di Indonesia.
Keterbukaan sebagai Tanda Kekuatan
Tagar #Desperate mulai digunakan oleh para pencari kerja muda seperti Courtney Summer Myers, yang menciptakan spanduk LinkedIn dengan tujuan mengekspresikan kebutuhan mendesaknya untuk bekerja. Myers, setelah diberhentikan dari pekerjaannya, memutuskan untuk secara terbuka menampilkan ketidakpastian yang dialaminya.
Langkah ini dianggap sebagai upaya berani untuk menantang stigma bahwa "putus asa" adalah tanda kelemahan. Namun, bagi Generasi Z seperti Myers, keterbukaan ini justru menunjukkan keberanian dalam menghadapi tantangan yang dihadapi di pasar kerja saat ini.
Hanna McFadyn, ilustrator dan desainer berusia 22 tahun, yang turut serta dalam tren ini, berbagi pengalamannya melamar hingga 20 pekerjaan per hari tanpa hasil yang memuaskan.
Meskipun mereka mengaku "putus asa," generasi ini tidak serta-merta menerima segala jenis tawaran pekerjaan. McFadyn menyatakan, "Kami tahu kami putus asa, tetapi kami tidak akan dipermainkan karena label itu."
Tantangan di Pasar Kerja Modern
Tren ini mengungkapkan kenyataan yang lebih luas: pencari kerja Generasi Z, meski terampil dan termotivasi, sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan respons dari perekrut. Bahkan penggunaan spanduk #OpenToWork yang lebih formal di LinkedIn tidak selalu menghasilkan komunikasi yang efektif dengan perusahaan.
Elena Carballo, 29 tahun, menyoroti ironi ini, menyebutnya sebagai "paradoks," karena LinkedIn seharusnya memfasilitasi jaringan profesional, namun sering kali tidak memenuhi harapan pencari kerja yang transparan.
Di Indonesia, situasi ini juga bisa menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak lulusan muda yang berusaha menemukan posisi yang sesuai di tengah kompetisi yang semakin ketat. Seringkali, lulusan baru menghadapi kesenjangan antara harapan dan realitas di dunia kerja, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dampak pada Pekerja dan Perusahaan
Menggunakan tagar #Desperate mengirimkan pesan yang jelas tentang kebutuhan mendesak seseorang akan pekerjaan. Namun, ada risiko di balik keterbukaan ini. Beberapa perekrut mungkin melihat penggunaan tagar tersebut sebagai tanda ketidakstabilan atau bahkan kelemahan, yang pada akhirnya bisa mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan.
Di sisi lain, bagi banyak pencari kerja, cara ini adalah bentuk protes terhadap sistem perekrutan yang tidak selalu transparan, terutama dalam hal gaji dan kualifikasi yang dicari.
Generasi Z, dengan kepekaan mereka terhadap transparansi, sering kali menolak tawaran pekerjaan yang tidak mencantumkan informasi jelas tentang gaji atau tanggung jawab pekerjaan. Ini menunjukkan bahwa, meskipun mereka terlihat "putus asa," mereka tetap memegang standar dan harapan yang kuat dalam hal kualitas pekerjaan dan kesempatan pengembangan diri.
Pelajaran untuk Pemberi Kerja dan Pencari Kerja
Tren #Desperate ini mengajarkan kita pentingnya transparansi dan kejujuran di pasar kerja. Bagi perusahaan, ini bisa menjadi peluang untuk mengevaluasi kembali pendekatan mereka terhadap perekrutan, terutama dalam hal menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dan transparan dengan calon pekerja.
Pekerjaan yang mencantumkan informasi lengkap tentang gaji dan tanggung jawab tidak hanya membantu menarik lebih banyak talenta, tetapi juga membangun kepercayaan.
Bagi pencari kerja, keterbukaan seperti yang ditunjukkan oleh Myers dan McFadyn adalah bentuk kekuatan. Ini adalah pengingat bahwa tidak perlu malu untuk meminta bantuan atau mengekspresikan kebutuhan akan pekerjaan. Namun, ada keseimbangan yang perlu dijaga antara menunjukkan kebutuhan dan tetap mempertahankan standar dalam menerima tawaran.
Kesimpulan
Tren #Desperate di LinkedIn oleh Generasi Z adalah cerminan dari perubahan mendasar dalam cara pencari kerja berinteraksi dengan perusahaan. Mereka menolak bersembunyi di balik formalitas dan lebih memilih kejujuran sebagai alat untuk mendapatkan perhatian.
Bagi perusahaan, ini adalah kesempatan untuk memahami generasi baru yang terbuka dan mencari hubungan kerja yang jujur dan saling menguntungkan.
Di Indonesia, dengan tantangan pasar kerja yang terus berkembang, pendekatan yang lebih transparan dan terbuka ini bisa menjadi solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, membuka jalan untuk rekrutmen yang lebih inklusif dan efektif.
Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H