Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tren Tagar #Desperate, Tanda Keterbukaan Generasi Z di Kondisi Sulit Dapat Kerja

9 Oktober 2024   20:03 Diperbarui: 9 Oktober 2024   20:04 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi dari Akun LinkedIn atas nama Merza Gamal

Perkembangan tren tagar #Desperate di LinkedIn menggambarkan realita yang dihadapi oleh Generasi Z dalam pasar kerja saat ini. Generasi ini, yang dikenal dengan keterbukaan mereka, menunjukkan upaya transparan untuk menarik perhatian perekrut, bahkan jika itu berarti menandai diri mereka sebagai "putus asa."

Fenomena ini menimbulkan berbagai reaksi dan menjadi sorotan yang relevan di tengah persaingan ketat dalam mencari pekerjaan, baik secara global maupun di Indonesia.

Keterbukaan sebagai Tanda Kekuatan

Tagar #Desperate mulai digunakan oleh para pencari kerja muda seperti Courtney Summer Myers, yang menciptakan spanduk LinkedIn dengan tujuan mengekspresikan kebutuhan mendesaknya untuk bekerja. Myers, setelah diberhentikan dari pekerjaannya, memutuskan untuk secara terbuka menampilkan ketidakpastian yang dialaminya.

Langkah ini dianggap sebagai upaya berani untuk menantang stigma bahwa "putus asa" adalah tanda kelemahan. Namun, bagi Generasi Z seperti Myers, keterbukaan ini justru menunjukkan keberanian dalam menghadapi tantangan yang dihadapi di pasar kerja saat ini.

Hanna McFadyn, ilustrator dan desainer berusia 22 tahun, yang turut serta dalam tren ini, berbagi pengalamannya melamar hingga 20 pekerjaan per hari tanpa hasil yang memuaskan.

Meskipun mereka mengaku "putus asa," generasi ini tidak serta-merta menerima segala jenis tawaran pekerjaan. McFadyn menyatakan, "Kami tahu kami putus asa, tetapi kami tidak akan dipermainkan karena label itu."

Tantangan di Pasar Kerja Modern

Tren ini mengungkapkan kenyataan yang lebih luas: pencari kerja Generasi Z, meski terampil dan termotivasi, sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan respons dari perekrut. Bahkan penggunaan spanduk #OpenToWork yang lebih formal di LinkedIn tidak selalu menghasilkan komunikasi yang efektif dengan perusahaan.

Elena Carballo, 29 tahun, menyoroti ironi ini, menyebutnya sebagai "paradoks," karena LinkedIn seharusnya memfasilitasi jaringan profesional, namun sering kali tidak memenuhi harapan pencari kerja yang transparan.

Di Indonesia, situasi ini juga bisa menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak lulusan muda yang berusaha menemukan posisi yang sesuai di tengah kompetisi yang semakin ketat. Seringkali, lulusan baru menghadapi kesenjangan antara harapan dan realitas di dunia kerja, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Dampak pada Pekerja dan Perusahaan

Menggunakan tagar #Desperate mengirimkan pesan yang jelas tentang kebutuhan mendesak seseorang akan pekerjaan. Namun, ada risiko di balik keterbukaan ini. Beberapa perekrut mungkin melihat penggunaan tagar tersebut sebagai tanda ketidakstabilan atau bahkan kelemahan, yang pada akhirnya bisa mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun