Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pelajaran dari Tiongkok dalam Menyeimbangkan Konsumsi dan Investasi

1 Oktober 2024   07:35 Diperbarui: 1 Oktober 2024   08:24 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara dengan ekonomi besar seperti Tiongkok dan Indonesia telah menghadapi tantangan mendasar dalam menyeimbangkan konsumsi rumah tangga dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Khususnya, Tiongkok kini dihadapkan pada pilihan kebijakan yang sulit setelah meluncurkan rencana stimulus monumental yang bertujuan mengisi kantong konsumen, sebuah langkah yang menggeser paradigma kebijakan lama yang terlalu fokus pada investasi properti, infrastruktur, dan industri. (Sumber: Reuters)

Beijing dilaporkan berencana menerbitkan obligasi senilai sekitar 2 triliun yuan ($284 miliar) guna mensubsidi pembelian barang konsumen dan tunjangan anak. Pergeseran ini mencerminkan pentingnya mengalihkan penggerak utama pertumbuhan ekonomi dari investasi ke konsumsi rumah tangga, sebuah upaya yang telah lama diusulkan banyak ekonom.

Namun, upaya ini bukan tanpa risiko. Tiongkok telah bergantung pada model pertumbuhan yang menekankan investasi besar-besaran sejak tahun 1980-an. Model ini memang sukses mengubah negara tersebut menjadi raksasa ekonomi dunia, tetapi juga meninggalkan masalah struktural, termasuk kelebihan kapasitas dan lonjakan utang yang menakutkan.

Pergeseran Paradigma di Tiongkok: Jalan Panjang Menuju Konsumsi

Selama bertahun-tahun, konsumsi rumah tangga di Tiongkok telah dibayangi oleh investasi. Dengan hanya sekitar 40% dari output ekonomi tahunan berasal dari pengeluaran rumah tangga, Tiongkok berada 20 poin persentase di bawah rata-rata global. Sementara itu, investasi berada 20 poin persentase di atas rata-rata global.

Untuk menutup kesenjangan ini, Tiongkok perlu menata ulang arsitektur kebijakan sosial-ekonominya. Kebijakan saat ini lebih berfokus pada mendukung investasi, dengan rumah tangga ditekan oleh suku bunga deposito yang rendah, hak buruh yang lemah, dan jaring pengaman sosial yang rapuh.

Selain itu, sistem pajak yang menguntungkan investasi dan menekan konsumsi harus dirombak. Pajak atas keuntungan modal di Tiongkok hanya 20%, jauh di bawah Amerika Serikat (37%) dan India (30%) .

Namun demikian, upaya penyeimbangan ini tidak bisa dilakukan dalam semalam. Michael Pettis, seorang ekonom di Carnegie China, mengingatkan bahwa Jepang membutuhkan waktu 17 tahun untuk meningkatkan pangsa konsumsi dari output ekonominya sebesar 10 poin persentase dari titik terendahnya pada 1991.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Tiongkok pun menghadapi jalan panjang yang berpotensi disertai risiko resesi jika subsidi besar-besaran untuk perusahaan manufaktur dihentikan .

Tantangan Struktural: Risiko dan Jalan Keluar

Penyeimbangan kembali ekonomi ini tidak hanya memerlukan kebijakan yang mendorong konsumsi, tetapi juga restrukturisasi mendalam terhadap model pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Namun, perubahan ini akan mengakibatkan penurunan tajam dalam investasi, yang dapat menyebabkan resesi ekonomi.

Juan Orts dari Fathom Consulting menyebut bahwa meskipun cara paling ideal untuk menyeimbangkan ekonomi adalah dengan menghentikan subsidi terhadap sektor manufaktur yang didanai dari uang rumah tangga, langkah tersebut akan mengakibatkan penyusutan sektor manufaktur yang cukup signifikan.

Oleh karena itu, Tiongkok diperkirakan akan memilih penyeimbangan secara perlahan yang mungkin menyerupai situasi stagnasi jangka panjang yang dialami Jepang pada 1990-an, sebuah kondisi yang disebut "Japanifikasi" .

Untuk mendanai stimulus konsumsi, Beijing kemungkinan besar akan mengandalkan penerbitan utang baru, sebuah langkah yang memberikan solusi jangka pendek namun berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan struktural yang lebih besar di masa mendatang.

Pelajaran Bagi Indonesia: Menjembatani Kesenjangan Konsumsi dan Investasi

Indonesia, meskipun berada dalam konteks yang berbeda, juga menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan konsumsi dan investasi. Sebagai negara dengan populasi besar dan ekonomi yang berkembang, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah strategis untuk memastikan bahwa konsumsi rumah tangga tetap menjadi pilar pertumbuhan ekonomi nasional.

Konsumsi rumah tangga di Indonesia telah lama menjadi pendorong utama pertumbuhan, dan pemerintah secara konsisten mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan dan memperkuatnya. 

Berikut adalah beberapa langkah kebijakan yang diambil oleh Indonesia untuk menghadapi tantangan ini:

  1. Stimulus Fiskal dan Program Sosial: Pemerintah Indonesia, terutama selama pandemi COVID-19, meluncurkan berbagai program bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk mendorong konsumsi masyarakat. Menurut Kementerian Sosial, program PKH dan BLT telah memberikan dampak signifikan dalam menjaga daya beli masyarakat selama masa pandemi, membantu rumah tangga tetap bertahan di tengah krisis . Langkah-langkah ini sejalan dengan kebijakan fiskal yang diperluas melalui UU Nomor 2 Tahun 2020 yang memungkinkan pelebaran defisit untuk stimulus ekonomi .
  2. Reformasi Infrastruktur untuk Mendukung Konsumsi: Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan, selain mendorong investasi, juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi domestik. Proyek-proyek infrastruktur ini meningkatkan aksesibilitas bagi rumah tangga di berbagai daerah, sehingga memperkuat konsumsi domestik .
  3. Peningkatan Daya Beli: Pemerintah juga melakukan peningkatan upah minimum yang konsisten setiap tahun, diiringi dengan penguatan kebijakan jaring pengaman sosial seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, upah minimum Indonesia pada 2023 naik rata-rata 10%, bertujuan untuk mempertahankan daya beli rumah tangga .
  4. Deregulasi dan Reformasi Birokrasi: Melalui Omnibus Law, pemerintah berusaha menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, dengan harapan investasi ini akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan konsumsi domestik . Dengan reformasi birokrasi ini, UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi diharapkan dapat berkembang lebih cepat dan berkontribusi pada konsumsi yang lebih luas.
  5. Pengembangan UMKM dan Ekonomi Digital: Pemerintah juga berfokus pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor ekonomi digital. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM menyumbang sekitar 60,3% dari PDB nasional, menjadikannya salah satu pilar utama konsumsi di Indonesia . Selain itu, ekonomi digital yang berkembang pesat, terutama selama pandemi, semakin mendorong pertumbuhan sektor konsumsi melalui e-commerce.

Tantangan dan Prospek Kedepan

Meskipun langkah-langkah di atas telah memberikan fondasi yang kuat bagi perekonomian Indonesia, tantangan dalam menyeimbangkan konsumsi dan investasi tetap ada.

Tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan investasi yang masuk tidak hanya menguntungkan segelintir sektor tetapi juga memperluas dampaknya pada perekonomian yang lebih inklusif. Selain itu, tantangan inflasi dan ketidakpastian global juga memerlukan perhatian khusus .

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Namun demikian, Indonesia terus berada di jalur yang tepat dengan fokus pada konsumsi domestik sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Langkah-langkah ini dapat menjadi inspirasi bagi negara lain yang menghadapi tantangan serupa, dan Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mendorong keseimbangan ekonomi yang lebih berkelanjutan di kancah global.

Kesimpulan

Menyeimbangkan antara konsumsi dan investasi adalah tantangan yang kompleks bagi banyak negara, termasuk Tiongkok dan Indonesia. Pergeseran paradigma dari ketergantungan pada investasi besar menuju peningkatan konsumsi rumah tangga adalah langkah krusial untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun demikian, upaya ini memerlukan reformasi struktural yang mendalam dan menghadapi risiko jangka pendek seperti potensi resesi.

Bagi Indonesia, menjaga keseimbangan antara investasi berkualitas dan konsumsi domestik tetap menjadi prioritas untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan fokus pada program stimulus, reformasi kebijakan, dan pemberdayaan sektor-sektor strategis, Indonesia berpotensi menjadi model ekonomi yang lebih seimbang dan tangguh di masa depan.

Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun