Islam mengajarkan umatnya untuk hidup layak di tengah masyarakat, dengan memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan, serta memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan.
Setiap individu diharapkan dapat menjalani kehidupan yang memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah dan memenuhi tanggung jawab sosialnya. Untuk mencapai hal tersebut, Islam mewajibkan umatnya bekerja dan berusaha, memanfaatkan rezeki yang Allah berikan, sebagaimana difirmankan-Nya dalam Al-Qur'an:
"Dialah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al-Mulk: 15).
Bekerja dalam ajaran Islam berarti upaya untuk menghasilkan sesuatu, baik dalam bentuk barang atau jasa, yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Kerja merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan, mendapatkan penghasilan, serta memakmurkan bumi sebagai khalifah Allah.
Namun, sering kali ajaran yang memotivasi umat Islam untuk bekerja dan berusaha disalahpahami. Salah satu contohnya adalah konsep tawakkal. Banyak orang mengartikan tawakkal sebagai sikap pasrah sepenuhnya tanpa usaha.
Padahal, Islam menegaskan bahwa tawakkal sejati harus disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menjelaskan makna tawakkal yang sebenarnya:
"Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang." (HR. Tirmidzi).
Hadits ini mengajarkan bahwa seseorang harus berusaha, mencari nafkah, dan meninggalkan tempat tinggal untuk bekerja, bukan hanya berdiam diri menunggu rezeki datang.
Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi, seperti yang disampaikan dalam Surah Al-Jumu'ah ayat 10:
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10).
Ayat ini menegaskan pentingnya bekerja setelah melaksanakan kewajiban ibadah, karena bekerja juga merupakan bagian dari ibadah. Rasulullah SAW memotivasi umatnya untuk berbisnis dengan jujur dan lurus, seperti sabdanya:
"Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada." (HR. Tirmidzi).
Kerja keras dan usaha yang halal adalah bentuk ibadah yang mulia. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW menyatakan: "Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bekerja untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Merantau untuk Mencari Rezeki
Ketika seseorang menghadapi kesulitan mencari nafkah di tempat tinggalnya, Islam menganjurkan untuk merantau, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 100:
"Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (QS. An-Nisa: 100).
Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa seseorang yang meninggal dalam perantauan akan dihargai dengan pahala surga. Dengan demikian, Islam memotivasi umatnya untuk bekerja keras, bahkan jika itu berarti harus meninggalkan kampung halaman demi memperbaiki kehidupan.
Islam sangat menentang sikap meminta-minta atau mengemis, karena hal ini merendahkan martabat manusia. Rasulullah SAW bersabda:
"Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri." (HR. Muslim).
Islam mengajarkan bahwa setiap usaha yang mendatangkan rezeki halal, meskipun susah payah, lebih mulia daripada mengemis. Bahkan orang yang memiliki kemampuan sekecil apa pun harus diberdayakan agar dapat bekerja dan tidak tergantung pada sedekah. Islam tidak hanya mengatasi kemiskinan dengan memberikan bantuan materi sementara, tetapi mengajarkan agar si miskin aktif mencari solusi bagi kehidupannya.
Mengemis dianggap sebagai bentuk kezaliman terhadap diri sendiri, orang lain, dan kepada Allah. Ibnu Qayyim menyatakan bahwa mengemis adalah tindakan menghinakan diri kepada selain Allah, merendahkan martabat, dan melalaikan ketawakalan kepada Sang Pencipta.
Menyiapkan Lapangan Kerja
Islam mengajarkan bahwa umat Islam harus berkolaborasi untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat, baik pemerintah maupun rakyat, harus mengerahkan potensi sumber daya manusia dan alam untuk menciptakan lapangan kerja.
Umat Islam dituntut membuka peluang usaha yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan masing-masing, serta menyediakan tenaga ahli yang akan mendukung upaya tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam.
Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam tentang kerja dan usaha sering kali disalahartikan, sehingga umat Islam belum sepenuhnya mampu memanfaatkan potensinya untuk maju.
Kemunduran Umat Islam
Kesalahpahaman terhadap ajaran motivasi Islam tentang bekerja dinilai oleh para ahli sebagai salah satu penyebab kemunduran umat.
Chapra (2001) menjelaskan bahwa kemunduran umat Islam mulai terjadi sejak abad ke-12, ditandai dengan kemerosotan moral, hilangnya dinamika intelektual, serta serangan dari pihak luar. Meskipun upaya untuk menghentikan kemunduran ini terus dilakukan, akar masalah belum terselesaikan.
Faktor utama untuk menghindari kemunduran ini adalah dengan kembali kepada ajaran Islam yang sejati, yang berorientasi pada falah---yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang sempurna tentang bagaimana bekerja dan menjalani kehidupan dengan prinsip-prinsip Islam.
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Ahzab ayat 21:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).
Dengan mengikuti teladan Rasulullah, umat Islam dapat bangkit dari kemunduran dan mencapai keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Bekerja dalam Islam bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk ibadah. Ajaran Islam menuntut setiap individu untuk berusaha keras, tanpa menggantungkan hidup pada orang lain. Kesalahpahaman tentang konsep tawakkal dan pengemis telah memundurkan umat Islam selama berabad-abad.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami ajaran bekerja sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah, agar mampu mencapai falah---kesuksesan di dunia dan akhirat.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
__________________________________________
Semoga artikel ini menjadi renungan bagi kita semua di hari Jumat berkah ini dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam tentang bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H