Merantau untuk Mencari Rezeki
Ketika seseorang menghadapi kesulitan mencari nafkah di tempat tinggalnya, Islam menganjurkan untuk merantau, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 100:
"Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (QS. An-Nisa: 100).
Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa seseorang yang meninggal dalam perantauan akan dihargai dengan pahala surga. Dengan demikian, Islam memotivasi umatnya untuk bekerja keras, bahkan jika itu berarti harus meninggalkan kampung halaman demi memperbaiki kehidupan.
Islam sangat menentang sikap meminta-minta atau mengemis, karena hal ini merendahkan martabat manusia. Rasulullah SAW bersabda:
"Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri." (HR. Muslim).
Islam mengajarkan bahwa setiap usaha yang mendatangkan rezeki halal, meskipun susah payah, lebih mulia daripada mengemis. Bahkan orang yang memiliki kemampuan sekecil apa pun harus diberdayakan agar dapat bekerja dan tidak tergantung pada sedekah. Islam tidak hanya mengatasi kemiskinan dengan memberikan bantuan materi sementara, tetapi mengajarkan agar si miskin aktif mencari solusi bagi kehidupannya.
Mengemis dianggap sebagai bentuk kezaliman terhadap diri sendiri, orang lain, dan kepada Allah. Ibnu Qayyim menyatakan bahwa mengemis adalah tindakan menghinakan diri kepada selain Allah, merendahkan martabat, dan melalaikan ketawakalan kepada Sang Pencipta.
Menyiapkan Lapangan Kerja
Islam mengajarkan bahwa umat Islam harus berkolaborasi untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat, baik pemerintah maupun rakyat, harus mengerahkan potensi sumber daya manusia dan alam untuk menciptakan lapangan kerja.
Umat Islam dituntut membuka peluang usaha yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan masing-masing, serta menyediakan tenaga ahli yang akan mendukung upaya tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam.
Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam tentang kerja dan usaha sering kali disalahartikan, sehingga umat Islam belum sepenuhnya mampu memanfaatkan potensinya untuk maju.