Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Wisata Ziarah Mengenang Sang Maestro Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman

2 September 2024   19:17 Diperbarui: 5 September 2024   15:12 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Perjalanan ziarah ini membawa kita kembali ke masa lalu, ketika Indonesia masih berada di bawah penjajahan dan semangat kemerdekaan tumbuh di setiap sudut negeri. Salah satu simbol perjuangan yang tak lekang oleh waktu adalah lagu kebangsaan kita, "Indonesia Raya," karya Wage Rudolf Soepratman.

Lagu Indonesia Raya tidak hanya menjadi penggerak semangat nasionalisme, tetapi juga menjadi simbol persatuan dan kebesaran bangsa.

Mengunjungi makam W.R. Soepratman di Surabaya bukan hanya bentuk penghormatan kepada sang maestro, tetapi juga kesempatan untuk lebih mengenal sosok yang dengan ketulusan hati mempersembahkan karyanya untuk tanah air tercinta.

Melalui ziarah ini, kita diingatkan akan jasa-jasa beliau yang dengan biola dan liriknya menyatukan tekad bangsa menuju kemerdekaan.

Mengenal Lebih Dekat Sang Pencipta Lagu Kebangsaan

Wage Rudolf Soepratman lahir di Jatinegara, Jakarta pada 9 Maret 1903. Ia adalah seorang yang multitalenta: seorang guru, wartawan, pemain biola, sekaligus komponis. Beliau lahir dari keluarga sederhana dan memulai pendidikannya di Frobelschool di Jakarta pada usia 4 tahun.

Setelah pindah ke Makassar bersama kakaknya, Ny. Rukiyem, Soepratman melanjutkan pendidikannya hingga lulus dari Tweede Inlandscheschool pada tahun 1917. Di Makassar, bakat musiknya mulai berkembang, berkat pengaruh kakak iparnya, W.M. Van Eldick, yang menghadiahinya sebuah biola saat usianya 17 tahun.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Alat musik ini menjadi kunci bagi perjalanan hidupnya. Bersama Van Eldick, Soepratman mendirikan grup musik Jazz bernama Black And White, tetapi nasib memiliki rencana lain. 

Kepandaian Soepratman dalam bermusik kemudian dimanfaatkan untuk menciptakan lagu-lagu perjuangan yang membakar semangat kebangsaan, dengan karya puncaknya, "Indonesia Raya."

Kisah di Balik Lagu "Indonesia Raya"

Pada tahun 1924, W.R. Soepratman pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di surat kabar Kaoem Moeda. Setahun kemudian, ia pindah ke Jakarta dan bekerja di Surat Kabar Sin Po. Di sinilah beliau mulai berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional.

Puncak kariernya terjadi pada Kongres Pemuda Kedua yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928, saat untuk pertama kalinya lagu "Indonesia Raya" diperdengarkan di hadapan para peserta kongres.

Dengan gesekan biola yang penuh perasaan, Soepratman mempersembahkan lagu tersebut sebelum dibacakannya keputusan kongres yang kita kenal sebagai "Sumpah Pemuda."

Namun, keberaniannya mengangkat kata "Merdeka" dalam lagu tersebut membuatnya diawasi ketat oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1930, Belanda melarang rakyat Indonesia menyanyikan "Indonesia Raya" di depan umum, tetapi semangat kemerdekaan yang terkandung dalam lagu tersebut telah menyebar ke seluruh penjuru nusantara.

Mengunjungi Makam Wage Rudolf Soepratman

Makam Wage Rudolf Soepratman terletak di Jalan Kenjeran, Rangkah, Tambaksari, Surabaya. Makam ini menjadi tempat peristirahatan terakhir sang maestro setelah beliau berpulang pada 17 Agustus 1938. Saat Anda mengunjungi makam ini, Anda akan merasakan kedamaian sekaligus kebesaran jasa yang telah beliau berikan bagi bangsa.

Makam Soepratman berada di dalam cungkup dengan lantai marmer yang menambah suasana khidmat. Sisi-sisi makamnya dilapisi marmer, sementara bagian tengahnya diukir berbentuk biola---alat musik yang sangat berperan dalam hidup dan karyanya.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Area ini sering menjadi tempat peziarah menaburkan bunga sebagai bentuk penghormatan. Keberadaan biola ini tidak hanya menjadi hiasan, tetapi juga simbol peran besar musik dalam perjuangan kebangsaan Indonesia.

Melestarikan Warisan Sang Pahlawan

Makam ini bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga sebuah monumen sejarah yang mengingatkan kita akan pentingnya musik dalam membangkitkan semangat nasionalisme.

Rumah terakhir Soepratman di Jalan Mangga No. 21, Surabaya, kini telah diubah menjadi museum yang juga diakui sebagai cagar budaya. Tempat ini menjadi saksi bisu perjuangan seorang pemuda yang menggunakan musik sebagai alat perlawanan terhadap penjajahan.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Melalui kunjungan ke makam dan museum W.R. Soepratman, kita tidak hanya mengenang jasa beliau, tetapi juga diajak untuk terus menghargai dan melestarikan semangat perjuangan yang telah beliau wariskan kepada kita semua.

Setiap kali lagu "Indonesia Raya" berkumandang, kita diingatkan akan pengorbanan seorang pahlawan yang dengan tekad kuat menciptakan lagu yang menjadi lambang persatuan dan kebesaran bangsa.

Penutup

Perjalanan ziarah ini tidak hanya menjadi sebuah napak tilas sejarah, tetapi juga sebuah refleksi tentang bagaimana musik, seni, dan semangat kebangsaan bisa menyatu dalam sosok Wage Rudolf Soepratman.

Di tengah tekanan kolonial, Soepratman memilih jalan perlawanan yang damai namun penuh makna---melalui gesekan biola dan lirik yang menggugah hati. Setiap langkah di makamnya adalah pengingat bahwa kemerdekaan dan persatuan Indonesia tidak lahir begitu saja, tetapi melalui perjuangan gigih para pahlawan yang berani bermimpi dan mewujudkan mimpi itu.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Kisah ini adalah sebuah undangan untuk kita semua agar bisa terus menghargai warisan budaya dan sejarah kita. Seperti W.R. Soepratman yang tak pernah menyerah dalam perjuangannya, kita pun harus terus menjaga semangat kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air.

Setiap kali kita mendengar lagu "Indonesia Raya," marilah kita mengingat bahwa di balik lirik dan melodinya, tersimpan pengorbanan dan cinta mendalam dari seorang anak bangsa yang berharap Indonesia merdeka dan bersatu.

Mengunjungi makam Wage Rudolf Soepratman bukan hanya sebuah penghormatan bagi beliau, tetapi juga sebuah pengingat bagi kita semua bahwa setiap dari kita memiliki peran dalam menjaga dan meneruskan semangat yang telah beliau wariskan.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Semoga cerita ini menginspirasi kita untuk selalu menghargai perjuangan para pahlawan dan meneruskan cita-cita mereka demi Indonesia yang lebih baik, kuat, dan bersatu.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun