"Seperti yang telah kusampaikan, aku tidak mau mengganggumu dan hal itu akan merusak hubunganmu dengan keluargamu," tegas Ha-Yoon.
Ha-Yoon melanjutkan kata-katanya, "Memang, ada sedikit hal yang mulai menggangguku, ketika Dae-Hoon melihat teman-temannya di playgroup yang memiliki Ayah. Aku belum bisa menjawabnya. Aku agak bingung apakah aku harus mengatakan bahwa Ayahnya sudah meninggal atau Ayah pergi meninggalkan kami sejak Dae-Hoon belum lahir. Hingga akhirnya secara tak sengaja ketika kami baru mendarat dari Amerika, Dae-Hoon berlari-lari dan menabrakmu sehingga kita akhirnya berjumpa."
Terdengar Ha-Yoon menarik nafas panjang, "Namun, aku tak akan pernah meminta pertanggungjawabanmu karena itu sudah kuputuskan sejak perpisahan kita di malam terakhir lima tahun yang lalu."
"Jadi apa yang bisa kulakukan untuk itu?" tanyaku seperti seorang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
"Jika kau memang berkenan, kamu bisa menemui Dae-Hoon selama kamu di Seoul. Nanti secara perlahan akan aku sampaikan kepadanya bahwa kamu adalah Ayahnya, tetapi kita tidak mungkin untuk bersatu sebagaimana sebuah keluarga yang lengkap," aku benar-benar merasakan wanita itu begitu tegar seakan-akan semuanya biasa saja.
"Aku yakin, kamu sudah punya penggantiku, bahkan mungkin juga sudah punya anak dari pasanganmu. Aku tidak mau mengganggumu, walau aku sangat mencintaimu. Kamu adalah satu-satunya lelaki yang pernah dekat denganku. Sejak sekolah menengah, teman-temanku sudah punya pacar, tetapi tidak ada seorang lelaki pun yang dekat denganku hingga aku mendapat gelar Bachelor dan melanjutkan kuliah Master, lalu bertemu denganmu di semester pertama hingga kita sepakat mengakhiri hubungan kita setelah kita meraih Master. Biarlah Dae-Hoon menjadi pengganti cintaku dan penyemangat hidupku," Ha-Yoon terus melanjutkan kata-katanya tanpa ada nada gentar sama sekali.
"Sekali lagi, jika kamu memang bersedia, datanglah melihat Dae-Hoon, dan tinggalkan kesan baik untuknya selama kamu ada di sini, dan setelah itu lupakan, biar selanjutnya aku yang mengaturnya," tegas Ha-Yoon dan membuatku seperti ayam sayur yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Pikiranku menerawang, terbayang dosa yang telah kulakukan dan teringat istri dan anakku yang berusia dua tahun di tanah air yang kemarin melepasku di Bandara untuk berangkat ke Seoul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HAku bingung, apa yang terbaik yang harus kulakukan saat ini agar aku tak menyesal di kemudian hari?