Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebongkah Ketegaran Hati Ha-Yoon

16 Februari 2024   20:31 Diperbarui: 16 Februari 2024   20:48 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu kemudian bertanya padaku apa yang akan aku lakukan dengan kehamilan ini, apakah aku akan minta pertanggungjawabanmu atau akan menggugurkan kandungan itu," mata Ha-Yoon terlihat menerawang dan ada sedikit genangan airmata mengantung.

"Lantas, apa yang kamu sampaikan pada Ibu?" celetukku penasaran.

"Aku sampaikan kepada Ibu, bahwa aku akan mempertahankan kehamilan ini dan akan merawat dan menjaga yang ada dalam kandunganku hingga bayi itu lahir dan dewasa. Dan Ibu bertanya, apakah kamu tidak meminta pertanggugjawaban, Gafar. Aku jawab tidak, aku akan membesarkannya seorang diri," ketegaran Ha-Yoon yang kukenal sejak semester pertama perkuliahan tampak nyata pada dirinya.

"Aku, benar-benar tidak tahu malam terakhir itu ternyata ada peristiwa yang membuat sesuatu tidak berakhir", aku mendesis dan menyesalkan peristiwa itu dengan mengapa setelah malam itu aku sama sekali tak pernah menghubungi Ha-Yoon lagi. Bukankah kami mengakhiri hubungan itu secara baik-baik, tetapi mengapa aku seperti seseorang yang ingin menghapus jejak hidupku bersama Ha-Yoon.

"Aku, memang tidak ingin kamu tahu, biarlah itu menjadi cerita hidupku sendiri," tegas Ha-Yoon.

"Bagaimana selanjutnya dengan kehamilanmu?" tanyaku terlontar begitu saja.

"Seperti kataku tadi, aku merawat bayi dalam kandungan itu hingga lahir dengan sempurna, dan aku membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Pada saat melahirkan, aku pun mendapatkan izin cuti dari pekerjaanku. Ayah dan ibuku sepenuhnya mendukungku," terang Ha-Yoon kepadaku.

"Kamu tidak merasa berat menjadi ibu tunggal?" tanyaku seperti orang bodoh.

"Aku tidak keberatan sama sekali, karena dengan adanya Dae-Hoon aku seperti punya semangat hidup yang membara. Dae-Hoon merupakan sinaran dari lelaki yang aku cintai, tetapi tak mungkin untuk membersamainya. Aku bahagia bersamanya, dan karirku melesat berkembang bersama bertumbuhnya Dae-Hoon dari seorang bayi menjadi anak kecil yang manis," dadaku semakin sesak mendengarkan kisah Ha-Yoon.

Ha-Yoon melanjutkan kata-katanya, "Aku tidak mau mengganggumu karena memang kita sudah sepakat mengakhiri hubungan kita, tetapi sebenarnya di hatiku menyimpan cinta yang sangat dalam kepadamu. Aku sadar kita tak mungkin bersatu karena perbedaan kultur dan keyakinan. Namun, aku merasa Dae-Hoon adalah hadiah Yang Maha Kuasa untuk menemani hari-hariku dengan cinta dan kasih sayang."

"Andai setelah kejadian itu, kamu berkabar kepadaku, tentu akan lain ceritanya," aku seakan menyanggah kata-kata Ha-Yoon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun