Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tiga Kesalahan Manajer Atas Kepergian Insan Perusahaan

29 Desember 2022   20:24 Diperbarui: 29 Desember 2022   20:44 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2022, setelah pandemi Covid-19 berjalan selama dua tahun, di dunia kerja viral tentang Quite Quitting (berhenti secara diam-diam), dan Quite Firing (pemecatan diam-diam).

Quite quitting menggambarkan penarikan psikologis seorang insan perusahaan dari organisasinya, akibat tidak engaged (terlibat) dalam pekerjaan atau memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang buruk. Insan tersebut tidak benar-benar meninggalkan perusahaan, tetapi mereka tidak lagi memberikan upaya terbaiknya.

Quite firing adalah bentuk pengabaian yang secara perlahan mendorong insan perusahaan keluar dari pekerjaannya.  Pemecatan diam-diam menggambarkan bagaimana seorang manajer gagal memberikan pelatihan, dukungan, dan pengembangan karir yang memadai kepada seorang insan sebagai anggota tim. Akibatnya, insan tersebut keluar dari perusahaan.

Sebagai seorang manajer, apakah Anda merasa bersalah atas pemecatan secara diam-diam? Dalam skenario terburuk, pemecatan diam-diam terjadi ketika manajer mengizinkan seorang insan untuk memiliki pengalaman yang benar-benar beracun di tempat kerja atau menyedihkan di perusahaan sebagai cara untuk memeras mereka. Perlakuan tersebut merupakan bentuk gaslighting, dan itu sebenarnya sangat merugikan perusahaan untuk menuju sustainable competitive advantage (kemampuan bersaing berkelanjutan) di dunia bisnis.

Walaupun, mungkin quite firing merupakan praktik umum di sebagian tempat kerja saat ini, tetapi hal tersebut bukanlah kepemimpinan yang baik, produktif, atau hal yang benar untuk dilakukan. Quite firing, sebenarnya,  menodai reputasi perusahaan Anda sebagai tempat yang baik untuk bekerja, meracuni kepercayaan tim, dan bahkan dapat merusak kemampuan perusahaan untuk membuat pelanggan senang saat top talent pergi ke perusahaan lain.

Terjadinya quite firing sebagai respon dari quite quitting di tempat kerja saat ini adalah karena orang-orang yang baik dan bermaksud baik yang tidak menjadi manajer. Banyak manajer diangkat bukan karena kompetensi dan kapabilitas mereka, tetapi semata-mata karena kedekatan dengan pejabat penunjuknya menjadi seorang manajer.

Manajer yang melakukan quite firing atau diam-diam memecat anggota tim mereka adalah seorang pimpinan yang tidak membantu sub ordinatnya tampil, berkembang, dan merasa dihargai atas kontribusi mereka. Manajer yang demikian, sejatinya, bukanlah seorang pemimpin (leader), tetapi hanya seorang pimpinan yang tidak punya kompetensi dan kapabiliitas..

Manajer-manajer seperti itu bisa saja tidak secara aktif beracun atau langsung menyakitkan. Mereka bahkan mungkin terlihat sangat peduli dengan anggota tim mereka. Akan tetapi, di lapangan mereka lebih sering absen daripada hadir. Mereka lebih teralihkan oleh politik organisasi daripada terlibat dalam membangun tim dan lebih tidak konsisten dengan target (goals) mereka. Pada saat insan perusahaan tidak mendapatkan arahan tentang prioritas kerja mereka, pengembangan berkelanjutan dan kemajuan karir jangka panjang, artinya mereka sedang dalam proses untuk berhenti.

Quite firing adalah sebuah gambaran bagaimana seorang manajer gagal memberikan pelatihan, dukungan, dan pengembangan karir yang memadai kepada seorang insan perusahaan, yang mengakibatkan insan tersebut pergi dari perusahaan.

Dari berbagai data lapangan, terdapat tiga kesalahan serius seorang manajer yang sering membuat anggota tim berhenti diam-diam (quite quitting), bahkan bagi top talent perusahaan pergi secara terang-terangan. Ketiga kesalahan serius tersebut adalah sebagai berikut:

Kesalahan Pertama,  Manajer tidak secara rutin membahas kemajuan tujuan dan memberikan umpan balik kinerja.

Para insan perusahaan perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka di tempat kerja dan bagaimana kemajuan mereka. Strategi manajemen kinerja yang efektif, secara rutin menetapkan tujuan yang tepat, menyesuaikannya sesuai kebutuhan dan mencapai hasil yang diinginkan. Ketiadaan ritme kerja alami akan membuat anggota tim dengan cepat kehilangan kemampuan untuk memfokuskan upaya mereka. Akibatnya, mereka tidak akan memiliki pemahaman yang kuat tentang kinerja mereka atau persyaratan peran mereka.

Tidak sedikit perusahaan atau institusi yang berhenti meminta insan perusahaan untuk menetapkan tujuan atau tetap bertanggung jawab kepada mereka. Hal tersebut menunjukkan  bahwa praktik manajemen yang penting tergelincir dan keterlibatan insan perusahaan dalam bahaya. 

Seringkali, sasaran ditetapkan secara serampangan dan jarang, sehingga terasa tidak relevan dalam pasar yang sangat terganggu dan terus berubah. Pada saat target tidak terasa penting atau bermakna, atau sekadar tidak ditinjau kembali lebih dari setahun sekali, maka insan perusahaan akan merasa kerja baik atau asal-alan akan sama saja.

Seorang manajer gagal melakukan percakapan yang sering dan bermakna tentang kemajuan pencapaian mereka akan membuat angota tim bertanya-tanya bagaimana keadaan mereka. Mereka merasa kehilangan kesempatan penting untuk merayakan kesuksesan, menyesuaikan prioritas, dan dukungan yang dibutuhkan untuk membantu pencapaian kinerja.

Manajer yang seperti itu, tidak menyadari bahwa mereka melakukan pekerjaan yang buruk dalam mengklarifikasi ekspektasi dan prioritas. Oleh karena itu, mereka mempunyai peran sangat signifikan menghancurkan masa depan perusahaan.

Kesalahan Kedua, Manajer menahan pengembangan.

Pada saat-saat yang tidak pasti sejak terjadinya pandemi Covid-19, wajar saja jika kita menarik diri dari pembicaraan tentang masa depan. Sulit mengetahui apakah pasar bisa bertahan selama enam bulan ke depan, apalagi meramalkan untuk beberapa tahun ke depan. Namun, dari berbagai penelitian ditemukan bahwa perasaan Anda tentang perkembangan profesional dan masa depan Anda dalam suatu organisasi sangat memengaruhi kemungkinan Anda untuk bertahan.

Insan perusahaan sering mengharapkan manajer mereka memberikan peta jalan yang sempurna untuk karier mereka. Di lain sisi, seringkali manajer mengharapkan anggota tim yang memberi tahu mereka dengan tepat apa yang ingin mereka lakukan di masa depan. Manajer yang demikian akan mengalami kesulitan ketika mencoba menyelaraskan kemampuan dan pengalaman anggota dengan peluang potensial yang tersedia bagi mereka. Akhirnya, perusahaan menjadi tidak berkembang akibat keslahan para manajernya.

Kesalahan Ketiga, Manajer tidak cukup memberikan pengakuan individual.

Tidak sedikit organisasi yang terlalu bergantung pada acara dan tradisi, seperti penghargaan, sertifikat, dan upacara seremonial. Pengakuan tahunan atau triwulan sering terjadi, setelah para insan perusahaan melupakan apa yang telah mereka lakukan. Tradisi itu memang penting untuk menciptakan budaya pengakuan, namun bukan merupakan motivator psikologis terbaik untuk kinerja sehari-hari.

Oleh karena itu, pengenalan secara individual kepada semua anggota tim tang berbeda-beda karakternya harus mampu dilakukan oleh seorang manajer. Manajer harus bisa memberikan pengakuan secara individual tanpa menunggu penghargaan resmi dari organisasi atau institusi perusahaan.

Memecat insan perusahaan secara diam-diam atau quite firing mungkin tampak seperti cara yang nyaman bagi seorang manajer untuk menghindari percakapan yang sulit. Akan tetapi akibatnya akan memengaruhi moral insan perusahaan yang lain sebagai sebuah tim. Insan  yang melakukan quite quitting atau yang diperlakukan dengan quite firing akan menjadi contoh “diam” tentang apa yang dapat diterima oleh insan perusahaan. 

Pada saat insan lainnya menyaksikan insan perusahaan yang menyerah pada pekerjaan mereka dan manajer menyerah pada anggota tim, maka sebagian besar insan perusahaan mulai kehilangan kepercayaan pada perusahaan. Artinya, hal itu adalah awal keruntuhan organisasi perusahaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun